Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mosul Hadapi Krisis Kemanusiaan Terburuk

illa - Jumat, 28 Oktober 2016 - 05:00 WIB

Jumat, 28 Oktober 2016 - 05:00 WIB

547 Views

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamis News Agency/MINA

Ribuan orang meninggalkan Mosul –  kota ketiga terbesar di Irak setelah Bagdad serta Basra – dan jumlah eksodus itu diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan makin gencarnya upaya militer Irak membebaskan kota tersebut dari kontrol kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).

Mosul merupakan ibukota Governorat Niwana. Kota ini bermuara di Sungai Tigris, terletak 396 km dari utara Bagdad. Pada tahun 2004 (daya yang ada) kota ini berpenduduk 1.846.500 jiwa. Mosul adalah kota terakhir di Irak yang masih dikuasai ISIS.

Pada awal abad ke-21, Mosul dihuni penduduk dengan etnik dan agama berbeda-beda, mayoritas penduduk Mosul adalah Arab,  Assyria, Turki, Armenia, Kurdi, Yazidi dan etnis minoritas lainnya. Agama sebagian besar penduduknya adalah Islam Sunni, sisanya pengikut Salafi, Kristen dsbnya.

Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi

Pertempuran di Mosul, suatu operasi militer besar-besaran untuk merebut kembali kota itu dari kelompok ISIS, dimulai Oktober 2016 dan merupakan serangan terbesar pasukan Irak sejak invasi oleh AS dan pasukan koalisi tahun 2003. Pertempuran itu memaksa penduduk Mosul  untuk mengungsi.

Menurut organisasi sosial Save the Children, sekitar 5.000 orang menyeberangi perbatasan dengan Suriah dalam pertengahan Oktober ini. Mereka tiba di kamp pengungsi al-Hol yang dilaporkan kondisinya tak layak lagi untuk menjadi hunian sementara, selain juga sudah tak mampu lagi menampung orang.

Kapasitas al-Hol hanya 7.500 orang namun hingga pertengahan Oktober saja sudah dihuni oleh 9.000 orang. Relawan Save the Children menyebutkan, kamp pengungsi ini tak memiliki pasok air bersih dan kondisinya sangat kotor. Di Mosul diperkirakan masih ada 1,5 juta warga yang terkepung, sementara jumlah gerombolan ISIS sekitar 5.000 orang.

Para pejabat PBB mengatakan mereka bersiap menghadapi ‘krisis kemanusiaan terburuk’ dalam beberapa waktu terakhir ini. Sejumlah kamp pengungsi tengah dibangun di selatan, timur, dan utara Mosul untuk mengantisipasi tingginya warga yang meninggalkan kota. PBB memperkirakan jumlahnya mencapai 200.000 orang dalam beberapa hari dan pekan ini.

Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir

Pemerintah Irak berpendapat, mungkin lebih aman bagi warga untuk tetap berada di dalam kota sementara operasi militer digelar. Mereka beralasan kelompok ISIS dikhawatirkan menanam ranjau di berbagai titik penting menuju luar kota. Namun juga ada kekhawatiran ISIS akan menggunakan warga sebagai tameng hidup, disamping menyiapkan senjata kimia.

Beberapa warga Mosul yang dihubungi kantor berita Reuters melalui sambungan telepon membenarkan bahwa ISIS berusaha mencegah warga mengungsi dan memerintahkan penduduk menempati bangunan-bangunan yang diperkirakan menjadi sasaran serangan udara pasukan Irak.

Presiden Amerika Barack Obama menekankan, harus dipastikan warga yang meninggalkan Mosul mendapat perlindungan. Kalau tidak, ada kemungkinan ISIS akan dengan mudah kembali ke kota tersebut.

Dampak buruk bagi warga sipil 

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Badan-badan kemanusian memperingatkan bahwa pertempuran untuk membebaskan Mosul dari kekuasaan ISIS dapat menimbulkan dampak sangat besar terhadap penduduk sipil yang terperangkap di tengah baku tembak.

“Melihat tingginya tingkat kehancuran di Ramadi – kota di barat Bagdad –  dampak kemanusiaan yang sangat besar juga bakal terjadi di Mosul,” kata Lise Grande, Koordinator Kemanusiaan PBB bagi Irak kepada VOA. “Antara 300 ribu hingga 1,2 juta orang dapat mengungsi akibat pertempuran tersebut.”

“Kalau rumah mereka hancur, mereka akan mengungsi berbulan-bulan. Perangkap maut manusia dan bom-bom yang tidak meledak banyak ditinggalkan ISIS, sehingga kita membutuhkan waktu berbulan-bulan lagi,” kata Grande.

Ramadi direbut dari kekuasaan ISIS Desember lalu. Sebagian besar kota itu diratakan oleh roket, mortar dan serangan udara. Selebihnya perangkap maut manusia bersama bom-bom rakitan ISIS semakin mempersulit keluarga yang berusaha pulang.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

“Perangkap maut itu dilengkapi dengan bom-bom rakitan yang belum pernah kita lihat di manapun, dan seluruh kota itu penuh dengan bom demikian, dan bom-bom itu ditempatkan dengan cara yang tidak terduga sebelumnya,” ujarnya.

Bom-bom tersembunyi di Ramadi telah menewaskan lebih dari 80 orang yang berusaha pulang dari pengungsian, dan mencederai banyak lainnya. Yang dikhawatirkan adalah bahwa hal serupa dapat terjadi di Fallujah, Hawijah atau yang jauh lebih besar lagi di Mosul.

Para pemimpin ISIS lari dari Mosul  

Ssejumlah pemimpin dari kelompok ISIS diduga telah melarikan diri dari Mosul saat pasukan Irak mendekati kota itu, kata militer AS. “Tak diragukan, pasukan keamanan Irak mendapatkan momentum,” kata Jenderal Gary Volesky.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

Militer Irak telah bergerak menuju Mosul dari selatan, sementara pasukan Kurdi yang merupakan sekutu mereka mendekat dari timur. Diperkirakan, masih ada beberapa ribu pasukan ISIS di Mosul. “Kami mengamati pergerakan orang-orang yang keluar dari Mosul, dan mendapatkan indikasi bahwa para pemimpin ISIS telah pergi,” ujar Volesky.

Keberadaan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi juga tidak diketahui. Beberapa laporan mengatakan ia berada di Mosul, yang lain menyebutkan ia telah melarikan diri dari kota itu. Ada kemungkinan juga, pasukan ISIS yang meninggalkan kota sebenarnya untuk menempati daerah garis depan, yang masih berada di luar kawasan pinggiran kota, kata analis Timur Tengah BBC, Alan Johnston.

“Tidak ada yang meragukan bahwa sekelompok garis keras militan ISIS akan tetap bertahan untuk bertempur habis-habisan” katanya.

Jenderal Volesky malah mengira para milisi asing ISIS akan cenderung membentuk sebagian dari kekuatan untuk bertahan di Mosul. “Kami menduga banyak milisi asing akan tetap tinggal, karena mereka tidak akan dapat membaur dengan mudah sebagaimana para milisi atau pemimpin yang berasal dari kawasan sekitar, jadi kami menduga akan terjadi pertempuran sengit.”

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Pasukan Irak menurut Pentagon, memperoleh kemajuan yang ‘lebih cepat dari yang dijadwalkan’ di hari pertama serangan besar untuk merebut kembali Mosul. Namun juru bicara Pentagon Peter Cook memperingatkan pertempuran bisa memakan waktu lama karena masih belum jelas apakah kelompok ISIS akan ‘melakukan perlawanan sengit’ atau tidak.

ISIS merebut Mosul pada Juni 2014. Pemimpin kelompok ekstremis itu, Abu Bakr al-Baghdadi kemudian memilih Mosul sebagai tempat untuk mengumumkan pembentukan kekhalifahan, sehingga dalam pandangan Peter Cook, merebut kembali kota itu akan merupakan aksi yang ‘simbolik,’.

“Indikasi awal adalah sejauh ini pasukan Irak telah mencapai tujuan mereka dan bahwa mereka lebih cepat dari jadwal untuk hari pertama yang dirancang Irak. Tapi sekali lagi, ini masih sangat dini, dan musuh mendapatkan dukungan di sini. Kami akan melihat apakah ISIS bangkit melakukan perlawanan sengit.”

Suatu koalisi yang terdiri dari 30.000 pasukan Peshmerga Kurdi, milisi Sunni dan pasukan Irak, dikerahkan dalam serangan yang direncanakan sejak berbulan-bulan itu. Pasukan Kurdi sudah berhasil mengambil alih beberapa desa dalam beberapa jam pertama operasi dan telah mencapai semua tujuan utama serangan mereka.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

Seorang jenderal Kurdi mengatakan kepada Orla Guerin dari BBC: “Kami menghadapi musuh yang kuat, mereka tidak hanya memerangi Kurdi atau Syiah, mereka memerangi seluruh dunia.”Kami ingin mengalahkan mereka demi kepentingan semua orang.”

Tapi seiring pertempuran semakin mendekat ke kota, kekhawatiran muncul terkait keselamatan warga sipil yang masih terperangkap di kawasan itu. Menteri Pembangunan Internasional Inggris Priti Patel mengatakan perlindungan warga sipil harus mendapat ‘perhatian utama.’

“Pengambilalihan kembali Mosul akan menjadi langkah penting menuju upaya mengalahkan Daesh (ISIS) di Irak dan mengakhiri tirani terhadap penduduk sipil di kota itu,” katanya. “Namun, karena satu setengah juta orang masih tinggal di kota itu, jelas bahwa perlindungan dan keselamatan mereka harus diutamakan.”

Sejauh ini pemerintah Irak telah menyebarkan ribuan selebaran di Mosul, tentang apa yang harus dilakukan warga selama serangan. Namun Wakil Sekjen PBB Urusan Kemanusiaan dan Bantuan Darurat, Stephen O’Brien mengaku sangat prihatin akan keselamatan 1,5 juta orang yang tinggal di Mosul, akibat operasi militer tersebut.

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Seperti kekuatiran O’Brien , puluhan ribu anak-anak perempuan, anak laki-laki, kaum wanita dan kaum pria mungkin sedang terkepung atau dijadikan tameng manusia oleh ISIS. Ribuan orang juga mungkin akan diusir paksa atau terjebak di antara medan-medan tempur yang mengerikan. (R01/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

Rekomendasi untuk Anda

Timur Tengah
Internasional
Internasional
Internasional
Internasional
Internasional