Jakarta, MINA – Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam (LPLH & SDA) MUI akan menyelenggarakan diskusi panel tentang penerapan masjid ramah lingkungan di Indonesia. Kegiatan itu digelar jelang konferensi nasional masjid ramah lingkungan pada November mendatang.
Pembahasan terkait masjid ramah lingkungan sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Masjid ramah lingkungan sangat erat kaitannya dengan isu perubahan iklim yang terjadi di setiap daerah. Indonesia sendiri merupakan wilayah yang sangat rentan dengan perubahan iklim.
Menurut Ketua LPLH dan SDA MUI, Hayu Prabowo, perubahan iklim dapat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
“Saat ini, bencana yang terjadi di Indonesia telah mencapai 80 persen,” ujar Hayu Prabowo, Jumat (21/10).
Hayu berpendapat, perubahan iklim dapat memberikan dampak dan risiko yang cukup besar, diantaranya adalah kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan, kerusakan ekosistem laut, penurunan kualitas kesehatan hingga kelangkaan pangan.
“DKI Jakarta setiap tahunnya mengalami penurunan antara 0,1 – 8 cm, di Bandung berkisar 0,1 – 4,3 cm, di Cirebon berkisar 0,28 – 4 cm per tahun, di pekalongan berkisar 2,1 – 11 cm pertahun, di Semarang berkisar 0,9 – 6 cm per tahun, dan di Surabaya berkisar 0,3 – 4,3 per tahun,” imbuhnya.
Menanggapi berbagai perubahan iklim yang terjadi, Ketua LPLH dan SDA MUI mengingatkan bahwa masjid harus siap menghadapinya. Salah satu bentuk kesiapan itu, dengan menjadi masjid yang ramah lingkungan.
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Untuk menjadi masjid yang ramah lingkungan, terdapat beberapa strategi yang harus diterapkan, yakni harus bisa beradaptasi melakukan penyesuaian umat dengan perubahan iklim saat ini dan mendatang.
Selain itu, juga intervensi umat untuk mengurangi emisi dan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca.
Selaras dengan hal tersebut, Ia juga menyampaikan bahwa masjid yang ramah lingkungan itu mencakup tiga hal. Pertama,idarah/pengurus, yang meliputi dakwah bil lisan dan bil hal serta penguatan kapasitas dan jejaring.
Kedua, Imarah/jamaah, dalam hal ini meliputi tuntutan agama, life skill dan jejaring sosial.
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah
Sedangkan yang ketiga adalah riayah/bangunan, dalam hal ini meliputi simpan air, hemat air, jaga air dan standar operasional. (R/R4)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.