Jakarta, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa dana haji yang jumlahnya mencapai Rp90 triliun harus dikelola sesuai prinsip syariah yang mempertimbangkan aspek keamanan, manfaat, likuiditas, sesuai sesuai dengan perundang-undangan.
“Hal tersebut sesuai dengan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Tahun 2012 di Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat,” kata Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi dalam keterangan persnya yang diterima MINA, Senin (31/7).
Berdasarkan fatwa tersebut, kata Zainut, setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Kementerian Agama boleh dikelola untuk hal positif.
“Antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk dan investasi lainnya yang sesuai dengan syariah,” katanya.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Hasil investasi dana haji tersebut merupakan milik calon haji yang dapat dimanfaatkan sebagai penambah dana simpanan calon haji atau pengurang biaya haji yang riil/nyata. Fatwa MUI pun menyebutkan bahwa sebagai pengelola, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berhak mendapatkan imbalan yang wajar.
Meski demikian, MUI mengimbau BPKH tetap berhati-hati dan melakukan kajian yang mendalam terkait langkah tersebut. BPKH diminta berkonsultasi dengan MUI sebelum menetapkan pilihan investasi.
“Yang harus dipastikan adalah investasi tersebut harus dijamin aman secara syar’i dan aman secara ekonomi,” ujarnya.
Wacana alokasi dana haji untuk infrastruktur bermula dari pernyataan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro. Dia menilai total setoran dana haji ke Kementerian Agama saat ini lebih dari Rp90 triliun yang dapat diserap ke proyek infrastruktur, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
Bambang menekankan perlunya pengelolaan oleh BPKH. Investasi dana haji untuk pun harus mendapatkan imbal hasil yang bagus. Proyek yang akan dibiayai juga harus dipilih dengan cermat.
Namun belakangan, Bambang mengklarifikasi pernyataannya. Berbicara di Hotel Fairmont, Kamis (28/7) kemarin, menyatakan bahwa salah besar jika wacana alokasi dana haji untuk infrastruktur diartikan sebagai belanja barang. Padahal, itu adalah bentuk investasi.
“Ada keselahpahaman istilah penggunaan dana haji untuk infrastruktur. Kata ‘penggunaan’ ini kalau diartikan belanja atau spending, ada dana haji Rp90 triliun dibelanjakan Rp10 triliun untuk infrastruktur itu salah. Karena tidak boleh. Dana haji milik orang yang berkeinginan haji. Tapi kalau penggunaan tadi itu dinterpretasikan bukan spending tapi investasi, itu boleh,” kata Bambang.
Bambang yang juga sebagai Sekretaris Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menggarisbawahi bahwa dana haji sebisa mungkin tidak mengendap di perbankan. Melainkan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan dari orang yang akan berhaji. (L/R06/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)