Tel Aviv, MINA – Militer Israel akhirnya meminta maaf atas pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, setelah setahun menyangkal tanggung jawabnya atas penembakan tersebut.
Shireen Abu Akleh, koresponden yang meliput Tepi Barat untuk Al Jazeera selama dua dekade, ditembak di bagian belakang kepala saat meliput serangan militer Israel di kota Jenin, Tepi Barat Mei lalu. Middle East Monitor melaporkan, Sabtu (13/5).
Pasukan pendudukan awalnya bersikeras dia terjebak dalam baku tembak dan ditembak oleh pejuang perlawanan Palestina, tetapi Israel kemudian mengakui setelah penyelidikan bahwa Abu Akleh kemungkinan besar dibunuh oleh seorang anggota militernya, tetapi mengklaim itu tidak disengaja.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN dan penyiar Eleni Giokos pada hari Kamis (11/5), Kepala Juru Bicara Militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari telah mengeluarkan permintaan maaf atas pembunuhan jurnalis tersebut.
Baca Juga: Sebanyak 1.000 Dokter dan Perawat Gugur akibat Agresi Israel di Gaza
“Saya pikir ini adalah kesempatan bagi saya untuk mengatakan di sini bahwa kami sangat berduka atas meninggalnya Shireen Abu Akleh,” katanya.
“Dia adalah seorang jurnalis, seorang jurnalis yang sangat independen. Di Israel kami menghargai demokrasi dan dalam demokrasi kami melihat nilai tinggi dalam jurnalisme dan kebebasan pers”, kata Hagari.
“Kami ingin jurnalis merasa aman di Israel, terutama di masa perang, bahkan jika mereka mengkritik kami,” tambahnya.
Permintaan maaf itu datang hanya beberapa hari setelah pengawas pers, Komite Perlindungan Wartawan (CPJ), menerbitkan sebuah laporan pada peringatan pertama pembunuhan Abu Akleh, mengungkapkan bahwa militer Israel telah membunuh 20 wartawan sejak tahun 2001 dan belum bertanggung jawab atas salah satu dari insiden tersebut.
Baca Juga: Netanyahu Kembali Ajukan Penundaan Sidang Kasus Korupsinya
Terlepas dari pengakuan Tel Aviv atas perannya dalam pembunuhan Abu Akleh dan permintaan maafnya, masih ada sedikit harapan untuk penangkapan dan penuntutan terhadap para prajurit yang bertanggung jawab atas penembakan itu, dengan militer Israel terkenal mempertahankan kekebalan dari konsekuensi hukum semacam itu.
Seperti yang dikatakan Naftali Bennett, perdana menteri negara itu pada saat pembunuhan, pekan lalu, tentara Israel tidak boleh dituntut ketika warga sipil tidak dibunuh dengan sengaja.
“Jika ada pertempuran yang terjadi dan ada kerusakan tambahan yang tidak disengaja, maka tidak. Kalau tidak, yang akan Anda lakukan adalah membelenggu semua tangan pejuang,” katanya. (T/R7/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)