Motivasi Pernikahan Rasulullah SAW

Oleh Neni Reza, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat

identik dengan ketentraman, kasih sayang dan keharmonisan. Fenomena yang sering kita ungkapkan dengan istilah “Cinta”. Pertanyaannya, mengapa ketentraman, kasih sayang, dan keharmonisan harus dengan perempuan, bukan dengan yang lain?

Perempuan seperti apakah yang bisa mewujudkan impian ketenteraman dan kasih sayang? Mengapa Anda memilih wanita idaman Anda? apakah yang mendorong Anda untuk memlihnya? Apakah karena harta, kecantikan, atau agamanya? Mengapa dan motif apa dibalik pilihan tersebut?

Inilah yang saya maksud motivasi menikah. Yakni target jangka panjang dan tujuan yang mendominasi hidup Anda sebelum berfikir untuk menikah.

Dalam hal ini, motivasi masing-masing individu berbeda. Dalam diri seseorang terkadang motivasinya bermacam-macam sesuai dengan tujuannya. Hal ini juga bergantung pada tingkat kepeduliannya terhadap tanggung jawab dalam menghadapi arus kehidupan serta arus pertarungan hidup dengan kebatilan yang semakin meluas dan merata di bumi ini.

Hal tersebut menjelaskan bentuk motivasi bagi orang mukmin. Sekarang, bagaimana dengan orang yang tidak beriman? Ada apa dengan keanekaragaman motivasi tujuan mereka? Mereka juga melakukan hubungan perkawinan dalam koridor tujuan jahat mereka. Mereka mengartikan pernikahan sebagai pelampiasan nafsu seksual, bukan sebagai kemuliaan. Mereka juga menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan jahat mereka.

Pernikahan merupakan sebuah wewenang yang Allah berikan kepada manusia. Wewenang tersebut umpama dua sisi mata uang. Satu sisi diimplementasikan oleh kaum mukminin dalam kebaikan dan untuk mewujudkan tujuan-tujuan mulia, sedangkan disisi lain dipergunakan oleh setan untuk memerangi agama Allah sepanjang masa.

Dalam buku  Al Mossad wa Ightiyal Masyad (Mossad dibalik pembunuhan Yahya Masyad) karya Adil Hamudah, pada halaman 186 disebutkan: Pada tahun 60-an, ketika badan intelejen Israel (Mossad) berencana menanam agen mereka yang yang berkebangsaan Jerman di Mesir, mereka memalsukan identitasnya sebagai seorang jutawan Nazi yang hobi memelihara kuda balap. Ia sangat memahami jenis-jenis kuda balap sehingga memudahkannya untuk keluar masuk Equestrian Club (klub pacuan kuda). Dengan begitu, ia bisa berkenalan dengan perwira tinggi dan orang-orang kaya di Jerman.

Kelemahan agen Wolfgang Lotz ( seorang mata-mata Israel) ialah ia telah menikah dan memiliki beberapa anak. Karena istrinya tidak mirip dengan orang Jerman maka ia dipaksa untuk menikah denngan orang Jerman. Istri pertamanya pun menerimanya demi kepentingan negara yang lebih tinggi, sekalipun itu melanggar norma Yahudi.

Karena itu, tidak salah bila kita membuka tema ini dengan mengupas motivasi pernikahan dalam kehidupan Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah memberikan pelajarankita bagaimana menjadikan sebuah pernikahan sebagai sarana untuk menyempurnakan keimanan.

Diantara kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah membedakan mereka dengan binatang. Allah tidak menjadikan hubungan suami istri sebagai tujuan, tetapi ada tujuan lain yang lebih mulia. Apabila hubungan tersebut terjalin karena Allah, hubungan itu akan harmonis dan langgeng. Dipihak lain, bila hubungan tersebut tidak dilandasi niat karena Allah, hubungan itu akan retak dan bubar.

Kemulian lain yang diberikan Allah kepada manusia adalah ia memberikan pahala bagi semua bentuk ikatan cinta yang mengeratkan hubungan kita dengannya, Allah dan Rasulnya telah mengingatkan kita dari segala bentuk cinta yang memutuskan dan melalaikan dari tujuan mulia.

Seperti dalam hadis disebutkan, “Siapa hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang ditujunya. (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam ayat lain dijelaskan, “Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. (Qs. At-Taghabun: 14).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah , jika orang tua, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga besarmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasulnya dan dari berjihad di jalan Allah maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At-Taubah: 24).

Karena itu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Dapatkanlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung.(HR. Bukhari dan Muslim).

Sebab, istrilah yang akan mendapingi suami mencapai tujuan yang benar. Menikahlah dengan motivasi yang benar agar istri anda menjadi anugerah terindah dalam hidup anda. Rasulullah  Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi Khidijah yang dikenal sebagai wanita terpandang, cerdas, berkepribadian, pandai memanajemen, dan pintar menjaga diri di kalangan kaumnya.

Sifat-sifat inilah yang menjadi motivasi pernikahannya. Beliau lebih memprioritaskan hal tersebut daripada motivasi harta dan kecatikan. Beliau tidak mempertimbangkan pautan usia yang jauh berbeda, begitupula dengan istri Rasulullah yang lain.

Dalam Al Quran dijelaskan, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku terhadap (hak-hak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya) maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tida, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja. (Qs. An-Nisa: 3).

Al Quran telah menjelaskan tentang motivasi yang mulia dalam menikah hingga emat istri, yaitu agar bisa berbuat adil dengan anak-anak yatim untuk meringankan beban penderitaann mereka, membesarkan mereka dalam lingkungan yang sehat, dan membersihkan masyarakat dari penyakit-penyakit sosial seperti putusnya hubungan kekerabatan. Melindungi anak-anak yatim termasuk motivasi menikah yang disunahkan oleh Rasulullah disamping motivasi-motivasi lain yang tercakup dalam pernikahan beliau yang berada dalam pengetahuan Allah.

Motivasi pernikahan Rasulullah dengan Ummu Habibah, Ramlah binti Abu Sufyan, sangatlah jelas. Pertama, ia adalah putri Abu Sufyan yang merupakan pembawa panji permusuhan pada saat itu. Kedua, ia termasuk kabilah Bani Abdu Syams yang merupakan musuh bebuyutan Bani Hasyim. Sejarah telah mencatat berbagai berkah dari pernikahan ini terhadap masa depan dakwah.

Oleh karena itu, tidak heran Rasulullah menggunakan jalinan pernikahan sebagai sarana untuk merangkul hati musuh-musuhnya. Motivasi pernikahan Rasulullah dengan Ummu Habibah sudah jelas di mata Abu Sufyan saat dia berkata “Orang yang kuat tidak akan merugi.”

Sepeninggal Rasulullah, para sahabat juga memiliki motivasi yang mulia dalam menikah. Misalnya, pernikahan Umar bin Khattab dengan Ummu Kultsum binti Ali bin Abu Thalib karena umar mendengar dari Rasulullah bahwa pada hari kiamat semua nasab akan terputus, kecuali nasab Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Wallahua’lam.(nrz/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)