Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MUI Bahas Kedudukan Hukum SKB 3 Menteri Soal Seragam

kurnia - Sabtu, 20 Februari 2021 - 10:28 WIB

Sabtu, 20 Februari 2021 - 10:28 WIB

17 Views ㅤ

Jakarta, MINA — Keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Soal Atribut Keagamaan Seragam Sekolah masih menjadi polemik. Apakah SKB masuk dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia atau tidak.

Hal inilah yang menjadi topik diskusi Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat, dalam keterangan pers, Sabtu (20/2).

Diskusi diikuti 200 lebih peserta ini dibuka Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud. Sementara pembicara terdiri dari tiga orang yaitu Mantan Ketua Komisi Yudisial Prof Aidul Fitriciada Azhari,  Guru Besar Hukum Universitas Parahyangan Prof Asep Warian Yusuf, dan mantan Dirjen PP Kemenkumham Dr Wicipto Setiadi.

Wakil Sekjen Komisi Hukum dan HAM MUI Aulia Khasanova menjadi moderator dalam diskusi ini.

Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa

Saat membuka diskusi, Marsudi Syuhud menyoroti bagaimana agar hukum selain berisi kemaslahatan materi, juga kemaslahatan ruhani. Ia juga mengomentari apakah SKB memang diperlukan dan bila dibutuhkan, bagaimana bentuk yang paling maslahat.

“Ini yang harus didiskusikan, agar bertemu rumusan yang tepat, sehingga SKB tiga menteri tidak seperti aturan karet yang bisa ditarik ke kanan ke kiri semaunya sendiri,” ujarnya.

Prof Aidul Fitriciada Azhar menyoroti posisi SKB secara mendalam. Dia melihat bahwa sejak lama, SKB ini memang dipersoalkan kedudukannya. Dari sisi nomenklatur (penamaan), SKB ini semestinya menyangkut hal administratif yang sifatnya penetapan. Namun yang terjadi, SKB malah menjadi semacam peraturan. Padahal, umumnya, seperti yang ada di daerah, nomenklatur peraturan adalah peraturan. Sementara nomenklatur keputusan adalah hasil dari penetapan, bukan peraturan.

“Ada tiga jenis peraturan, peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan penetapan keputusan. Peraturan UU masuk dalam legislasi/peraturan, sementara peraturan kebijakan, masuk dalam administrasi berupa keputusan atau penetapan. Apakah SKB ini masuk peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan?” ujarnya.

Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka

Dikatakannya, peraturan perundang-undangan mengikat secara umum. Sementara peraturan kebijakan hanya mengikat kepada badan penyelenggara pemerintah, tidak mengikat secara umum. Peraturan kebijakan ini bisa berbentuk pedoman pelaksanaan sesuatu dan hanya mengikat lembaga/badan di bawahnya.

Menurut Guru Besar Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini, polemik kedudukan SKB ini sebenarnya sudah lama ada. Pada 2011, ada uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Agung terkait SKB Komisi Yudisial dan MA tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dari sepuluh kode etik yang ada di situ, dua di antaranya dianggap bermasalah karena menyangkut kewenangan kemandirian peradilan.

“Membaca status SKB-nya, kelihatan bahwa Kementerian Agama semestinya tidak masuk di dalam kewenangan di sekolah untuk seragam ini, karena yang bermasalah ini sekolah non-agama, sekolah di bawah dinas, bukan di bawah Kementerian Agama,” katanya.

Selain polemik di tingkat pusat, lanjut dia, SKB sendiri menghadapi masalah dengan kedudukan peraturan daerah. Sebab, untuk masalah pendidikan, kata dia, sudah selayaknya diserahkan kepada peraturan daerah. Bagaimana batas antara kewenangan daerah dan pusat ini harus diperjelas.

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

“Pendidikan adalah urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah dan merupakan enam dari urusan yang menjadi urusan pelayanan dasar. Itu wajib dilaksanakan dan merupakan pelayanan dasar.

Maka pendidikan itu adalah kewenangan daerah yang dikelola dinas pendidikan, apakah pusat bisa mencampuri, nah ini persoalan yang sering muncul, biasanya ada standar pelayanan minimum yang ditetapkan pusat. Persoalannya, apakah seragam masuk ke dalam itu?, kata dia mempertanyakan. (R/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia