Jakarta, 29 Ramadhan 1437/4 Juli 2016 (MINA) – Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Muhammad Thambrin mengatakan, untuk menentukan awal bulan di Indonesia, Pemerintah yakni Kemenag memiliki keputusan yang ditentukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal itu ia ungkapkan ketika ditanya Mi’raj Islamic News Agency (MINA) soal Organisasi Massa (Ormas) keagamaan yang akan atau sudah lebih dahulu menentukan 1 Syawal dan melaksanakan ibadah Idul Fitri. “Pemerintah sudah menyatakan melalui MUI, mentapkan bahwa untuk mentapkan awal ramadhan, syawal, dan dhulhijah adalah MUI, bagi siapa saja yg melaksanakan (lebih dahulu) silahkan saja, itu tidak bisa dilarang,” ujarnya setelah Sidang Itsbat penentuan 1 Syawal di Kantor Kemenag Jakarta, Senin, (4/7/2016).
Seperti yang diketahui sebelumnya, Pemerintah dalam hal ini diputuskan oleh Kementerian Agama menyampaikan bahwa 1 Syawal 1437 Hijriyah jatuh pada Rabu, 6 Juli 2016. Hal itu ditentukan setelah Kementerian Agama beserta MUI juga beberapa pimpinan Ormas keagamaan melakukan sidang itsbat secara tertutup Senin sore tadi.
Thambrin menambahkan, masyarakat bisa bebas memilih untuk mengikuti keputusan mana saja, namun menurutnya, kelompok yang telah memutuskan 1 Syawal dan sudah melaksanakan Ibadah Idul Fitri terlebih dahulu itu bertolak belakang dari adat istiadat masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Masa Tenang Pilkada 2024 Dimulai Hari Ahad Ini
“Masyarakat bisa memilih dan memilah. Sidang itsbat ini pemerintah dikawal oleh MUI juga bersama ormas-ormas seluruh Indonesia yang berkumpul melaksanakan sidang isbat, jadi ikuti saja. Tidak sesuai pemerintah ya monggo, karena kebebasan beragama, tetapi juga menyalahi adat istiadat masyarakat yang sudah bersama-sama melaksanakan,” katanya.
Sidang Itsbat Tertutup
Belakangan, sidang itsbat untuk menentukan awal bulan seperti Ramadhan dan Syawal dilakukan secara tertutup, sebelumnya sidang yang dihadiri oleh berbagai macam ormas itu digelar secara terbuka.
Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, tertutupnya sidang dilakukan agar proses bisa berjalan lebih fokus, karena dalam sidang itsbat dihadiri dari berbagai macam ormas dan dilakukan pemaparan oleh para ahli juga terdapat bebagai macam perdebatan untuk menentukan awal bulan dan perdebatan bukan konsumsi publik.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diprediksi Berawan Tebal Akhir Pekan Ini
“Sidang itsbat dilakukan secara tertutup agar proses sidang betul-betul bisa fokus, betul-betul tidak dicampuri atau tidak terkontaminasi oleh isu-isu lain yang tidak ada relevansinya dengan sidang isbat. Anda bisa bayangkan kalau sidang dilakukan secara terbuka dan diliput secara live oleh banyak stasiun tv dan media, tentu tidak tehindarkan bahwa forum sperti itu akan dimanfaatkan oleh hal-hal yang macam macam sehingga tentu banyak isu-isu yang boleh jadi tidak ada relevansi dan korelasi dari esensi sidang isbat,” jelas Menag.
Menag Lukman juga mengatakan, untuk penentu awal bulan pemerintah menggunakan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Kita berpulang kepada MUI, karena yang memegang fatwa adalah MUI, Kemenag menjalankan, melaksanakan apa fatwa MUI itu,” ujarnya.
ia menambahkan, MUI dalam menetapkan Ramadhan, Syawal, dan Dzhulhijah melalui sidang itsbat dan sebelumnya melakukan hisab dan rukyat. “Hisab bisa dilakukan jauh jauh hari,, tapi hisab saja tidak cukup, informasi hitung-hitungan itu harus dikonfirmasi melalui rukyah dan rukyah hanya bisa dilakukan pada tgl 29, kalau menentukan 1 Ramadhan ya 29 Syaban, kalo 1 Syawal ya 29 Ramadhan,” kata Menag Lukman.
Saat ini Kementrian Agama bersama MUI, pakar astronomi, dan pakar hisabh rukyat, juga berbagai macam ormas tengah mencari jalan untuk meneguhkan diri menyamakan pandangan untuk menentukan kriteria menentukan itsbat. “Penentuan Itsbat atau penetapan itu harus ada tunggal hanya satu saja yang memilik kewenangan,” katanya. (L/M09/P4)
Baca Juga: Hikmah Kisah Maryam, Usaha Maksimal untuk Al-Aqsa
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)