Oleh: Panji Ahmad, S.Sos, Penyiar dan Tim Newsroom Radio Silaturahim (Rasil) AM 720
SENJA. Kata itu dekat sekali dengan para pecinta kopi. Ada yang memaknainya dengan sebuah rasa kebahagiaan dan cinta. Namun ada juga yang mmemaknainya dengan keheningan, kesendirian, dan kesedihan. Suasana itu juga dirasakan oleh salah satu penikmat kopi yang tinggal di pedalaman Sumatra. Tentunya bukan suka cita, namun sisi gulita dari senjalah yang dirasakan olehnya.
Namanya Sri Suharni. Setelah dirinya ditinggal “pergi” Sang Suami untuk selamanya, ia memberanikan diri menjadi penjaja kopi. Tekadnya untuk membuka bukan didasari dengan ilmu managemen layaknya mahasiswa atau sarjana, tapi setidaknya keputusan itu ia dasari dari penilaian terhadap masyarakat sekitarannya, yaitu daerah Campago, Guguk Bulek, Mandiangin, Koto Selayan, Bukittinggi, Sumatra Barat, yang cukup tinggi minatnya terhadap kopi.
“Berawal dari kegemaran saya minum kopi dan banyaknya peminat kopi di Bukittinggi membuat saya akhirnya memberanikan diri memulai usaha ini,” kata Sri menyimpulkan.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Ufuk senja yang semakin gelap. Suasana itulah yang mencitrakan perjalanan Sri saat akan mewujudkan idenya, merintis usahanya. Janda beranak lima itu, selain berperan layaknya sebagai seorang tulang punggung keluarga, bersamaan itu pula, kata ‘modal’ berputar-putar dalam kepalanya. Hanya wajah-wajah anak Sri yang membuatnya tak henti langkah, terus semangat menemukan solusi dalam permasalahan modal yang tengah ia hadapi.
“Bak mandapek durian runtuah, bak mandapek kijang patah”, menjadi pepatah Minangkabau yang tepat saat Sri bertemu dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Microfinance (BMFi), yaitu sebuah lembaga program milik BAZNAS RI.
BMFi adalah lembaga program yang melakukan pendayagunaan zakat untuk usaha produktif kepada masyarakat yang tergolong mustahik (penerima zakat) dan memiliki komitmen berwirausaha bentuk permodalan.
Permasalahan permodalan yang sempat menghentikan cita Sri untuk memulai dan mengembangkan usahanya, terselesaikan oleh BAZNAS Microfinance Desa (BMD) Bukittinggi. Kemudian menjadi “durian” lagi bagi Sri bahwa program pembiayaan modal usaha tersebut adalah nol persen bunga.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
“Saat itu, untuk mengatasi kendala permodalan, saya bergabung dengan BMD Bukittinggi agar bisa mendapatkan tambahan modal tanpa bunga dan sesuai dengan syariat Islam,” lirih Sri dipenuhi rasa syukur.
BMD yang tersebar di tujuh titik di Indonesia, enam titik lainya berada di (1) Lempaseh Kota, Banda Aceh, (2) Jabon Mekar, Parung, Bogor, (3) Bojongrangkas, Ciampea, Bogor, (4) Sukaindah, Sukakarya, Bekasi, (5) Gunungsari, Lombok Barat, NTB, dan (6) Sigi, Sulawesi Tengah, menjadi kepanjangan tangan BAZNAS.
Pada sebaran titik tersebut adalah ikhtiar pendayagunaan zakat untuk membantu masyarakat seperti ibu Sri Suharni, yang sebelumnya mustahik, menjadi wujud baru yaitu muzakki (pembayar zakat).
Berbagai upaya melalui inovasi-inovasi segar, agar penyegeraan pengentasan mustahik terwujud dengan baik, maka selain memiliki lembaga program BAZNAS Microfinance (BMFi), BAZNAS juga berikhtiar mewujudkan muzakki-muzakki baru, melalui Zakat Community Development (ZCD), Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Mustahik (LPEM), dan Lembaga Pemberdayaan Peternak Mustahik (LPPM).
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Empat lembaga program tersebut melakukan kegiatan pendayagunaan zakat dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat di bawah koordinasi Divisi Pendayagunaan yang dipimpin oleh Direktur Pendistribusian Dan Pendayagunaan BAZNAS RI, Irfan Syauqi Beik, Ph.D.
Setelah modal terpenuhi, tentu Sri tidak dibiarkan sendirian menjajakan kopinya. Agar tidak gelagapan di dunia wiraswasta, BMD Bukittinggi melakukan pendampingan usaha kepada Sri berupa pelatihan, pembukaan akses pasar dan kemitraan. Maka tak ayal, solusi yang disediakan oleh BAZNAS dari hulu hingga hilir, terbukti menyingkat waktu pengembangan produk kopi milik ibu Sri.
Dalam rentang satu tahun, terhitung dimulai pada 2018 hingga 2019, merk kopi milik Sri yaitu “Kopi Laras Bukik Apik” telah mendapatkan legalitas usaha berupa izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT).
Berkat pelatihan-pelatihan yang disediakan oleh BMD, mendorong Sri berinovasi untuk berjaja kopi miliknya, dari warung sekitarnya, kemudian “Kopi Laras Bukik Apik” ini juga masuk ke swalayan-swalayan. Tak hanya sampai di situ, setelah terus melakukan perbaikan branding yang menaikan nilai jual produknya, Sri pun merambah ke dunia maya, ia memasarkan kopinya yang sudah ciamik secara daring.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Perhatian BAZNAS tentunya tidak terhenti di sosok Sri Suharni, Sri hanyalah percontohan di tengah puluhan juta orang yang memerlukan bantuan material dan immaterial agar terbebas dari status mustahik mewujudkan muzakki-muzakki baru. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2020, mengalami kenaikan menjadi satu digit saja, yaitu 9,78 persen.
Tercatat ada 26,42 juta orang berstatus miskin, meningkat 1,63 juta orang dari September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang dari Maret 2019. Data tersebut menjadi PR besar bagi BAZNAS RI yang ikut ambil bagian dalam pengentasan kemiskinan (termasuk dalam golongan mustahik) di Indonesia.
Pada Outlook Zakat Indonesia (OZI) 2021 yang dipublikasikan puskasbaznas.com, BAZNAS menyebutkan bahwa generasi milenial dan bonus demografi akan menjadi peluang besar Indonesia untuk memaksimalkan potensi zakat.
Kolaborasi Media
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Tantangan besar yang dihadapi dunia perzakatan Indonesia pada 2020 adalah wabah pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi. Sehingga disimpulkan pentingnya kolaborasi dengan berbagai media untuk mengampanyekan zakat, infak dan sedekah (ZIS).
Melihat peluang tersebut, adalah sebuah tugas bersama untuk mengentaskan puluhan juta mustahik. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan Ketua BAZNAS RI, Noor Achmad. Dia menyebut perlunya kolaborasi dengan media massa dalam mengumpulkan seluruh potensi zakat di Indonesia.
“Di era digital ini, peran media dalam menyampaikan informasi mengenai BAZNAS memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama bagi para calon pemberi zakat atau muzaki,” kata Noor dalam Webinar yang diselenggarakan BAZNAS bertema “Zakat dan Jurnalisme: Ujian Pandemi dan Tantangan Era Digital” pada Rabu (27/1/2021).
Lagi, pepatah asal Sri tinggal berpesan, “Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang”. Artinya bahwa puluhan juta mustahik bukanlah angka yang kecil, pula bukan angka yang besar.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Adanya sinergisitas antara lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan zakat dengan seluruh potensi zakat (muzakki) yang ada, menjadi kunci penyelesaian PR bersama tersebut. Senada dengan tagline BAZNAS RI dimiladnya yang ke-20 yaitu “Pilihan Pertama Pembayaran Zakat, Lembaga Utama Menyejahterakan Umat”.
“Dalam mencapai visi sebagai pilihan pertama pembayar zakat, BAZNAS akan menguatkan layanan dalam menunaikan zakat, infak dan sedekah (ZIS). BAZNAS memperluas dan memperkuat syiar dakwah agar lebih banyak masyarakat dapat menikmati layanan kemudahan berzakat melalui BAZNAS,” kata Noor pada kesempatan lain.
Pada 2025 nanti, Noor melanjutkan, BAZNAS RI menargetkan dapat mengelola zakat sebesar Rp5 Triliun atau sebesar 10 persen dari target penghimpunan nasional 2025. Dengan besaran target tersebut, tentu akan menaikan pendayagunaan zakat sehingga mendorong lebih banyak masyarakat yang bernasib seperti Sri Suharni sebelum memulai usaha kopinya (mustahik), bertransformasi menjadi muzzaki.
Dan harapan besar lainnya pada target 2025 nanti adalah, bersama BAZNAS atas optimalnya potensi zakat, dapat membuat perubahan sosial yang lebih nyata dengan peningkatan kesejahteraan mustahik.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Dampak dari target lima tahun kedepan BAZNAS RI, nyatanya sudah dirasakan oleh Sri si Penjaja Kopi. Tentu Sri juga punya harapan yaitu usaha yang ia jalani bisa terus berkembang. Sri juga berkeinginan untuk terus melakukan perluasan jangkauan pemasaran “Kopi Laras Bukik Apik” miliknya.
“Harapannya, ke depan, usaha semakin berkembang dan jangkauan pemasarannya semakin luas,” ucap Sri penuh harap.
Senja dan Kopi, dua hal berbeda tapi saling melengkapi. Entah suka atau duka yang diresapi, namun tetaplah secangkir “air hitam” beserta suasana gradasi ungu violet di sore hari menjadi lengkapnya keindahan sebuah harmonisasi. Seperti upaya optimaliasi pendayagunaan zakat oleh BMD Bukittinggi, dan gigihnya Sri Suharni. Dari mustahik, mewujud muzakki. (A/R2/R1)
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Mi’raj News Agency (MINA)