Jakarta, MINA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam mengatakan, Komisi Fatwa akan melaksanakan sidang pleno untuk membahas aspek syar’i vaksin produksi Sinovac.
“Sidang pleno MUI tersebut dilaksanakan pasca menerima laporan, penjelasan, dan pendalaman dari tim auditor,” kata Asrorun dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (6/1).
MUI telah merampungkan proses audit lapangan vaksin produksi Sinovac. Pemerintah memutuskan akan memulai vaksinasi Covid-19 pada pekan kedua Januari 2021. Untuk gelombang pertama vaksinasi dilakukan pada Rabu 13 Januari 2021.
“Meski tinggal menghitung hari, namun vaksin produksi Sinovac belum ada fatwa halal dari MUI,” katanya.
Baca Juga: Menag Bertolak ke Saudi Bahas Operasional Haji 1446 H
“Alhamdillah, tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terhadap vaksin Sinovac. Mulai di perusahaan Sinovac di Beijing dan yang terakhir di Biofarma Bandung,” kata Niam.
Niam mengatakan, selanjutnya Komisi Fatwa akan melaksanakan sidang pleno untuk membahas aspek syar’i. Sidang Pleno tersebut dilaksanakan pasca menerima laporan, penjelasan, dan pendalaman dari tim auditor.
“Dalam kasempatan pertama, tim auditor akan merampungkan kajiannya dan akan dilaporkan ke dalam sidang Komisi Fatwa,” kata dia.
Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI), Muti Arintawati mengatakan status kehalalan vaksin Sinovac akan diputuskan MUI sebelum 13 Januari 2021.
Baca Juga: Polisi Amankan Uang Rp150 M dari Kasus Judol
“Insyallah,” jawab singkat Muti ketika dikonfirmasi, Rabu (6/1).
Muti menceritakan proses auditing vaksin Sinovac di China pada 2020 lalu. Dikatakan Muti, MUI diwakili dua orang ke pabrik vaksin Sinovac. Satu dari LPPOM, satu dari Komisi Fatwa. Di sana, tim LPPOM meneliti proses produksi dan bahan-bahan vaksin yang digunakan.
“Namun, karena produsen membeli bahan-bahan vaksin dari pihak ketiga, maka perlu ada informasi dari perusahaan setelah audit lokasi dilakukan,” terang Muti.
Dikatakan Muti, cepat atau lambat proses sertifikasi halal ditentukan oleh keseriusan produsen vaksin dalam memenuhi Sistem Jaminan Halal (SJH).
Baca Juga: Polisi Tangkap Satu DPO Kasus Judol, Uang Rp5 M Diamankan
Muti Arintawati mengatakan, dalam Islam obat itu prinsipnya harus halal. Tetapi dalam kondisi tertentu atau darurat diperbolehkan berobat dengan yang tidak halal.
“Misalnya tidak ada pilihan lainnya dan dapat menyebabkan kematian itu diperbolehkan dalam fatwa MUI,” jelas Muti. (L/R4/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syubban Fatayat Masjid At-Taqwa Cibubur Gelar Program Youth Camp di Purwakarta