Sebentar lagi, kaum muslimin di seluruh dunia akan merasakan kebahagiaan. Kaum Muslimin akan kedatangan salah satu bulan yang memiliki nilai tersendiri.
Dzulhijjah, bulan di mana ada sebuah peristiwa mengharukan sekaligus ujian berat yang harus ditanggung oleh nabi Ibrahim ‘Alaihis Salaam , yakni beliau diperintah oleh Allah untuk menyembelih buah hatinya, anak tercintanya Nabi Ismail ‘Alaihis Salaam.
Kemudian dari peristiwa itu, Allah Syari’atkan kepada nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam, untuk kaum Muslimin agar melaksanakan ibadah Qurban.
Sebuah ayat yang menjadi pertanda disyari’atkannya ibadah qurban adalah firman Allah Ta’ala,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (Qs. Al Kautsar [108] : 2).
Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atha’, Mujahid dan jumhur ulama.
Penyembelihan hewan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udhhiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Sehingga makna al udhhiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari Idul Adha dengan syarat-syarat tertentu.
Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam al udhhiyyah adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqarrub pada Allah seperti untuk dimakan, dijual, atau untuk menjamu tamu.
Begitu pula yang tidak termasuk al udhhiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk al udhhiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu yang disembelih di Mekkah.
Aqiqah adalah hewan yang disembelih dalam rangka mensyukuri nikmat kelahiran anak yang diberikan oleh Allah Ta’ala, baik anak laki-laki maupun perempuan. Sehingga aqiqah berbeda dengan al udhhiyyah, karena al udhhiyyah dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat kehidupan, bukan syukur atas nikmat kelahiran si buah hati.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Oleh karena itu, jika seorang anak dilahirkan ketika Idul Adha, lalu diadakan penyembelihan dalam rangka bersyukur atas nikmat kelahiran tersebut, maka sembelihan ini disebut dengan sembelihan aqiqah dan bukan al udhhiyyah.
Hikmah Menyembelih Qurban
Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘Alaihis Salaam ketika hari Idul Adha.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘Alaihimus Salaam, yang dengan peristiwa ini akan membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan kepada-Nya lebih dari kepada diri sendiri dan anak.
Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun diganti dengan seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari pada hawa nafsu dan syahwatnya.
Keempat: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban.
Raihlah Ikhlas Dan Takwa
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Menyembelih qurban adalah suatu ibadah yang mulia dan bentuk pendekatan diri pada Allah, bahkan seringkali ibadah qurban disambungkan dengan ibadah shalat.
Allah Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya:“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah” (Q.S. Al-Kautsar [108]: 2).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dan juga firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Q.S. Al An’am [6] : 162).
Di antara tafsiran ‘An-Nusuk’ adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu Al-‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Az-Zajaj mengatakan bahwa makna ‘An-Nusuk’ adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘Azza Wa Jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan.
Ketahuilah, yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, dan bukan hanya daging atau darahnya.
Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Artinya:“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al Hajj [22] : 37)
Ingatlah, bukan yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan hanya Dia-lah yang pantas diagung-agungkan.
Yang Allah nilai dari qurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Sehinggah, Allah berfirman, yang artinya: “ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya”.
Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan ibadah yang mulia ini dan menerima setiap amalan shalih kita. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amalan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya. (P011/R11)
Mi’raj Islamic News Agency(MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh