MESIR telah melatih pasukan Palestina selama berbulan-bulan untuk mengambil alih administrasi keamanan Jalur Gaza, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pascaperang dan tata kelola Gaza, ungkap sumber keamanan dan diplomatik di Kairo.
Perjanjian untuk melatih pasukan Palestina di Mesir dan Yordania telah berlaku sejak Konferensi Donor Polisi Palestina pertama di Oslo pada Desember 1993.
Pada April 2025, media Mesir dan Palestina melaporkan bahwa 300 personel keamanan Otoritas Palestina dikirim ke Kairo. Mereka terdiri dari 100 petugas polisi, 100 petugas keamanan nasional, 50 petugas keamanan preventif, dan 50 petugas intelijen, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi Mesir.
“Semua peserta pelatihan ini berafiliasi dengan gerakan Fatah dan loyal kepada Otoritas Palestina di bawah Mahmoud Abbas,” ungkap seorang sumber keamanan Mesir.
Baca Juga: Delegasi Hamas Kunjungi Mesir Bahas Usulan Gencatan Senjata 60 Hari di Gaza
“Kairo menghindari mengikutsertakan individu-individu yang loyal kepada pemimpin Palestina Mohammed Dahlan agar tidak memicu keberatan dari pimpinan Otoritas Palestina di Ramallah, dan untuk memastikan gagasan tersebut mendapat dukungan Saudi,” tambah sumber tersebut.
Sebagian lainnya dilatih di Yordania, tetapi jumlah yang dilatih tidak banyak, karena Kairo dan Amman berharap mendapatkan dana dari Teluk untuk melanjutkan upaya tersebut, kata sumber tersebut.
Konferensi Oslo 1993 diselenggarakan atas undangan 14 negara donor, selain Uni Eropa, Amerika Serikat, Bank Dunia, Organisasi Pembebasan Palestina, dan Israel.
Mesir dan Yordania adalah dua negara Arab yang menghadiri konferensi tersebut, dan sebuah nota kesepahaman ditandatangani untuk melatih ribuan petugas polisi Palestina, sebelum pengerahan polisi Palestina ke Gaza dan Jericho dimulai pada tahun 1994. Jumlah atau kelompok pasukan yang menerima pelatihan ini tidak diumumkan.
Baca Juga: Drone Houthi Lakukan Empat Operasi ke Wilayah Pendudukan
Sejak perjanjian tahun 1993, beberapa pasukan Otoritas Palestina telah dikirim ke Kairo untuk mengikuti pelatihan keamanan dan militer di Akademi Kepolisian, Akademi Militer, dan Akademi Studi Militer dan Strategis Tinggi (sebelumnya Akademi Militer Tinggi Nasser), sebuah akademi militer di Mesir yang mengkhususkan diri dalam studi militer tingkat lanjut.
Rencana Rekonstruksi
Pelatihan personil tersebut merupakan bagian dari rencana rekonstruksi yang diusulkan Mesir dalam KTT Arab di Maret 2025.
Rencana ini bertujuan untuk memulihkan pemerintahan Otoritas Palestina, bekerja sama dengan Yordania, untuk melatih polisi Palestina yang akan ditempatkan di Jalur Gaza. Latihan tersebut mendapat dukungan politik, finansial, dan internasional, serta berpotensi melibatkan negara-negara lain dalam upaya rehabilitasi.
Baca Juga: Brigade Al-Quds Hancuran 52 Kendaraan Zionis
Ketegangan Mesir-Hamas mencapai titik tertinggi sepanjang masa akibat tuntutan pelucutan senjata Hamas dan seruan agar Hamas meninggalkan Gaza,
Rencana tersebut juga mengusulkan agar Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan pengerahan pasukan perlindungan internasional atau pasukan penjaga perdamaian di Gaza dan Tepi Barat, dalam kerangka kerja dan jadwal yang lebih luas untuk mendirikan negara Palestina dan membangun kapasitas kelembagaannya.
Tantangan utama, menurut rencana tersebut, adalah keberadaan beberapa kelompok bersenjata Palestina, yang menurut rencana tersebut hanya dapat diselesaikan melalui proses politik yang kredibel yang mengatasi akar permasalahan dan memulihkan hak-hak warga Palestina.
Namun, rencana tersebut belum menerima persetujuan atau dukungan dari Teluk, khususnya Arab Saudi, menurut sumber diplomatik Mesir.
Baca Juga: Al-Arqiq: Pembunuhan Wartawan di Gaza Adalah Kejahatan Perang
Padahal Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi telah berusaha membujuk negara-negara Teluk terkait rencana rekonstruksi Mesir dalam pertemuan tertutup yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi, sebelum KTT Arab.
Rencana tersebut, yang diusulkan Mesir, diajukan sebagai alternatif dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk menggusur Gaza, guna membangun resor “Gaza Riviera”.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi telah berupaya meyakinkan negara-negara Teluk mengenai rencana rekonstruksi Mesir dalam pertemuan tertutup yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi, sebelum KTT Arab, kata sumber.
Namun, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menolak memberikan dukungan atau pendanaan apa pun untuk rencana Mesir, atau untuk rencana alternatif apa pun, sebelum perang berakhir. Termasuk dengan syarat dukungan tersebut harus disyaratkan pada pelucutan senjata Hamas dan penarikan para pejuangnya dari Jalur Gaza sebelum terlibat dalam proses rekonstruksi, ujar sumber diplomatik.
Baca Juga: Militer Israel Kekurangan 10.000 Tentara
Aly el-Raggal, seorang analis keamanan dan peneliti di Universitas Florence di Italia, mengatakan bahwa rencana tersebut melayani banyak kepentingan Mesir, khususnya untuk penetrasi keamanan Mesir ke Jalur Gaza, sesuatu yang dianggap Kairo sebagai suatu keharusan.
“Semakin kuat kehadiran keamanannya di Gaza, semakin besar pengaruh politik dan sosialnya, dan semakin besar pula peran regionalnya,” ujarn el-Raggal.
“Ini merupakan langkah yang diperlukan saat ini, terutama mengingat pengurangan signifikan peran Mesir dalam semua urusan regional,” lanjutnya.
Namun, lanjutnya, rencana keamanan yang diusulkan Mesir tersebut mustahil dilaksanakan dalam situasi saat ini dan dengan keberadaan faksi-faksi bersenjata di Jalur Gaza.
Baca Juga: 15 Warga Palestina Gugur Akibat Serangan Israel di Gaza
“Syarat agar rencana ini terwujud adalah berakhirnya perang dan berakhirnya Hamas serta faksi-faksi perlawanan lainnya. Hal ini mustahil mengingat realitas saat ini di Jalur Gaza, dan mengingat keputusan Kabinet Keamanan Israel untuk menduduki Jalur Gaza,” imbuhnya.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdel Aaty merujuk pada pasukan yang dilatih Kairo untuk memerintah Jalur Gaza dalam konferensi solusi dua negara yang diadakan di New York bulan lalu.
“Kami memiliki visi untuk pengaturan keamanan dan tata kelola Jalur Gaza, serta siapa yang akan mengelola Jalur Gaza keesokan harinya,” ujarnya.
“Mesir melatih ratusan warga Palestina untuk mengambil alih tugas keamanan di Gaza,” imbuhnya.
Baca Juga: IRGC: Rezim Israel Tergetkan Wartawan untuk Kubur Bukti Kejahatannya
Abdel Aaty menambahkan bahwa Kairo terus menyediakan program pelatihan keamanan bagi pasukan Otoritas Palestina, agar mereka dapat menegakkan hukum di Gaza dan Tepi Barat.
“Ini akan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pembentukan negara Palestina yang bersebelahan, untuk mendukung kemampuan Otoritas Palestina sehingga dapat menjalankan perannya di Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam persiapan untuk meluncurkan proses negosiasi politik,” tambahnya.
Pada 29 Juli, Mesir bergabung dengan Arab Saudi, Qatar, Turki, dan Liga Arab dalam mendukung Deklarasi New York tentang solusi dua negara, yang menyerukan Hamas untuk melepaskan kendali atas Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina.
Menurut sumber keamanan Mesir, Kairo awalnya menolak mengaitkan perlucutan senjata dengan negosiasi gencatan senjata. Namun, di bawah tekanan berkelanjutan dari UEA dan Arab Saudi, Mesir mengubah pendiriannya, menyelaraskan diri dengan upaya regional untuk memulai apa yang digambarkan sebagai “proses penyerahan diri”.
Baca Juga: Grafiti “Ada Holocaust di Gaza” Hiasi Tembok Barat Yerussalem
Posisi tersebut sejalan dengan prasyarat Israel, yang didukung oleh Washington, untuk mengakhiri perang di Gaza. []
Sumber: Middle East Eye
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Israel akan Panggil 430.000 Tentara Cadangan untuk Duduki Gaza