Jakarta, MINA- Lembaga Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Menyikapi Modus Pemurtadan dan Mualaf dalam Dakwah Terdepan” di Jakarta Pusat, Senin (23/10).
Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan, mengatakan, perkawinan beda agama, meskipun bukan menjadi modus pemurtadan yang baru, namun tetap perlu menjadi perhatian serius semua pihak.
“Dalam UU No 1 tahun 1974 jelas disebutkan, kalau perkawinan itu sah jika dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Karena itu, menjadi tanggung jawab kita semua, terutama para aktivis, untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat,” imbuhnya.
Apalagi kata Buya Amirsyah, pernikahan beda agama jelas-jelas memberikan kerusakan (mafsadat), yakni pemurtadan.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
FGD ini dibagi dalam dua sesi.
Sesi pertama membahas model baru pemurtadan.
Ketua Panitia Focus Group Discussion MUI, Ustaz Nazar Haris mengatakan, diskusi FGD ini, bertujuan menyikapi munculnya modus pemurtadan baru di Indonesia.
“Dahulu pemurtadan dilakukan lewat perkawinan, sekarang modusnya sudah berkembang, modusnya bukan sekadar itu saja,” kata ustaz Nazar yang juga Anggota Dewan Pertimbangan MUI.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Dr Teten Romli Qomaruddin Pengurus Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, mengatakan, salah satu model pemurtadan baru adalah penyesatan terminologi dalam istilah-istilah Islam.
“Beberapa terminologi yang disesatkan adalah ummatan wasathan, rahmatan lil alamin, dan ahlul kitab. Demikian pula diksi intoleran mereka belokkan,” ujarnya,
Karena itu, kata Tetan, para ulama perlu meletakkan kembali diksi Islam yang tepat kepada istilah-istilah tersebut.
Selain itu Dandy Tan, seorang mualaf, mengatakan, metode baru pemurtadan, selain pernikahan dan pacaran, juga pluralisme, pengadaan atau perbaikan fasilitas umum, jabatan di pemerintahan, ekonomi, media, dan bencana alam.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
Sesi kedua membahas pemurtadan dan perseteruan di lapangan dengan pembicara Ustaz Fadlan Gharamatan, Ulama dan Tokoh Papua, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat Shalahuddin al Ayubi, dan Drs Ketua LDK MUI Drs Abu Deedat Syihabuddin.
Hadir juga dalam diskusi tersebut, Dr KH Muhyidin Junaidi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI. (R/JM/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta
(R/R4)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru