Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MUI: Pemberangkatan Haji Harus Pertimbangkan Keselamatan Jiwa Jamaah

Hamidah Juariyah - Ahad, 2 Mei 2021 - 02:58 WIB

Ahad, 2 Mei 2021 - 02:58 WIB

4 Views ㅤ

Jakarta, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan Pemerintah untuk mempertimbangkan berbagai aspek dengan seksama sebelum memberangkatkan jamaah haji Indonesia di masa pandemi Covid-19.

“Salah satu aspek utama yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah saat ini adalah keselamatan jiwa jamaah serta risiko penularan Covid-19, ” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am saat menyampaikan materi secara daring terkait Istitha’ah Haji di Masa Pandemi, siaran pers Kemenag, Sabtu (1/5).

Ni’am melanjutkan, pemerintah tentu menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam pembuatan kebijakan tersebut.

Karenanya perlu mempertimbangkan indikator kesehatan dengan ahli yang memiliki kompetensi, profesionalitas, selanjutnya kredibilitas.

Baca Juga: Transaksi Judi Online di Indonesia Mencapai Rp900 Triliun! Pemerintah Siap Perangi dengan Semua Kekuatan

“Kalau seandainya pun Saudi membuka haji untuk Indonesia tetapi menurut pendekatan kesehatan potensi tinggi terhadap penularan dan mutasi virus lebih ganas misalnya, maka kita tidak boleh memaksakan penyelenggaraan haji. Biarkan regulasi istithaah yang diterapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama,” ujar Ni’am.

Ada tiga pandangan tafsir terkait istitha’ah. Pertama, pandangan Imam Syafi’i dan Ahmad Bin Hanbal yang mengatakan Istithaah hanya menyangkut dalam bidang biaya.

Dalam pandangan ini, orang yang tidak dapat melaksanakan haji sendiri tetapi ia mempunyai biaya untuk melaksanakan haji, maka dianggap sudah memenuhi kriteria istithaah.

”Oleh karena itu ia wajib membiayai orang lain untuk menghajikannya,” kata Ni’am.

Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar

Kedua, pandangan Imam malik yang mengatakan bahwa istithaah menyangkut kesehatan badan.

Orang yang secara fisik tidak dapat melaksanakan haji sendiri, tidak dipandang sudah memenuhi kriteria istithaah.

Meskipun ia memiliki sejumlah harta yang cukup untuk membiayai orang lain untuk menghajikannya, karena itu, ia belum berkewajiban menunaikan haji baik sendiri maupun dengan membiayai orang lain jika tidak sehat.

“Yang ketiga Abu Hanafiah yang menyatakan bahwa istithaah pada dasarnya meliputi dalam bidang biaya dan kesehatan badan,” jelasnya.

Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah

Niam menerangkan tiga produk MUI yang bisa dijadikan sandaran referensi pelaksanaan haji saat pandemi.

MUI memiliki tiga tiga produk yang menjadi referensi yaitu: pertama, keputusan ijtima ulama komisi fatwa MUI tahun 2018 tentang istithaah kesehatan haji, kedua fatwa MUI tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram dan terakhir fatwa MUI tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19,” pungkasnya. (R/Hju/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA) 

Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia