Mimpi Penduduk Gaza Sholat di Masjid Al Aqsa

Al-Quds, MINA – Karena larangan Israel mengakses kota Al-Quds () yang diduduki, sholat di , salah satu situs Islam tersuci di dunia, terus menjadi mimpi bagi mayoritas penduduk Gaza.

Sejak awal intifada Palestina pertama (pemberontakan) pada tahun 1987, Israel menetapkan pembatasan akses di Gaza ke Yerusalem, semakin diperkuat setelah intifada kedua pada tahun 2000.

Berdasarkan persyaratan, hanya pria berusia 55 tahun ke atas dan wanita berusia 50 tahun ke atas yang bisa mendapatkan izin khusus untuk mencapai Yerusalem dan sholat di Al-Aqsa.

Berbicara kepada The New Arab, aktivis hak asasi manusia dan penduduk setempat mengatakan pembatasan ilegal semacam itu telah melarang setidaknya tiga generasi Palestina dari hak mereka untuk mengunjungi Al-Aqsa dan melakukan sholat di dalamnya.

Ameer al-Nakhala, seorang pria berusia 20-an yang tinggal di Gaza, mengungkapkan kesedihan karena dia tidak memiliki harapan untuk mengakses Al-Aqsa, yang dapat dilakukan oleh kebanyakan orang asing.

“Saya hanya mendengar dari orang tua dan kakek saya tentang Yerusalem, Al-Aqsa, dan sebagian besar kota di Tepi Barat, tetapi saya belum pernah mengunjungi mereka sebelumnya karena Israel menghalangi kaum muda mencapai wilayah pendudukan,” katanya.

“Adalah ilegal untuk tinggal di wilayah pendudukan yang sama tetapi tidak dapat bergerak bebas antar provinsi kami,” ujarnya, mencatat bahwa dia hanya dapat menonton shalat di Al-Aqsa melalui acara televisi, terutama selama Ramadan dan Jumat.

“Saya mendengar Israel akan mengizinkan sholat di Yerusalem, tetapi begitu saya membaca persyaratannya, saya yakin harus menunggu setidaknya tiga dekade untuk memenuhi beberapa persyaratan,” tambahnya.

Shady Safi, dari kota Khan Younis di selatan Gaza, berbagi perasaan yang sama. Dia percaya bepergian ke negara Arab atau Eropa mana pun akan lebih mudah daripada mencapai Yerusalem.

“Israel tahu betul kami mencintai Yerusalem dan Al-Aqsa sebagai tempat suci bagi kami sebagai Muslim serta Palestina dan Israel tahu jika kami sampai di sana, kami tidak akan pernah pergi lagi,” kata ayah dua anak berusia 30 tahun itu.

“Selama bertahun-tahun, Israel bertaruh untuk membuat generasi baru melupakan Tanah Suci dan hak kami untuk merebutnya kembali dan mendirikan negara merdeka,” ujarnya.

“Namun kami menyimpan sejarah kami, dan semua pembatasan serta prosedur Israel tidak akan menghalangi kami untuk mencapai Yerusalem suatu hari nanti,” tuturnya.

Awal pekan ini, otoritas Israel mengklaim akan mengizinkan ratusan warga Gaza, yang memenuhi persyaratannya pergi ke Yerusalem untuk sholat di Masjid Al-Aqsa.

Akibatnya, Urusan Sipil Palestina menyatakan siap menerima pengajuan dari penduduk Gaza untuk dikirim ke intelijen Israel, yang akan mengeluarkan persetujuan akhir.

Dalam satu hari, setidaknya 10.000 permintaan diajukan sementara pendudukan hanya akan mengizinkan 800 orang untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem selama , menurut seorang pejabat Palestina di Ramallah, yang memilih anonimitas.

Amina Nassar, seorang perempuan yang tinggal di Gaza, termasuk di antara mereka yang mengajukan permohonan izin untuk shalat di Masjid Al-Aqsa. Namun, dia tidak yakin akan mencapai impian yang dia tunggu selama lebih dari 23 tahun.

“Saya berharap untuk sholat di Masjid suci kami. Saya takut meninggal sebelum mencapai Yerusalem,” kata ibu delapan anak berusia 59 tahun itu.

“Terakhir kali saya salat di Al-Aqsa adalah pada tahun 1986, dan kemudian semua upaya saya untuk mengunjungi Yerusalem gagal,” tambahnya.

Dalam pernyataan pers yang dikirim ke TNA, mengatakan, penjajah Israel mempraktikkan kebijakan rasis yang mencegah umat Islam di Jalur Gaza menggunakan hak mereka untuk dengan mengunjungi Masjid Al-Aqsa.

“Keputusan Israel baru-baru ini untuk mengizinkan hanya sekitar 800 orang lanjut usia mengunjungi Masjid Al-Aqsa merupakan kelanjutan dari penolakan hak warga Gaza mengakses tempat ibadah,” kata Fadel al-Muzaini, Direktur PCHR.

“Membiarkan sejumlah kecil jamaah dari Gaza mencapai Yerusalem dianggap sebagai pemalsuan realitas dan upaya untuk menipu masyarakat internasional,” kata al-Muzaini. “Yahudi sendiri diizinkan oleh Israel untuk menyerbu Masjid Al-Aqsa.”

“Kebebasan beribadah adalah hak yang dijamin oleh hukum hak asasi manusia internasional, dan itu harus tersedia untuk semua individu dan bukan untuk jumlah tertentu,” tegasnya.

Dia mengecam komunitas internasional karena tidak menekan Israel untuk menghentikan pelanggarannya terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan. (T/R7/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sri astuti

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.