Jakarta, MINA – Di masa kampanye menjelang Pemilu tahun 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta tidak menggunakan simbol agama sebagai bahan candaan politik bagi yang berada di eksekutif maupun legislatif.
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulis pada laman resmi MUI, Rabu (27/12) mengatakan; “Setiap kita harus berhati-hati dengan urusan ibadah, jangan menggunakan ibadah sebagai bahan candaan yang bisa berdampak pada ihanah (mengejek dalam sikap merendahkan).”
Menurutnya, setiap orang harus berhati-hati dalam menyampaikan candaan di ruang publik. Bukan hanya terkait agama, tetapi juga terkait ibadah, suku, dan sejenisnya.
“Kita perlu berhati-hati dalam menyampaikan candaan di ruang publik, terkait masalah agama, masalah suku, dan masalah ibadah agar tidak terjerumus dengan ucapan yang dilarang,” ucapnya.
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman
Dia juga mengingatkan, kepada umat Muslim yang memiliki hak pilih untuk menggunakannya secara bertanggung jawab dengan memilih pemimpin yang memenuhi syarat ideal dan bertanggung jawab. Bahkan, hal itu hukumnya wajib bagi umat Muslim.
“Setiap Muslim yang memiliki hak pilih wajib menggunakannya secara bertanggung jawab,” imbuhnya.
Menurut Kyai Niam, dengan memilih pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif yang memenuhi syarat ideal kepemimpinan sehingga dapat mengemban tugas kepemimpinan dengan amanah.
“Syarat ideal pemimpin adalah beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), serta mempunyai kemampuan (fathanah). Yang mana sesuai dengan ketetapan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tahun 2009 silam,” kata Kyai Niam. (L/R4/P2)
Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan
Mi’raj News Agency (MINA)