Jakarta, 12 Ramadhan 1437/17 Juni 2016 (MINA) – Mendengar atau membaca tentang air limbah, apalagi dari toilet dan pencucian kotoran, niscaya akan terbayang kondisi air yang kotor, bahkan juga menjijikkan dan membahayakan kesehatan.
Dan dari sisi keagamaan, air limbah yang berasal dari air limbah toilet dan tempat cucian itu bisa dikategorikan sebagai air bernajis yang tidak bisa dipergunakan untuk bersuci, seperti berwudhu dan mandi junub.
Namun karena kelangkaan sumberdaya air, dengan biaya yang relatif tinggi untuk pengadaannya, terutama di ibukota Jakarta, maka manajemen Rumah Sakit Mitra Keluarga melakukan proses daur-ulang atas sumberdaya air yang dimilikinya.
Dalam prosesnya, air limbah rumah sakit yang berasal dari air limbah toilet dan tempat cucian, diendapkan terlebih dahulu di dalam tempat penampungan.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Kemudian didaur-ulang menggunakan alat-alat filtrasi (penyaringan), dengan bahan-bahan kimia, seperti karbon aktif, klorin, asam sitrat, sodium hipoclorid, dll. Hasil uji laboratorium untuk air limbah yang telah didaur-ulang telah memenuhi standar air bersih. Air hasil daur-ulang itupun kemudian dipergunakan untuk keperluan MCK.
Pembahasan Fatwa
Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. Dr. H. Hasanuddin AF., M.A., mengemukakan berkenaan dengan air limbah rumah sakit yang diproses daur-ulang ini, “Memang kami mendapat laporan hasil audit dari LPPOM MUI tentang air limbah dari rumah sakit tersebut. Sebagai limbah, jelas air itu kotor dan bernajis. Kemudian diproses daur-ulang sehingga menjadi air yang bersih.”
Namun, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menambahkan, menurut pandangan awal para anggota Komisi Fatwa MUI, air bersih itu belum tentu suci. Kondisi itu merupakan titik yang kritis; apakah air yang sudah bersih itu bisa dikategorikan suci dan mensucikan, ataukah tidak. Karena air itu dipergunakan untuk bersuci, seperti berwudhu, mandi janabah, dan mencuci prabot-prabotan.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Dalam hal ini, proses pensucian air yang bernajis itu ada tiga cara. Pertama dikuras air kotornya, sehingga yang kemudian keluar adalah air yang bersih, seperti air di sumur. Kedua, diguyur dengan banyak air yang bersih dan suci secara syar’i, sehingga air yang bersih dan sucinya itu menjadi lebih banyak dari air yang semula bernajis.
Dan yang ketiga, dengan proses pengendapan, penyaringan yang bertahap, dan cara perlakuan kimiawi. Sehingga air yang semula kotor, bernajis, dapat menjadi bersih dan suci. Dan menurut ketentuan syariah, air yang bersih dan suci itu, harus hilang bau, rasa dan warna najisnya itu, menjadi air mutlak.
Hal ini berdasarkan Hadits Nabi saw yang menyebutkan, “Sesungguhnya air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.” (H.R. Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, dan Ahmad). Hadits ini secara Manthuq (makna tekstual), air mutlak secara asalnya adalah suci sampai berubah rasa, bau atau warnanya.
Dari pembahasan Komisi Fatwa MUI, dan melihat sendiri contoh air yang telah diproses daur-ulang itu, ternyata sesuai dengan kaidah syariah. Yakni dari sisi warnanya, baunya, dan aroma atau rasanya, sebagai Air Mutlak.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
“Setelah kami periksa dengan seksama, ternyata ketiga kaidah syariah itu, telah terpenuhi dan terdapat pada air yang diproses daur-ulang itu. Yakni dengan rangkaian prosesing seperti pengendapan, penyaringan yang bertahap, dan cara perlakuan kimiawi. Maka para anggota Komisi Fatwa MUI sepakat, air dari proses daur-ulang itu sebagai Air Mutlak yang suci dan mensucikan,” Ketua Komisi Fatwa ini menandaskan.
Selain kesesuaian dengan kaidah syariah, air dari proses daur-ulang itu telah pula diteliti oleh Badan POM RI, dan menyatakan, memenuhi standar air bersih. Dan memang, selama ini telah berlangsung kerjasama kemitraan antara LPPOM MUI dengan Badan POM.
Sehingga semua produk yang disertifikasi halal oleh LPPOM MUI dan difatwakan oleh Komisi Fatwa MUI, terlebih dahulu harus telah lolos pemeriksaan oleh Badan POM. (T/R05/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal