Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mudik Simbol Kebersamaan

Redaksi Editor : Arif R - 1 jam yang lalu

1 jam yang lalu

13 Views

T Lembong Misbah

Oleh T. Lembong Misbah, Dosen Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

MUDIK, sebuah tradisi yang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia menjelang Hari Raya Idul Fitri, selalu menghadirkan kisah penuh makna. Setiap tahun, puluhan juta orang berbondong-bondong meninggalkan kota-kota besar untuk pulang ke kampung halaman, bertemu dengan keluarga, dan merayakan kebersamaan.

Tahun lalu, tercatat 193,6 juta pemudik, sebuah angka yang mencerminkan betapa mendalamnya makna mudik dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Bagi banyak orang, mudik bukan sekadar perjalanan fisik yang menempuh jarak ratusan bahkan ribuan kilometer, tetapi lebih dari itu, mudik adalah perjalanan spiritual dan emosional yang mempererat ikatan antar sesama, terutama antar keluarga dan saudara yang terpisah oleh jarak dan waktu.

Di balik kemacetan dan lelahnya perjalanan, mudik seakan menjadi ritual wajib setiap tahun. Masyarakat rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mengorbankan kenyamanan, dan menempuh perjalanan panjang demi bisa berkumpul dengan keluarga di kampung halaman.

Baca Juga: Dakwah yang Menggugah: Ketika Etika dan Adab Menjadi Kunci Keberhasilan

Meski kadang harus menghadapi kondisi yang melelahkan, rasa rindu yang mendalam dan keinginan untuk mempererat hubungan dengan orang-orang terdekat membuat mudik menjadi sebuah kegiatan yang penuh pengorbanan namun sangat berharga. Di balik perjalanan panjang tersebut, ada harapan agar tali silaturahmi yang mungkin sudah lama terputus dapat tersambung kembali, dan hubungan kekeluargaan yang sudah lama terjalin dapat dipererat.

Fenomena mudik ini menjadi wujud nyata dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengingatkan umat-Nya untuk menjaga hubungan dengan keluarga dan kerabat dekat.

Dalam Surah Al-Isra’ ayat 26, Allah berfirman, “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.” Ayat ini menggambarkan betapa pentingnya menjaga tali silaturahmi dengan keluarga, terutama dengan mereka yang ada di kampung halaman.

Mudik, dalam konteks ini, menjadi sarana untuk memenuhi kewajiban agama dalam menjaga hubungan baik dengan keluarga, terutama orang tua dan sanak saudara yang tinggal jauh. Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.

Baca Juga: Tunaikan Zakat Fitrah, Penyempurna Puasa Ramadhan

Hadis tersebut menunjukkan bahwa menjaga silaturahmi, yang termasuk dalam bentuk mudik, akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, baik itu berupa kelancaran rezeki maupun panjangnya umur.

Namun, bukan hanya dari sisi ukhuwah Islamiyah yang bisa kita lihat dalam fenomena mudik, tetapi juga dari sisi ukhuwah wathaniyah. Ukhuwah wathaniyah, yaitu persaudaraan yang berlandaskan rasa kebangsaan, juga tampak jelas dalam tradisi mudik. Indonesia, dengan segala keragamannya, adalah bangsa yang kaya akan perbedaan suku, agama, budaya, dan adat istiadat.

Mudik, yang menghubungkan berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda-beda, menjadi simbol persatuan di tengah perbedaan tersebut. Ketika pemudik yang berasal dari berbagai daerah saling bertemu di kampung halaman, mereka membawa berbagai nilai budaya yang bisa saling menguatkan dan memperkaya. Meskipun berbeda-beda, mereka tetap satu dalam kebersamaan sebagai sesama anak bangsa.

Mudik juga menjadi kesempatan untuk memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas antar sesama. Di tengah-tengah kesibukan hidup yang semakin individualistik, mudik memberikan ruang bagi masyarakat untuk kembali berkumpul dengan keluarga dan teman-teman lama. Proses saling berbagi cerita, mengenang masa lalu, dan berbagi kebahagiaan menjadi bagian tak terpisahkan dari momen mudik. Rasa kebersamaan yang tercipta selama mudik memberikan dampak positif tidak hanya bagi hubungan keluarga, tetapi juga bagi masyarakat secara umum.

Baca Juga: Taktik Baru Hamas Jika Pasukan Israel Lakukan Serangan Darat ke Gaza

Pun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena ini juga menimbulkan tantangan besar. Setiap tahun, saat musim mudik tiba, jalan-jalan di Indonesia dipenuhi kendaraan yang membawa pemudik, menciptakan kemacetan yang parah dan meningkatkan risiko kecelakaan. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk mudik, mulai dari biaya transportasi hingga penginapan dan oleh-oleh, tidak bisa dianggap remeh.

Banyak orang yang terpaksa mengeluarkan pengeluaran besar demi memenuhi keinginan untuk pulang kampung. Bagi mereka yang tidak mampu, perasaan sedih dan kecewa seringkali menghinggapi, karena mereka merasa kehilangan momen kebersamaan dengan keluarga yang jauh.

Oleh karena itu, tantangan terbesar dalam mudik adalah bagaimana agar perjalanan ini bisa dilakukan dengan aman, nyaman, dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini, memiliki peran yang sangat penting untuk memperbaiki infrastruktur dan sistem transportasi, agar perjalanan mudik dapat berlangsung lancar dan aman. Selain itu, peningkatan kualitas layanan transportasi juga sangat diperlukan, mengingat jumlah pemudik yang terus meningkat setiap tahunnya. Penyempurnaan sistem transportasi dan pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah menjadi langkah penting untuk mendukung kelancaran mudik.

Selain aspek praktis tersebut, kita juga tidak boleh melupakan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi mudik. Budaya Indonesia yang penuh dengan gotong-royong, kebersamaan, dan penghargaan terhadap keluarga, tercermin jelas dalam tradisi ini. Mudik menjadi momen yang sangat berharga bagi banyak orang untuk kembali ke akar mereka, mengenang masa kecil, dan menyambung hubungan dengan orang-orang yang paling penting dalam hidup mereka. Bahkan dalam kehidupan yang serba modern ini, dengan adanya teknologi dan komunikasi yang canggih, mudik tetap menjadi cara terbaik untuk merajut kembali hubungan emosional yang mungkin terabaikan.

Baca Juga: 17 Fakta Menarik tentang Masjid Al-Aqsa

Di sisi lain, mudik juga berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian. Banyak daerah yang mengandalkan kedatangan pemudik untuk meramaikan pasar dan meningkatkan perekonomian lokal. Pemudik seringkali membawa oleh-oleh khas daerah, yang pada gilirannya membantu mempromosikan produk lokal dan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat setempat. Namun, dampak positif ini hanya bisa tercapai jika mudik dilakukan dengan perencanaan yang matang, baik oleh pemudik itu sendiri maupun oleh pihak berwenang.

Mudik adalah tradisi yang mengandung nilai luhur dan penuh makna. Lebih dari sekadar perjalanan fisik, mudik adalah perjalanan spiritual yang mempererat hubungan antar sesama, baik itu dalam konteks ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, maupun ukhuwah insaniyah. Melalui mudik, kita belajar untuk menghargai dan memperkuat ikatan kekeluargaan, kebersamaan, dan rasa persaudaraan yang ada dalam diri setiap individu.

Meskipun ada berbagai tantangan yang perlu dihadapi, seperti kemacetan dan biaya yang tinggi, esensi dari mudik tetaplah sebuah usaha untuk mempererat hubungan sosial dan membangun kedamaian di tengah keberagaman. Mudik adalah simbol kebersamaan, dan melalui tradisi ini, kita berharap bisa membangun ukhuwah yang lebih kuat di masa depan. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Al-Jama’ah: Pilar Kebangkitan Umat Islam

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Kolom
Indonesia