Kairo, 13 Sya’ban 1435/11 Juni 2014 (MINA) – Pengadilan pidana Mesir, Rabu memperpanjang penahanan wartawan Al-Jazeera yang melakukan aksi mogok makan di penjara Mesir untuk 45 hari ke depan.
Abdullah Al-Shamy telah ditahan selama hampir sembilan bulan sejak dia ditangkap menyusul pembubaran paksa keamanan Mesir terhadap demontsran pada 14 Agustus 2013 lalu.
Ketika itu, polisi Mesir membubarkan protes besar di Kairo yang digelar para pendukung presiden terguling Muhamad Mursi, harian Mesir Ahram melaporkan seperti dikutip Miraj Islamic News Agency (MINA).
Dalam pembubaran paksa itu, dilaporkan hampir seribu warga tewas, termasuk wanita dan anak-anak dengan bukti sebagian mereka ditembak oleh penembak jitu (sniper) dari gedung-gedung sekitar.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Tidak hanya demonstran, tindakan keras juga diberlakukan keamanan terhadap para peliput berita, termasuk tiga wartawan Al-Jazeera ditangkap pada 29 Desember 2013. Mereka ditahan dengan tuduhan telah melakukan kolaborasi dengan Ikhwanul Muslimin yang kini statusnya dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah.
Kepala biro Al-Jazeera di Kairo Muhamad Fadel Fahmy, koresponden Peter Greste (Australia), dan produser Baher Muhamad ditahan dan dibawa ke pengadilan atas tuduhan menyebarkan berita palsu, dan “menciptakan media jaringan teroris”. Sidang mereka ditunda sampai 11 kali sejak sesi pertama pada Januari.
Penangkapan dan penahanan jurnalis di Mesir telah membuat geram internasional. Departemen Luar Negeri AS menyebut tuduhan terhadap wartawan Al Jazeera adalah “kepalsuan”, sementara Gedung Putih, Uni Eropa, PBB dan pemerintah Australia telah menyatakan semua kecaman tegas mereka, dan menyerukan pembebasan para wartawan. Orang-orang di seluruh dunia telah melakukan protes dalam solidaritas dengan wartawan, menuntut pembebasan mereka.
Pada 3 Juni, Al-Shamy menulis surat yang kemudian ramai di media-media setelah keluarganya menyebarkan surat tersebut empat hari setelahnya. Di dalam surat yang bertentangan dengan laporan pemerintah itu, Al-Shamy mengatakan kepada keluarga dan teman-teman wartawannya, ia tetap pada aksi mogok makan jangka panjang, dan ditaruh di sel isolasi Al-Aqrab di Penjara Tora, Kairo.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Surat itu merinci penderitaan yang sedang dialami di Al-Aqrab, termasuk pengasingan, secara rutin tidak diperbolehkan melakukan latihan di luar selnya, dan menceritakan delapan hari pada Mei di mana ia menolak makanan serta air, sebelum akhirnya ia sakit dan pingsan. Setelah itu, ia hanya minum air dan jus dalam aksi mogok makannya.
“[Saya akan] mendapatkan kebebasan, atau seseorang akan datang setelah meninggalnya saya untuk menyelesaikan apa yang saya mulai,” kata Al-Shamy dalam suratnya.(T/P03/P04)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata