muslimah-inggirs-mab-demo-hijab.jpg">muslimah-inggirs-mab-demo-hijab-300x246.jpg" alt="muslimah-inggirs-mab-demo-hijab" width="300" height="246" />Moskow, 23 Jumadil Akhir 1436/13 Feb 2015 (MINA) – Mufti (pemimpin ummat Islam) Rusia, Ravil Gainutdin, telah mengirim surat permohonan kepada Presiden Putin untuk membela hak perempuan Muslim mengenakan jilbab di sekolah-sekolah dan universitas.
Ravil Gainutdin menjelaskan surat tersebut ditulisnya didorong oleh Mahkamah Agung Rusia yang menyidangkan larangan pemakaian penutup kepala pada Muslimah di sekolah-sekolah.
Larangan seperti itu sebelumnya telah diberlakukan di Republik Mordovia, demikian Muslimvillage yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat.
Dalam surat itu Mufti juga mengingatkan Putin tentang meningkatnya pemakian hijab di seluruh dunia sehingga pada 1 Februari lalu dunia memperingati “Hari Hijab Internasional”.
Baca Juga: Diplomat Rusia: Assad dan Keluarga Ada di Moskow
Ia juga menghubungkan hijab sebagai sudah menjadi bagian dari pakaian tradisional wanita Rusia sejak lama.
“Saya berbicara kepada anda sebagai mufti dan sebagai seorang ayah, tolong lindungi nilai-nilai adat kita, melindungi putra-putri dan cucu kita untuk masa depan negara,” tulis Gainutdin dalam surat terbuka yang diterbitkan pada Rabu di website Dewan Mufti Rusia.
Mufti menekankan kontroversi pemakaian jilbab adalah karena fihak non-Muslim memiliki pemahaman yang salah tentang jilbab, baik makna dan peraturan yang mengatur penggunaannya.
“Hijab berarti “jilbab” dalam bahasa Arab dan Islam tidak menuntut setiap orang memakai semacam seragam, hanya menyatakan prinsip kesederhanaan dan bukan telanjang, “tulisnya.
Baca Juga: Penulis Inggris Penentang Holocaust Kini Kritik Genosida Israel di Gaza
Gainutdin juga mengklaim bahwa pakaian yang digunakan Muslimah itu adalah serupa dengan yang digunakan pemeluk agama-agama Ibrahim lainnya.
Dia menunjukkan, apa yang dibolehkan di daerah-daerah mayoritas Muslim di Rusia, seperti Tatarstan dan Chechnya, adalah bukti kebijakan pemerintah sekuler yang tidak ikut campur dalam isu-isu agama.
Mufti melanjutkan pengaruh asing menjadi sebab kontroversi jilbab.
“Melalui ‘isu jilbab’ musuh Islam memaksakan kita untuk intoleransi, anti-demokrasi dan hormat kepada tradisi Eurasia berupa persahabatan antar-etnis. Mereka mempolitisasi masalah keluarga dan rumah tangga. Dengan membuat pakaian sederhana, mereka berusaha menggantinya dengan yang bermotif dan mengikuti trend ala Rusia, “kata Gainutdin.
Baca Juga: Polandia Komitmen Laksanakan Perintah Penangkapan Netanyahu
Tidak ada tanggapan
Menjelang akhir 2012, Vladimir Putin menentang jilbab di sekolah, dengan mengatakan, semua orang harus menghormati agama, tapi Rusia adalah negara sekuler.
“Kita harus melihat tetangga kita, bagaimana negara-negara Eropa menangani masalah ini [memakai jilbab]. Dan semuanya akan menjadi jelas,” kata Putin.
Baca Juga: Ratusan Ribu Warga Spanyol Protes Penanganan Banjir oleh Pemerintah
Namun, ia menekankan, keputusan tentang masalah ini hanya dapat dilakukan dalam bentuk yang dapat diterima – sehingga tidak ada yang terluka – dan setelah berdiskusi dengan ulama.
Pada Juli 2014, Mahkamah Agung Rusia melarang penggunaan jilbab dan lainnya di sekolah-sekolah, menyusul keluhan dari daerah Stavropol, selatan Rusia. Beberapa bulan sebelumnya, pemerintah daerah itu memerintahkan semua sekolah untuk menggunakan pakaian biasa.
Muslim setempat membawa masalah itu ke pengadilan dengan alasan peraturan tersebut melanggar kebebasan beragama, Islam mewajibkan semua wanita mengenakan jilbab khusus yang disebut jilbab, yang menutupi rambut dan leher mereka.
Pengadilan itu mengklaim, menurut hakim, peraturan sekolah tentang pakaian tidak mencegah umat Islam dari keyakinannya kepada Allah dan karena itu tidak melanggar hak siapa pun. Mahkamah Agung pada akhir persidangan menolak banding atas perkara itu .(T/P004/P2)
Baca Juga: Oxford Union Menyatakan Rezim ‘Apartheid’ Israel Lakukan Genosida
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)