Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meratapi Kematian (Niyahah)

Bahron Ansori - Selasa, 13 Maret 2018 - 12:39 WIB

Selasa, 13 Maret 2018 - 12:39 WIB

553 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Menangisi salah seorang anggota keluarga yang meninggal dunia adalah suatu kewajaran. Sementara yang dimaksud dengan Niyahah ialah meratapi orang yang meninggal dengan suara tangis yang berlebihan atau menampar-nampar pipi, mencakar muka, merobek-robek baju semata-mata karena tidak terima atas kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas kematian salah seorang keluarganya.

Niyahah, masih sering kita jumpai di tengah ke-hidupan masyarakat. Perbuatan nihayah ini sangat dilarang dalam Islam. Banyak hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam yang melarang perbuatan itu. Salah satu sabdanya, “Bukan termasuk dari golongan kami orang yang menampar-nampar pipinya, merobek-robek sakunya dan berdoa dengan cara jahiliyah.” (HR. Bukhari).

Niyahah juga merupakan salah satu tanda kekufuran seorang hamba. Rasul Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, “Dua tanda pada manusia yang dengannya mereka menjadi kufur yaitu cercaan pada keluarga dan meratapi mayat.” (HR. Muslim).

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Menangisi orang yang mati dengan melampaui batas kewajaran sehingga seolah-olah tidak menerima ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap orang yang meninggal dunia, adalah perbuatan yang dilarang. Namun jika sekedar menangis dan bersedih hati tidak termasuk perbuatan nihayah, sebab sedih dan tangis merupakan fitrah setiap manusia.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam pun pernah menangis ketika putra kesayangannya, Ibrahim wafat. Ketika ditanya mengapa menangis, Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam  bersabda, “Sungguh, mata ini dapat melinangkan air mata dan hati merasa sedih dan kami tak mengucapkan kecuali kata-kata yang diridhai Tuhan kami.” (HR. Bukhari).

Ditinggal mati oleh orang yang kita cintai memang terasa begitu pedih. Tapi, siapa saja yang menerima ujian dari Allah (kematian anggota keluarga) itu dengan sabar, niscaya Allah Subhanahu Wa Ta’ala  akan memberi pahala yang cukup kepadanya di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, “Tiada satu pun musibah yang menimpa orang beriman kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala  akan menghapus dosanya meskipun hanya seujung duri mengenai dirinya.” (HR. Muslim).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Begitu juga bagi orang tua yang ditinggal mati oleh anaknya, lalu ia tidak berbuat nihayah tapi justeru memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka ia akan masuk surga.

Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, “Siapa saja dari umatku yang ditinggal mati oleh anaknya baik laki-laki atau perempuan sedang keadaan mereka kedu-anya itu belum baligh (dewasa), maka ia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Abbas).

Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan membuatkan rumah di dalam surga bagi orang tua yang sabar ketika buah hatinya dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda, “Bila anak seorang hamba Allah wafat, niscaya Allah berfirman kepada malaikat, “Kamu telah mencabut nyawa seorang anak hambaKu?”

Malaikat menjawab, “Dia memujiMu, ya Allah dan minta dikembalikan kepadaMu.” Allah berfirman, “Dirikanlah rumah di surga untuk seorang hambaKu ini dan namailah rumah itu dengan “BAITUL HAMDI.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Hibban), wallahua’lam. (A/RS3/P1)

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Tausiyah
Renungan Al Quran
Tausiyah
Khutbah Jumat