MEUGANG adalah tradisi khas masyarakat Aceh yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini berupa penyembelihan hewan, baik sapi maupun kambing, untuk kemudian dimasak dan disantap bersama keluarga. Meugang bukan sekadar tradisi makan daging, tetapi juga wujud kebersamaan serta rasa syukur dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Tradisi Meugang di Aceh biasanya berlangsung 2 hingga 3 hari sebelum Ramadhan. Pasar-pasar tradisional di seluruh Aceh menjadi ramai dengan pedagang dan pembeli daging. Harga daging pun meningkat tajam, tetapi masyarakat tetap berusaha membeli agar bisa menikmati makanan khas Meugang.
Di kampung saya, sejak pagi buta, para warga sudah berbondong-bondong menuju pasar untuk membeli daging segar. Begitu juga dengan saya dan ibu saya kami pergi ke pasar yang ramai, di mana semangat menyambut bulan suci Ramadhan begitu terasa. Di setiap sudut, para warga dengan penuh antusias memilih daging segar, menyiapkan hidangan istimewa untuk merayakan hari Meugang.
Suasana pasar begitu hidup, gelak tawa, suara pedagang menawarkan dagangannya, dan wajah-wajah penuh kebahagiaan menyatu dalam harmoni yang hangat. Betapa indahnya tradisi ini, mengikat hati dalam kebersamaan dan kasih sayang, menyongsong Ramadhan dengan suka cita. Setelah mendapatkan daging terbaik, mereka segera pulang untuk mengolahnya menjadi berbagai hidangan khas. Meugang bukan sekadar hari biasa, tetapi menjadi momen paling ditunggu sepanjang tahun.
Baca Juga: Di Balik Lelah, Ada Berkah
Selain itu, suasana menjelang Ramadhan juga diwarnai dengan kepulangan para perantau ke kampung halaman. Anak-anak yang merantau jauh pun berusaha pulang demi menikmati kebersamaan ini. Momen mudik ini menjadi kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga dan merasakan kembali kehangatan tradisi Meugang yang telah dilakukan sejak turun-temurun. Keluarga besar berkumpul, memasak bersama, dan menikmati hidangan istimewa sebagai ungkapan rasa syukur serta kehangatan kebersamaan.
Tradisi ini begitu melekat dalam budaya kami, mengajarkan arti persaudaraan dan kebahagiaan dalam berbagi. Menu khas yang biasanya dihidangkan saat Meugang antara lain gulai daging, rendang, dan masakan berbumbu khas Aceh. Daging tersebut kemudian dibagikan kepada keluarga besar dan tetangga yang kurang mampu, sebagai bentuk solidaritas sosial. Setelah tradisi Meugang, masyarakat Aceh mulai bersiap menyambut Ramadhan.
Tarawih pertama juga menjadi salah satu hal yang sangat ditunggu oleh masyarakat, di mana semua orang berkumpul di masjid dekat rumah mereka masing-masing dan bisa menjalin silaturahmi juga. Apalagi bagi para wanita dan ibu-ibu yang tidak selalu berjamaah ke masjid berbeda dengan para laki-laki yang salatnya selalu di masjid. Mereka merasa sangat senang dan bisa fokus untuk beribadah.
Antusiasme masyarakat terlihat dari penuhnya saf-saf masjid, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Saya juga turut menantikan hari Meugang dan tarawih pertama ini. Dua hari sebelum Ramadhan, saya sudah berada di rumah, merasakan suasana yang penuh kehangatan. Saya sangat senang bisa menghabiskan waktu bersama keluarga, menikmati kebersamaan dalam mempersiapkan hidangan khas Meugang.
Baca Juga: Ramadhan di Rantau, Penuh Kerinduan akan Kampung Halaman
Momen ini juga menjadi kesempatan istimewa bagi saya untuk bertemu kembali dengan saudara dan teman-teman di kampung. Canda tawa, berbagi cerita, dan kebersamaan yang terjalin menjadikan hari-hari menjelang Ramadhan begitu berkesan dan penuh makna. [Mila Tahira Siregar]