Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MUI Dorong Gerakan “Selamatkan Pangan” untuk Atasi Krisis Limbah dan Kelaparan

Rana Setiawan Editor : Rudi Hendrik - 50 detik yang lalu

50 detik yang lalu

0 Views

Peluncuran Policy Draft "Selamatkan Pangan" oleh Lembaga PLH-SDA MUI bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI di Jakarta, Kamis (28/8/2025).(Foto: IST)

Jakarta, MINA – Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) mendorong lahirnya Gerakan Selamatkan Pangan (GERSEP) sebagai solusi strategis menghadapi krisis limbah makanan dan meningkatnya ancaman kelaparan.

Gerakan tersebut ditegaskan melalui Policy Draft Selamatkan Pangan yang diluncurkan MUI bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Program tersebut juga sejalan dengan inisiatif pemerintah membentuk Waste Crisis Center sebagai respon atas darurat sampah nasional.

Ketua LPLH-SDA MUI, Dr. Hayu Prabowo, mengatakan pemborosan pangan bukan sekadar masalah teknis, melainkan juga menyangkut aspek moral dan spiritual.

“Setiap butir nasi yang terbuang adalah bentuk tabdzir dan israf yang dilarang agama. Menyelamatkan pangan berarti menjalankan kewajiban moral, sosial, dan ibadah, sekaligus menjaga keberkahan Allah atas bumi ini,” ujarnya saat peluncuran Policy Draft Selamatkan Pangan di Jakarta, Kamis (28/8).

Baca Juga: Indonesia Dinyatakan Menang Sengketa Biodiesel Lawan Uni Eropa di WTO

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pemborosan makanan terbesar di dunia. Data Bappenas 2021 menunjukkan food loss and waste mencapai 23–48 juta ton per tahun atau setara 115–184 kilogram per kapita. Laporan The Economist bahkan menempatkan Indonesia di posisi kedua global dengan rata-rata 300 kg makanan terbuang tiap orang per tahun.

Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup RI, Noer Adi Wardojo, menyatakan pemerintah memperkuat regulasi pengelolaan sampah organik agar dapat diolah menjadi pupuk, sekaligus mencegah pembuangan makanan layak konsumsi.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, dunia usaha, komunitas agama, hingga rumah tangga.

Policy Draft Selamatkan Pangan menawarkan paradigma baru dengan melihat surplus makanan bukan sebagai limbah, tetapi sumber daya berharga. Dokumen ini juga menegaskan ketentuan Fatwa MUI No.41/2014, yang menyatakan membuang makanan hukumnya haram. Langkah konkret yang diusulkan mencakup penerapan regulasi tegas, pemberian insentif ekonomi, penguatan jejaring distribusi, hingga kampanye nasional bertajuk “Selamatkan Pangan – Selamatkan Masa Depan.”

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Lampung, Tak Berpotensi Tsunami

Dengan demikian, penyelamatan pangan bukan sekadar urusan efisiensi, tetapi juga kewajiban syar’i bagi setiap muslim.

“Mengelola pangan adalah bagian dari moralitas untuk mewujudkan keadilan sosial, menjaga kelestarian lingkungan, dan menjalankan perintah agama,” tegas Hayu.

Indonesia kini menghadapi paradoks, menjadi salah satu negara penghasil limbah makanan terbesar, namun masih banyak masyarakatnya yang mengalami kerawanan pangan.

Gerakan Selamatkan Pangan diharapkan mampu membalik kondisi tersebut, menjadikan surplus makanan bukan sebagai beban lingkungan, tetapi sebagai modal sosial untuk ketahanan pangan nasional.

Baca Juga: KAI Terapkan Berhenti Luar Biasa untuk 19 KA Jarak Jauh Imbas Demo di DPR

“Dengan menyelamatkan pangan, kita bukan hanya menyelamatkan bumi, tetapi juga menolong sesama dan menunaikan nilai keimanan,” pungkas Hayu.[]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Polda Metro Jaya Ungkap Mobilisasi Massa Unjuk Rasa Lewat Siaran Langsung TikTok

Rekomendasi untuk Anda