Jakarta, MINA – Pemerintah menganulir aturan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tentang penutupan rumah ibadah.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah, KH Cholil Nafis mengapresiasi pemerintah yang menganulir aturan PPKM dan kembali membuka rumah ibadah.
“Pada aturan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menutup rumah ibadah baik masjid, musala, gereja, vihara, klenteng dan lainnya. Peraturan ini tertuang dalam Instruksi Menteri dalam Negeri (Inmendagri) No. 15/2021 yang berisi: Tempat ibadah (Masjid, Musala, Gereja, Pura, Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara,” begitu bunyi aturan Diktum Ketiga huruf g dalam Inmendagri No. 15/2021,” kata Kiai Cholil diterima laman MUI, Ahad, (11/7).
Menanggapi isi Instruksi Mendagri (Inmendagri) yang lama tersebut, Kiai Cholil kurang setuju karena kata “ditutup” bisa diartikan masyarakat sebagai penutupan total fungsi masjid sebagai rumah ibadah.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
“Kurang tepat bila hanya melihat masjid sebagai rumah ibadah, padahal masjid bisa dijadikan tempat syi’ar dan pusat edukasi, sangat disayangkan bila masjid betul-betul ditutup,” ujar Kiai Cholil.
Setelah MUI keberatan, pemerintah mengeluarkan aturan revisi yang menyatakan bahwa rumah ibadah dibuka kembali dengan ketentuan tidak mengadakan peribadatan atau keagamaan berjamaah selama PPKM Darurat.
Aturan tersebut terdapat dalam revisi Inmendagri No. 19/2021 yang berbunyi sebagai berikut: “Kepada Gubernur, Bupati/Wali Kota untuk melaksanakan Diktum Ketiga huruf g dan huruf k Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 15 tahun 2021 yang diubah menjadi: I. Huruf g, tempat ibadah (Masjid, Musala, Gereja, Pura, Vihara, Klenteng serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah), tidak mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM Darurat dan mengoptimalkan pelaksanaan ibadah di rumah,”
Meski mengapresiasi keputusan pemerintah, Kiai Cholil berpendapat isi peraturan tersebut masih belum tegas dan bias makna.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
“Terdapat kalimat membatasi kegiatan beribadah di dalam Inmendagri harusnya dibuat lebih jelas lagi, tentang fungsi masjid tidak apa bila jadi tempat syi’ar asal tidak menimbulkan kerumunan,” tutur Kiai Cholil.
“Perlu diatur sampai mana batasan masyarakat bisa melaksanakan ibadah, kami memberi saran pada pemerintah agar daerah zona merah harus lebih diperketat protokol kesehatannya,” imbuhnya.
Beberapa protokol itu jelas Kiai Cholil, seperti pemberlakuan pengecekan suhu dan batas kapasitas di masjid, apabila sudah berlebih jangan lagi menampung jamaah yang bisa menimbulkan kerumunan.
“Terkait hal tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah untuk beri edukasi pada takmir-takmir masjid. Bagi masyarakat juga mohon kerjasamanya apabila ada tanda-tanda demam sebaiknya tidak perlu pergi ke masjid,” ujar Kiai Cholil.
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta
Menurutnya Kiai Cholil, kegiatan yang bisa dilakukan di masjid yakni memfungsikan rumah ibadah tersebut sebagai posko penanganan Covid-19, dalam hal edukasi pencegahan penularan maupun batuan sosial dan ekonomi.
Kiai Cholil juga menjelaskan kegiatan syi’ar agama dapat dilakukan via daring untuk mencegah kerumunan di masjid. “Bisa dibuat video dari masjid lalu disyiarkan sehingga masyarakat bisa melihat tontonan tersebut atau misalnya qurban nanti karena masyarakat tidak boleh berkerumun dibuat jadi video shooting saja. Intinya, masjid tidak perlu ditutup karena hal ini,” katanya.
Kiai Cholil pun menyampaikan harapannya pada pemerintah agar lebih serius dan disiplin dalam mengatasi kasus Covid-19.
Dalam pandangannya, Pemerintah dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat taat pada hukum dan protokol kesehatan yang berlaku.
Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru
“Bagaimana caranya? Dimulai dari aspek keadilan masyarakat harus diperhatikan, seperti dibatasinya akses antarwilayah. Selain memberlakukan pembatasan akses antarwilayah hendaknya akses dari luar Indonesia pun diberlakukan hal yang sama,” tandas Ketua Bidang Dakwah MUI ini.
“Jadi tidak sekadar pembatasan secara prosedural namun juga atas dasar keadilan,” pungkas sosok asal Madura ini. (R/R4/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)