Kairo, MINA – Pemerintah Republik Arab Mesir menegaskan, keputusan parlemen Israel (Knesset) mengenai penyatuan Yerusalem, bertentangan dengan resolusi legitimasi internasional mengenai status kota yang di bawah pendudukan itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Penasihat Ahmed Abu Zeid mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Rabu (3/1), undang-undang tersebut merupakan hambatan bagi masa depan proses perdamaian dan penyelesaian yang adil dari masalah Palestina.
Keputusan Knesset itu juga sebagai pelanggaran terhadap status quo kota Yerusalem sebagai salah satu masalah yang akan ditentukan oleh negosiasi melalui pihak-pihak yang terkait.
“Tidak diperbolehkan melakukan tindakan apapun yang akan mengubah status kota,” tegasnya seperti dilaporkan WAFA yang dikutip MINA.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Sebelumnya, Knesset pada hari Selasa (2/1) meresmikan RUU ‘’Yerusalem Bersatu’’ yang menegaskan bahwa Yerusalem adalah ibu kota abadi bagi Israel dan tidak dapat dibagikan atau dirubah tanpa persetujuan 80 dari 120 anggota parlemen.
Dalam sidang yang berlangsung lebih dari tiga jam tersebut, Knesset menyatakan pembagian otoritas Yerusalem terhadap pemerintah Palestina hanya dapat dilakukan jika 2/3 angota Knesset setuju. Sebanyak 61 anggota Kneset menyetujui RUU itu sementara 51 lainnya keberatan dan 1 abstain. (T/B05/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya