Yerusalem, 1 Rajab 1438/29 Maret 2017 (MINA) – Mufti Agung Yerusalem mengatakan bahwa penahanan penjaga keamanan kompleks Al-Aqsha oleh Israel “tidak dapat diterima”.
Sebelumnya, polisi Israel menahan beberapa penjaga yang bekerja di kompleks Masjid Al-Aqsha di Al-Quds (Yerusalem Timur) yang diduduki awal pekan ini.
Sebelum ditangkap, para penjaga mencegah seorang arkeolog Israel yang mencoba menghilangkan batu dari situs suci bagi tiga agama itu.
Baca Juga: Banyak Tentara Israel Kena Mental Akibat Agresi Berkepanjangan di Gaza
“Saya yakin polisi Israel mencoba untuk memaksakan realitas baru dan mencoba untuk mengintimidasi para penjaga Al-Aqsha dan menghentikan mereka melakukan tugasnya,” kata Mufti Muhammad Hussein kepada Al Jazeera yang dikutip MINA. “Itu tidak dapat diterima.”
Konfrontasi awal terjadi pada Senin (27/3) pagi setelah penjaga di Al-Aqsha melarang pekerjaan Yuval Baruch yang dipekerjakan oleh Otoritas Benda Antik Israel.
Saat itu Baruch dikawal oleh polisi Israel memasuki kompleks dan mencoba untuk mengambil batu dari pilar di bagian bawah tanah Masjid Qibli.
Pertengkaran pun terjadi ketika salah satu penjaga melihat Baruch mencongkel sepotong kecil batu dari pilar dan menempatkan di sakunya. Namun, Baruch membantah mencoba untuk melenyapkannya.
Baca Juga: Dipimpin Ekstremis Ben-Gvir, Ribuan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Ibrahimi
Polisi Israel kemudian mengevakuasi Baruch dari daerah itu, tapi kemudian dia mencoba masuk kembali ke ruang doa Marwani di bawah tanah. Penjaga Al-Aqsha cepat mencegahnya masuk.
Menurut badan Wakaf Islam Yerusalem yang bertugas mengelola kompleks Al-Aqsha, polisi Israel kembali ke kawasan itu lalu menangkap tiga penjaga.
Polisi Israel kemudian menggerebek rumah empat penjaga lainnya dan menangkap mereka, sebelum menahan penjaga lain pada hari Selasa (28/3).
Hingga Selasa malam, enam penjaga kompleks Al-Aqsha tetap dalam tahanan polisi Israel.
Baca Juga: Puluhan Ekstremis Yahudi Serang Komandan IDF di Tepi Barat
Mufti Hussein menuntut agar Israel menghormati status quo yang telah berlaku sejak sebelum Israel menduduki Al-Quds pada tahun 1967.
Menurut perjanjian yang ditandatangani antara pemerintah Yordania dan Israel tak lama setelah Al-Quds diduduki, orang-orang Yahudi dan non-Muslim diperbolehkan mengunjungi kompleks itu, tapi dilarang beribadah.
Perjanjian tersebut juga menempatkan Wakaf Islam sebagai penanggung jawab administrasinya. (T/RI-1/RS2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat