London, 12 Muharram 1437/25 Oktober 2015 (MINA) – Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair, menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan yang dilakukan berkaitan dengan Perang Irak. Ia menyebut pihak-pihak yang terlibat ‘menumbangkan Presiden Saddam Hussein’ menanggung sebagian tanggung jawab atas situasi di Irak saat ini.
Blair mengatakan ia menyesal telah gagal membuat sebuah perencanaan yang baik dalam upaya mengatasi dampak yang bakal timbul dari jatuhnya rezim Saddam. Ia mengakui terdapat ketidakbenaran informasi intelijen yang dijadikan landasan pembenaran invasi ke Irak.
“Saya bisa mengatakan bahwa saya minta maaf untuk fakta bahwa intelijen yang kami terima adalah salah karena, meskipun ia (Saddam) telah menggunakan senjata kimia secara luas terhadap rakyatnya sendiri, terhadap orang lain, program dalam bentuk yang kita pikir itu tidak ada seperti yang kita pikirkan,” kata Blair dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN, Ahad (25/10).
“Saya juga meminta maaf atas beberapa kesalahan dalam perencanaan dan, tentu, kesalahan kami dalam memahami apa yang akan terjadi setelah menumbangkan rezim,” imbuh sekutu dekat mantan Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush itu.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Meski mengakui keputusannya di Irak salah, Blair membela invasi yang dilakukan Inggris dan sekutu. Menurutnya ‘Negeri 1.001 Malam’ mungkin telah menjadi seperti Suriah seandainya aksi militer tidak dilakukan.
Paling signifikan, Blair mengakui jika invasi militer atas Irak pada 2003 lalu berkontribusi terhadap munculnya kelompok Islamic State (IS/Daesh). Menurutnya ada beberapa elemen yang menujukkan bahwa perang itu menjadi pemicu lahirnya IS.
“Tentu saja Anda tidak bisa mengatakan mereka yang melengserkan Saddam pada 2003 tidak memikul tanggung jawab untuk situasi (Irak) di tahun 2015, tetapi penting juga untuk menyadari bahwa Musim Semi Arab yang dimulai pada 2011 juga memiliki dampak pada Irak hari ini,” ujarnya.
Politikus Partai Buruh itu berkilah meski kebijakan yang diambil Inggris atas Irak saat itu tidak bekerja namun menurutnya sejumlah kebijakan berikutnya atau yang datang belakangan pun tidak berjalan dengan baik.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Menanggapi permintaan maaf itu, Menteri Utama Skotlandia Nicola Sturgeon mengatakan itu merupakan sebuah ‘operasi berputar-putar Blair’.
Komentar Blair datang sesaat sebelum John Chilcot mengumumkan jadwal untuk menyelesaikan laporan penyelidikan Perang Irak.
Laporan Chilcot, yang lama ditunggu-tunggu kini, akan mencapai kesimpulan, meskipun belum ada tanggal akan dirilis. Penyelidikan itu telah berlangsung enam tahun sejak diresmikan oleh mantan Perdana Menteri Gordon Brown dengan jaminan akan diselesaikan hanya dalam satu tahun.
“Operasi berputar-putar Blair dimulai namun negara masih menunggu kebenaran. Penundaan laporan Chilcot merupakan sebuah skandal,” kata Sturgeon, memperingatkan.
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas
Invasi AS dan sekutu yang berujung pada tumbangnya rezim Saddam telah menyeret Irak ke dalam jurang kekacauan hingga saat ini. Baghdad masih terkungkung dalam kekerasan sektarian mematikan dan menghadapi masalah kebangkitan kelompok Al-Qaeda dan IS.
Puluhan ribu warga Irak, lebih dari 4.000 tentara Amerika Srikat (AS), dan 179 anggota layanan Inggris telah tewas dalam konflik yang panjang, akibat dari kebijakan militeristik pemimpin Inggris dan AS serta sekutu. (T/P022/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hotel Italia Larang Warga Israel Menginap Imbas Genosida di Gaza