Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MPBI Dorong Kesiapsiagaan Bangunan Tinggi di Indonesia 

Rana Setiawan - Selasa, 7 Februari 2023 - 16:29 WIB

Selasa, 7 Februari 2023 - 16:29 WIB

5 Views

Bangunan hancur oleh gempa di Turki berkekuatan 7,8 Magnitudo, Senin, 6 Februari 2023. (Foto: Twitter/Taiwan & Rising S Company)

Jakarta, MINA – Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) mengucapkan rasa dukacita sedalamnya kepada seluruh warga yang menjadi korban gempa yang berpusat di perbatasan Turki dan Suriah.

Dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Selasa (7/2), MPBI juga mendorong dan menyerukan untuk masyarakat bersama para pengelola bangunan beserta pemerintah daerahnya, terutama di perkotaan di Indonesia untuk melakukan kesiapsiagaan bangunan tinggi.

Pada Senin (6/2), pukul 04.17 dini hari waktu Turki atau pukul 08.17 WIB, terjadi gempa kerak dangkal Magnitudo 7,8, di kedalaman 24,1 kilometer, 15 menit kemudian gempa kedua terjadi dengan magnitudo 6,7.

Pusat gempa terletak 23 kilometer timur Nurdagi, Provinsi Gaziantep Turki selatan, dekat perbatasan Suriah yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Pusat gempa berada di persimpangan tiga Lempeng Anatolia, Arab, dan Afrika.

Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis

Ini merupakan salah satu gempa dengan mekanisme geser (strike-slip) yang berpusat di darat yang terbesar dan berdampak langsung di daerah padat penduduk. Hingga saat ini Selasa (7/2), lebih dari 4.800 orang dilaporkan tewas akibat gempa yang mengguncang Turki dan Suriah.

Gempa juga berdampak besar di negara sekitarnya seperti Lebanon, Irak, Palestina, dan Ciprus. Jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena upaya pertolongan dan penyelamatan masih berlangsung.

Terdapat beberapa faktor yang disebut membuat gempa menimbulkan banyak korban jiwa. kombinasi berbagai faktor membuat gempa kuat ini sangat mematikan, antara lain pertama, waktu kejadian gempa pada pukul 04.17 dini hari, yang berarti bahwa orang-orang sedang tidur di tempat tinggalnya; kedua, lokasi terdampak menghantam wilayah berpenduduk padat.

Ketiga kualitas bangunan yang tidak kuat mengantisipasi guncangan gempa yang menyebabkan banyak bangunan yang runtuh di mana banyak orang terperangkap ketika rumah atau gedung tempat mereka tinggal runtuh

Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia   

Turki pada dasarnya merupakan sarang aktivitas seismik karena berada di dua patahan besar di Lempeng Anatolia, Yakni, Patahan Anatolia Utara (Northern Anatolian Fault/NAF) yang melintasi Turki dari barat ke timur; dan Patahan Anatolia Timur (East Anatolian Fault/EAF) yang ada di wilayah tenggara negara itu. Namun gempa tersebut, terjadi di garis patahan yang relatif tenang.

Belajar dari gempa Turki, Indonesia juga merupakan sarang aktivitas gempa karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia yang bergerak relatif saling mendesak satu dengan lainnya.

Ketiga lempeng tersebut adalah Lempeng Samudera India-Australia di sebelah selatan, Lempeng Samudera Pasifik di sebelah timur, Lempeng Eurasia di sebelah utara (di mana sebagian besar wilayah Indonesia berada), dan ditambah Lempeng Laut Filipina.

Setiap pulaunya juga terdapat berbagai sesar, baik yang aktif maupun tidak aktif. Banyak warga Indonesia di kota besar tinggal di gedung bertingkat tinggi (high rise buildings) seperti di apartemen dan rumah susun. Juga, banyak kota-kota besar ini berada di atas atau di dekat patahan/sesar aktif yang berisiko tinggi terjadinya gempa besar.

Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda

Pengelolaan Bangunan

MPBI menyerukan untuk warga bersama para pengelola bangunan beserta pemerintah daerahnya untuk:

Pertama, melakukan audit keamanan struktural gedung, termasuk kekuatan, keteraturan, redundansi, pondasi, dan jalur beban, karena peluang orang selamat dari bangunan menjadi sangat kecil bila terjadi kerusakan struktural termasuk runtuhnya bangunan dan rumah.

Kedua, menyusun prosedur tanggap darurat secara tertulis bersama penghuni dan pengelola gedung dan mewajibkan pengelola untuk melakukan sosialisasi prosedur tanggap darurat ke seluruh penghuni.

Baca Juga: Angkatan Kedua, Sebanyak 30 WNI dari Suriah Kembali ke Tanah Air

Ketiga, melakukan kesiapsiagaan non-struktural karena sering pula cedera dan korban jiwa yang terjadi adalah akibat dari benda-benda yang tidak aman dan bisa menimpa atau mencelakakan penghuninya.

Keempat, melakukan simulasi rutin setiap tahun yang diikuti oleh seluruh penghuni bekerja sama dengan pengelola gedung dan pemerintah setempat. (R/R1/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Antisipasi Macet saat Nataru, Truk Barang akan Dibatasi Mulai 21 Desember

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Dunia Islam
Internasional
Internasional
Internasional