Jakarta, MINA – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr HM Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan fatwa MUI terkait sertifikasi halal, terdiri dari pertama, fatwa standar halal dan kedua, fatwa produk halal.
Ia menjelaskan pada diskusi virtual di Jakarta, Ahad (25/10), fatwa standar halal menjadi acuan bagi produsen, regulator dan masyarakat secara umum untuk menjalankan fungsi-fungsi pelaksanaan sertifikasi halal.
Lebih rinci dikatakan, dalam kelompok fatwa standar halal terdapat dua aspek yakni bahan dan proses. Untuk bahan yakni meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, ketentuan penggunaan barang haram dan najis dan ketentuan penggunaan bahan hewani yang terdiri dari jenis hewan maupun turunannya.
Sementara untuk aspek proses meliputi penyembelihan dan proses Tathhur Syari (barang yang terkena najis, tata cara penyucian, penyucian tanpa menggunakan air).
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Asrorun mengatakan, ketentuan penggunaan barang haram atau najis maupun barang hewani dan sebagainya tidak serta merta tidak diperkenankan.
“Di situlah kemudian ada standar yang ditetapkan melalui fatwa, di sanalah letak pentingnya pelaksanaan sebuah audit secara langsung agar mengetahui prosesnya,” katanya.
Untuk memudahkan produsen makan dirumuskan standar yang diturunkan dalam sistem jaminan halal. Setelah proses tersebut selesai maka barulah ditetapkan fatwa atas produk yang sudah mengikuti standar halal.
Secara umum ia mengatakan penetapan fatwa halal merupakan salah satu bagian dari sejumlah persyaratan sertifikasi halal. (R/R4/P1)
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?