Jakarta, 15 Ramadhan 1438/10 Juni 2017 (MINA) – Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam mengatakan, keberadaan fatwa tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial yang dikeluarkan oleh MUI semata-mata sebagai wujud penyelesaian masalah dari lahirnya media sosial sebagai kemajuan teknologi di tengah masyarakat.
“Fatwa yang dimulai dari Januari hingga launching 13 Mei lalu telah melalui berbagai pendekatan bukan hanya dari literatur agama namun juga yang berhubungan dengan telekomunikasi dan teknologi,” kata Asrorun Niam dalam sebuah Diskusi Media Bedah Fatwa MUI, Muamalah Medsosiah di Jakarta, Jumat (9/6) kemarin.
Asrorun Niam mengatakan, selain berbicara mengenai halal haram juga membahas pedoman dalam mengolah dan memperoleh informasi, contohnya tabayyun (klarifikasi) yang harus mengikuti syarat tertentu.
Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris
“Seperti dalam ilmu hadist ada istilah sanad yang mengaharuskan perawi hadist seorang yang jujur, begitu pun media harus yang kredibel dan bukan media yang dikenal sebagai penyaji berita palsu atau hoax,” kata Asrorun Niam.
Menurutnya, hal yang paling penting dalam tabayyun atau klarifikasi adalah dapat membedakan mana ranah privat dan publik sehingga tidak mudah dalam menyebar informasi yang didapat tanpa pertimbangan.
Fenomena buzzer bayaran juga sangat disesalkan Asrorun karena dinilai meresahkan, mereka mengambil keuntungan dari hoax, ujaran kebencian, gibah, dan fitnah.
“Meski demikian tidak semua buzzer demikian selama masih dalam koridor yang benar,” ujarnya. (L/R02/R01)
Baca Juga: Fun Run Solidarity For Palestine Bukti Dukungan Indonesia kepada Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)