Rakhine, 16 Dzulqa’dah 1435/11 September 2014 (MINA) – Kelompok Bantuan Kemanusiaan (MSF) telah mendatangani nota kesepahaman (MOU) baru dengan Departemen Kesehatan untuk bisa melanjutkan kegiatannya di Rakhine, namun masih terkendala karena belum ada kejelasan pasti dari pemerintah setempat.
“MSF berkomitmen untuk sepenuhnya mengembangkan perjanjian dan siap bekerjasama dengan Depkes untuk melanjutkan operasi di Rakhine setiap saat,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan 9 September.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA) mengutip Rohingya News Agency melaporkan, pemerintah negara bagian Rakhine melalui artikel Myanmar News Agency menyampaikan berdasarkan laporan Departemen Kesehatan yang diterbitkan dalam edisi 24 Juli di New Light of Myanmar, kata kelompok itu, akan diizinkan untuk melanjutkan operasi di negara bagian barat.
Namun pengumuman tersebut tidak menyebutkan rincian tentang kapan MSF bisa kembali atau apa saja yang diizinkan untuk dikerjakan, karenanya MSF belum kembali beroperasi di Rakhine.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
MSF berharap kesepakatan tersebut bisa memulihkan kondisi awal kegiatan mereka di Rakhine dan memberikan kesempatan untuk terlibat dengan masyarakat secara langsung.
MSF diundang untuk kembali ke Rakhine pada akhir Juli, lima bulan setelah itu tiba-tiba dipaksa untuk menghentikan operasi di sana.
Kepala Dinas Kesehatan negara bagian Rakhine, U Aye Nyein, kepada Myanmar Times, pada Agustus lalu, Nay Pyi Taw tidak mengeluarkan instruksi apapun untuk memungkinkan MSF melanjutkan operasi. Dia mengatakan, mungkin akan terjadi setelah MOU baru, ditandatangani.
Dalam pengumuman Juli lalu pemerintah negara bagian Rakhine mengundang badan-badan PBB dan LSM internasional, termasuk MSF “untuk berpartisipasi dalam pembangunan, kemanusiaan, pendidikan dan program kesehatan sesuai dengan keinginan masyarakat Rakhine”. Buku tersebut diterbitkan tak lama sebelum kedatangan Menlu AS John Kerry dan pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar Yanghee Lee.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Undangan dibuat dalam rangka melaksanakan Rencana Aksi Rakhine, yang dikembangkan setelah pertemuan pada 26-27 Juni dengan anggota Pusat Koordinasi Darurat (ECC), pejabat PBB, wakil-wakil masyarakat sipil dan pejabat dari Pusat Perdamaian Myanmar, katanya.
Pemerintah Myanmar, memerintahkan organisasi pemenang Hadiah Nobel itu untuk meninggalkan negara bagian Rakhine pada akhir Februari di tengah tuduhan bias, mendukung populasi Muslim. Sebulan kemudian, semua LSM Internasional menarik diri dari negara itu setelah kantor mereka menjadi sasaran ekstrimis Rakhine. Setelah itu kemudian diizinkan untuk kembali, namun pemerintah negara bagian mengatakan tidak akan mengizinkan MSF untuk melanjutkan kegiatannya di Rakhine.
Sebelum dilarang beroperasi, pemerintah dan warga Buddha Rakhine marah karena mereka beranggapan MSF memperlakukan istimewa 22 Muslim Rohingya yang menyebabkan pecahnya kekerasan di Maungdaw pada Januari. PBB mengatakan, setidaknya 40 orang tewas dalam pertempuran itu namun, pemerintah membantah ada korban yang serius.
Selama pertemuan ASEAN di Nay Pyi Taw bulan lalu, Menteri Informasi U Ye Htut, juru bicara Kantor Presiden, mengatakan MSF telah membuat beberapa “kesalahan di masa lalu”, termasuk gagal melakukan transparan tentang kegiatannya, dan itu adalah tanggung jawab MSF untuk “menemukan solusi menjalankan operasi mereka dengan lancar di negara bagian Rakhine”.(T/P004/R11)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)