Palu, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengimbau umat Islam memanfaatkan momentum Idul Adha 1443 Hijriah untuk meningkatkan solidaritas sosial agar terbentuk bangsa yang ramah dan bermartabat.
Ketua MUI Kota Palu Prof KH Zainal Abidin, dalam khutbah Idul Adha di Palu, mengemukakan ada yang menarik dari kisah Nabi Ibrahim dan anaknya. Dalam kisah itu diajarkan betapa pentingnya dialog dan keterbukaan.
“Walaupun perintah menyembelih Ismail dari Allah, Nabi Ibrahim tidak lalu berlaku semena-mena, sekehendak hatinya, meski terhadap anaknya sendiri, miliknya sendiri yang dapat diperlakukan semaunya. Nabi Ibrahim justru memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengajukan saran agar diperoleh kata sepakat,” kata Prof Zainal seperti disampaikan dalam keterangan pers, di Palu, Senin (11/7).
“Dialog itu merupakan simbol antara atasan dan bawahan, pemerintah dan rakyat, penguasa dan masyarakat sehingga tidak terdapat jurang pemisah atau kesenjangan,” ujar Prof Zainal.
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
Atasan tidak merasa paling hebat dan benar yang pada gilirannya bawahan lebih percaya diri dan dapat lebih kreatif dan maju. Begitu juga penguasa dan pemerintah tidak akan menjadikan rakyat sebagai obyek dan sasaran yang harus dikuasai dan diintimadasi,
“Tetapi rakyat diberi kebebasan, dalam mengajukan pendapat dan menyalurkan aspirasi serta mendapatkan hak-haknya, saling bicara dan saling mendengar,” imbuhnya.
Budaya dialog dan keterbukaan, kata dia, bukan hanya di bidang politik, tetapi juga dalam kehidupan keagamaan sehingga terjalin kerukunan antar umat beragama dan antar umat beragama.
Budaya dialog perlu ditumbuhsuburkan, sehingga tidak melahirkan kesombongan paham, sekte, aliran dan golongan atau merasa paham dan pendapatnya yang paling benar.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
“Bukankah menurut Islam setiap yang beriman itu bersaudara dan kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal-mengenal bukan untuk saling menyalahkan, saling memaki saling berperang dan saling membunuh,” katanya.
Melalui dialog, diharapkan praktek saling menuding kekurangan dan menonjolkan superioritas harus dikubur dalam-dalam.
“Perbedaan pendapat tidak dapat dibendung, namun pertentangan yang membawa keretakan dapat dihindari bahkan berbagai perselisihan dan perbedaan tidak harus diselesaikan di sini, dan kini di dunia tetapi ada yang akan diselesaikan di hadapan Allah di hari kemudian,” katanya.
Ia menambahkan, perbedaan pendapat bahkan keyakinan merupakan fenomena alamiah atau sunatullah termasuk perbedaan pelaksanaan hari Idul Adha yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara lain.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
“Laksanakan dengan baik apa yang anda yakini benar tanpa harus menyalahkan orang lain yang berbeda dengan Anda, begitu pula sebaliknya,” katanya. (L/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan