Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kenji Goto (47) dan Haruna Yukawa (42) adalah dua warga Jepang yang kini ditahan sebagai sandera oleh kelompok Negara Islam atau ISIS di Suriah.
Mencuat pertanyaan, “Apa yang mendorong keduanya melakukan perjalan ribuan mil ke Suriah, daerah perang yang berdarah? Padahal keduanya memiliki profesi yang tidak saling berhubungan?”
Kenji adalah seorang wartawan lepas berpengalaman dan Haruna seorang konsultan keamanan yang menganggur.
Kenji ingin mengakhiri penderitaan rakyat Suriah
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Alaaeddin Al Zaim yang pernah bekerja untuk Kenji di Suriah sebagai pemandu, menceritakan kepada CNN di Turki tentang tekad bulat teman Jepang-nya itu.
Kenji sudah tidak tahan menyaksikan penderitaan rakyat Suriah.
“Rakyat Suriah menderita tiga tahun setengah. Sudah cukup. Jadi saya ingin mendapatkan cerita tentang apa yang ISIS inginkan,” kata Al Zaim kepada CNN, Selasa 20 Januari 2015, mengutip perkataan Kenji kepadanya di Suriah sebelum ditangkap ISIS.
Kenji pernah membuat video pada Oktober lalu di dekat perbatasan Turki-Suriah, sebelum ia memulai perjalanan berbahaya ke wilayah kekuasaan ISIS di Raqqa.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Al Zaim mengaku, dirinya telah memperingatkan Kenji agar tidak memasuki Raqqa, basis ISIS di Suriah.
“Saya katakan padanya, itu tidak aman bagi Anda,” kata Al Zaim kepada CNN.
“Ini adalah tanggung jawab saya jika terjadi sesuatu. Saya bukan orang Amerika, saya bukan orang Inggris. Saya orang Jepang. Saya bisa pergi,” ujar Kenji kepada Al Zaim waktu masih bersama di Suriah.
Akhirnya, Kenji pun melakukan perjalan ke Raqqa.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Laporan-laporan mengatakan, Kenji pergi ke Suriah pada Oktober lalu untuk mencoba merundingkan pembebasan Haruna Yukawa yang ditangkap oleh ISIS Agustus 2014.
Cita-cita Haruna Yukawa
Berbeda dengan niat mulia Kenji, sandera warga Jepang lainnya, Haruna Yukawa, awalnya datang ke Suriah dengan membawa cita-cita masa depannya.
Haruna diketahui sebagai duda pengangguran di bidang konsultan keamanan.
Kimoto, teman Haruna bercerita, sahabatnya pergi ke Suriah pada awal 2014, bertujuan mendapatkan pengalaman hidup dan bertempur untuk meningkatkan rencananya mendirikan sebuah perusahaan keamanan swasta.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Haruna bertemu Kenji di Suriah pada April 2014, yang kemudian memberinya wawasan tentang bagaimana bertahan hidup di sana.
Kenji juga memperkenalkan Haruna kepada pejuang oposisi yang berbeda dengan ISIS, meskipun keduanya berjuang melawan pasukan Presiden Suriah Bashar Al-Assad.
Kimoto melanjutkan, beberapa pejuang mengatakan mereka butuh ambulans untuk antar-jemput korban terluka. Permohonan itu mendorong Haruna mulai mengumpulkan uang untuk membeli ambulans setelah pulang ke Jepang.
“Saya merasa dingin ketika ia berkata, setelah kembali ke rumah, ia merasa di Suriah benar-benar menjalani hidup,” kata Kimoto. “Dia tampaknya telah merasakan kepuasan berada di sana dan hidup bersama dengan penduduk setempat,” tambahnya.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Haruna kembali ke Suriah pada bulan Juli tanpa sepengetahuan Kimoto. Namun Kimoto berpesan agar temannya itu fokus pada rencana membangun perusahaan keamanan pribadinya.
Kemudian Haruna akhirnya dilaporkan ditangkap oleh ISIS pada bulan Agustus.
Hari-hari tangisan Junko Ishido
Beberapa jam sebelum pukul 02:50 Jumat, 23 Januari waktu Tokyo, batas waktu kedua sandera Jepang akan berakhir, artinya Kenji dan Haruna akan dieksekusi oleh ISIS, kecuali pemerintah Jepang membayar tebusannya sebelum batas waktu.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Saat itulah, Junko Ishido, ibu Kenji tidak dapat menahan perasaannya sehingga memutuskan tampil ke publik melalui media.
Wanita berusia 76 tahun itu memohon kepada ISIS atas kehidupan anaknya.
“Kepada seluruh anggota ISIS, Kenji bukan musuh ISIS. Mohon dibebaskan,” kata sang ibu dalam konferensi pers Jumat pagi.
Sesekali menyeka air mata, Junko meminta maaf atas masalah anaknya yang menyebabkan dan meminta Pemerintah Jepang untuk membebaskannya, bahkan jika harus membayar uang tebusan.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
“Saya hanya menangis selama tiga hari terakhir, penuh dengan kesedihan. Kenji selalu menjadi orang yang baik sejak masih kecil. Dia selalu berkata ‘Saya ingin menyelamatkan nyawa anak-anak di zona perang’,” ujarnya.
“Sebagai seorang ibu, saya hanya bisa berdoa bagi pembebasannya. Jika saya bisa menawarkan hidup saya, saya akan memohon anak saya dibebaskan. Ini akan menjadi pengorbanan kecil di sisa hidup saya.”
Junko memuji “kebaikan” dan keinginan anaknya untuk membantu anak-anak di bagian dunia lain yang bermasalah. Dia juga kagum kepada istri puteranya yang ditinggalkan bersama anak-anaknya demi melakukan perjalanan ke Suriah.
“Saya bertanya-tanya bagaimana Kenji bisa meninggalkan keluarganya seperti itu, tapi ia bertekad untuk menyelamatkan temannya (Haruna). Tapi itu tipenya,” kata Junko.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Junko mengungkapkan, ia telah disiksa oleh “kesedihan dan kebingungan yang luar biasa” dalam tiga hari sejak ISIS merilis video ancaman.
“Saya meminta Negara Islam dari lubuk hati saya untuk membiarkan dia (anaknya) pergi,” pintanya.
Junko pun mengatakan, dia menerima penilaian beberapa orang yang mengatakan anaknya telah bertindak bodoh dalam perjalanan ke daerah berbahaya seperti itu.
Muslim Jepang bersuara
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Di saat Pemerintah Jepang menolak menjawab “Apakah pemerintah akan membayar tebusan pembebasan kedua warganya?”, umat Islam Jepang akhirnya bersuara.
Dalam upaya terakhir untuk membebaskan kedua sandera, seorang ahli hukum dan wartawan Islam media Kousuke Tsuneoka, Ko Nakata, mengeluarkan himbauan kepada kelompok ISIS.
“Tujuh puluh dua jam terlalu singkat,” kata Nakata dalam sebuah pernyataan yang ia bacakan dalam bahasa Jepang dan Arab.
“Tunggu saja sedikit lebih lama, dan jangan mengambil tindakan terburu-buru. Jika ada ruang untuk berbicara, saya siap untuk pergi dan bernegosiasi,” kata pria mualaf itu.
Nakata mengusulkan untuk menawarkan $ 200 juta dalam bentuk bantuan kemanusiaan buat pengungsi dan penduduk daerah yang dikuasai oleh ISIS, melalui Bulan Sabit Merah (organisasi Islam yang berperan seperti Palang Merah).
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
“Saya yakin, ini rasional, pilihan yang dapat diterima,” katanya.
Masjid terkemuka di ibukota Jepang, Tokyo Camii dan Pusat Kebudayaan Turki, memposting pernyataan yang menyerukan pembebasan segera para sandera.
Pernyataan itu mengatakan, tindakan ISIS tersebut “benar-benar bertentangan dengan Islam dan memiliki dampak serius terhadap masyarakat Muslim di seluruh dunia dan menempatkan umat Islam dalam posisi yang sulit”. (T/P001/P2)
Sumber: CNN, The Guardian
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)