Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Miris, Pintar dalam Urusan Dunia Tapi Bodoh Urusan Akhirat

Bahron Ansori - Rabu, 8 Mei 2024 - 17:04 WIB

Rabu, 8 Mei 2024 - 17:04 WIB

383 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Banyak di antara manusia yang ketika ingin mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar, maka dia sibuk mengikuti pelatihan sana sini. Tujuannya, agar dia menjadi ahli dalam satu bidang pekerjaan yang sedang atau akan diraihnya. Tak sedikit juga orang yang rela mengeluarkan uangnya berpuluh bahkan ratusan juta hanya agar dia lebih terlihat pintar, cerdas atau ahli dalam satu bidang keilmuan dari ilmu-ilmu dunia.

Ketika mereka sudah bisa menguasai ilmu ini ilmu itu dalam dan tentang urusan dunia, maka besar kemungkinan harapannya bisa mendapatkan gaji besar terwujud. Atau sebaliknya ketika ada perusahaan yang memintanya untuk bekerja di perusahaan, dia memasang tarif gaji besar sebab dia sudah dianggap ahli, pintar dalam bidang yang diperlukan perusahaan.

Pertanyaannya? Apakah menjadi orang yang ahli, pintar dalam urusan dunia dilarang? Tentu saja tidak. Hanya saja jangan sampai terkena hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang di akhir zaman ini banyak orang pintar jika dalam urusan pernak pernik dunia, tapi sayang mereka bodoh jika sudah berurusan dengan masalah syariat agama Islam ini.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Terkait hal di atas, Nabi Shallallahu ‘alaiihi wasallam pernah bersabda,

إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالْآخِرَة

“Sesungguhnya Allah ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia, namun bodoh dalam perkara akherat.” (HR. Al-Hakim ,dishahihkan oleh al-Albani)

Dari hadits di atas setidaknya setiap mukmin yang cerdas bisa memetik beberapa pelajaran berharga. Jika diurai antara lain sebagai berikut.

Allah Ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia saja. Kenapa Allah benci? Karena perkara dunia bukanlah perkara penting di sisi Allah Ta’ala. Ada banyak dalil yang menerangkan bahwa urusan dunia hanyalah urusan yang sejatinya tidak membuat seseorang lalai dengan urusan akhirat.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Salah satu ciri utama orang yang bertaqwa ialah utuhnya pemahamannya tentang dunia dan akhirat. Siapa yang melupakan kehidupan akhirat dan segala aktifitasnya hanya terfokus pada kemewaham dunia serta menganggap kemewahan dunia itu merupakan tujuan utamanya berarti ia belum mengetahui nilai kehidupan akhirat dengan baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰخِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ

“Mereka mengetahui yang tampak dari kehidupan dunia saja sedangkan terhadap kehidupan akhirat mereka lalai.” (QS. Ar-Rum: 7).

Kehidupan dunia merupakan permainan dan senda gurau. Susah dan senang datang silih berganti. Senangnya merupakan kesenangan yang menipu dan sedihnya merupakan kesengsaraan sementara. Sungguh berbeda dengan kehidupan akhirat nanti yang kekal dan abadi.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita,

اِنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗوَاِنْ تُؤْمِنُوْا وَتَتَّقُوْا يُؤْتِكُمْ اُجُوْرَكُمْ وَلَا يَسْـَٔلْكُمْ اَمْوَالَكُمْ

“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (QS. Muhammad: 36).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗوَلَلدَّارُ الْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

“Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mengerti ?”  (QS. Al-An’am: 32).

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Karena tak sedikit manusia yang pintar dalam urusan dunia tapi bodoh dalam urusan akhirat, maka banyak di antara manusia di zaman serba teknologi ini yang tidak bersyukur. Betapa banyaknya manusia yang saat ini sedang menyombongkan diri dengan kehebatan, kekuasaan, kekayaan, dan kecerdasannya. Bahkan, demi untuk urusan dunia, tak sedikit umat Islam yang rela menjual agamanya dan meninggalkan Allah demi kenikmatan dunia yang sangat singkat ini.

Allah Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an,

وَيَسْتَعْجِلُوْنَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُّخْلِفَ اللّٰهُ وَعْدَهٗۗ وَاِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَاَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ

“Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”  (QS. Al-Hajj: 47).

Berdasarkan ayat di atas, bahwa satu hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia. Sekarang coba kita hitung; 1000 tahun dunia = 1 hari akhirat, 1000 tahun dunia = 24 jam akhirat, 1 tahun dunia = 24/1000 = 0,024 jam akhirat. Jadi bila umur manusia rata-rata 63 tahun, maka menurut waktu akhirat adalah 63 × 0,024 = 1,5 jam akhirat.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Allah Subhanahu wa Ta’ala member kita umur di dunia ini rata-rata hanya 1,5 jam waktu akhirat. Sungguh waktu yang sangat singkat dan harus di pergunakan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan cinta dan sayang Allah.

Karena itu maka pantas banyak firman Allah yang mengingatkan setiap muslim tentang masalah waktu, salah satunya dalam Surah Al-‘Ashr,

وَالْعَصْرِۙ

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

(1) “Demi masa (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menepati kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr 1-3).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga mengingatkan kita mengenai kehidupan dunia, sabdanya, “Perbandingan dunia dan akhirat seperti orang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut, lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang di perolehnya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Dalam hadits lain disebutkan, “Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya.” (HR. Ibnu Majah)

Abdillah F. Hasan mengatakan dalam 400 Kebiasaan Keliru dalam Hidup Muslim, menjelaskan, memang manusia diciptakan untuk hidup di dunia, tapi bukan berarti hidup selamanya karena tujuan utamanya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, dunia ini memang bukan tempat tinggal tapi tempat setiap orang meninggal.

Maka, agar kita tidak menjadi orang yang pintar saja dalam urusan dunia, Rasulullah SAW sudah mengingatkan setiap muslim dengan bersabda,

الْكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“Orang cerdas adalah yang bermuhasabah atas dirinya dan beramal untuk apa yang setelah kematian. Orang lemah adalah siapa saja yang dirinya mengikuti hawa nafsunya lalu ia berangan-angan terhadap Allah.”  (HR Ahmad)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Sesuai dengan hadits di atas, ciri-ciri orang yang cerdas menurut hadis nabi adalah orang yang selalu bermuhasabah diri dan menyiapkan amalan berpahala sebagai bekal menghadapi kematian.

Semoga Allah Ta’ala selalu menuntun kita untuk menjadi orang yang bukan hanya pintar dalam urusan dunia semata, tapi lebih dari itu Allah jadikan juga kita termasuk kelompok orang-orang yang juga pintar dan cerdas dalam urusan agama (akhirat), wallahua’lam.[]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
MINA Preneur
Tausiyah
Indonesia
Internasional