Oleh: Asep Fathulrahman
Wartawan Senior Lembaga Kantor Berita Nasional Antara
Bangkitnya Partai Komunis Indonesia ditandai dengan upaya yang dilakukan simpatisannya. Selama ini simpatisannya sembunyi-sembunyi untuk melihat respon masyarakat, apakah sudah lupa, apakah banyak pendukung, apakah aman, jika komunisme dibangkitkan kembali. Indikasi ini dapat dilihat dari munculnya atribut-atribut kelompok-kelompok ideologi radikal, seperti palu arit, baik yang terpasang di sepatu, kaos, baju, dan spanduk.
Faham komunis sudah barang tentu harus kita kubur dalam-dalam dari bumi NKRI ini sesuai TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 bahwa bangsa Indonesia menolak adanya ajaran atau faham komunis yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Berdasarkan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966, PKI merupakan organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme,dan masih berlaku hingga saat ini.
Diperlukan Kepedulian dan Kepekaan semua kalangan terutama generasi muda untuk menghalau faham-faham yang bernafas komunisme. Sebelum komunisme bangkit secara membabi buta harus dipadamkan terlebih dahulu semangat propagandanya. Sebab jika sudah merajalela akan lebih sulit mengatasinya. Dibutuhkan peran dan sikap generasi muda yang harus tegas mempertahankan dan menjaga Pancasila.
Yahudi dan Komunisme
Dr. Majid Khailani, mengatakan, bahwa orang-orang Yahudi lah yang mendirikan komunisme dan meletakan dasar-dasar nya (nb: Karl Marx anggota Freemansonry dgn no. 31).
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Yahudi menganggap komunisme adalah sarana yang paling tepat untuk membangkitkan fitnah dan kekacauan, untuk menghancurkan kekuatan rakyat (persatuan) dan memecah belah unsur kesatuan dan persatuan umat manusia.
Dimana Protokol Zionis no II disebut:
Kita kaum Yahudi harus tampil sebagai pembebas buruh dan membebaskan mereka dari kedzaliman. Kita akan menasihati mereka supaya meraka mau bergabung dalam tingkat-tingkat pasukan kita yang terdiri dari kaum sosialis, pengacau dan komunis.
Kita kaum Yahudi akan selalu berada dalam kondisi membangun komunisme dan memeliharanya, dengan kedok seolah-olah kita membela kaum buruh dengan suka rela, demi ide persaudaraan (Nasionalisme/Prulalisme) dan kepentingan umum (Demokrasi) atau kemanusiaan (HAM).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Letak kekuatan kita pada kemiskinan kaum buruh dan penyakit yang berkepanjangan, yang dengan itu mereka akan terus di bawah perbudakan kita.
Komunisme memerangi agama kecuali agama Yahudi
Komunis yang berkembang di berbagai negara memiliki slogan hanya percaya kepada tiga yaitu Marx, Lenin dan Stalin. Dan mengingkari tiga yaitu, Tuhan, Agama dan Hak milik pribadi.
Ditafsirkannya sejarah umat manusia dengan pertarungan antara kaum borjuis dengan kaum proletar. Pertarungan itu menurut mereka harus berakhir dengan kediktatoran kaum proletar.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Komunis memerangi agama dan dianggapnya sebagai candu masyarakat dan babunya kapitalis imperialis dan exploitasi. Namun mereka mengecualikan agama Yahudi.
Mereka menganggap Yahudi adalah bangsa tertindas yang butuh kepada agamanya untuk mengembalikan hak-haknya yang direbut pihak lain.
Hak milik pribadi dirampas dan diproklamirkanlah komunisme dalam mengatur ekonomi dan sosialnya dan dihapuskannya Hukum Waris.
Amal perbuatan (sopan-santun) menurut mereka tak ada harganya sama sekali di depan kepentingan materi dan usaha-usaha produktivitas.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Segala perubahan yang terjadi di dunia ini menurut mereka adalah sebagai akibat yang pasti karena berubahnya sarana produksi.
Menurut paham komunis ini, pemikiran, peradaban dan kultur adalah hasil dari lajunya perkembangan ekonomi. Dikatakannya bahwa moral itu relatif.
Moral adalah sebuah akibat dari alat-alat produksi. Diperintahnya rakyat dengan tangan besi dan kekerasan. Tak ada kesempatan bagi mereka untuk mengaktifkan daya pikirnya sebab menurut mereka ìtujuan menghalalkan caraî.
Diyakininya bahwasanya tidak ada akhirat, siksa dan tidak ada pula balasan kecuali di dunia ini. Dipercayainya keazalian materi. Faktor-faktor ekonomi adalah unsur penggerak pertama bagi pribadi dan kelompok.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Propaganda Zionis: Yahudi Menggenggam Dunia (Jadi Pengendali)
Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.
Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, tetapi sering kali menyesatkan di mana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial.[Jacques Ellul, Propaganda: The Formation of Men’s Attitudes, Knopf, 1965. (A/R4/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital