Jakarta, MINA – Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia menetapkan fatwa melakukan transaksi kepada layanan pinjaman online (Pinjol) maupun offline yang mengandung riba (bunga/ tambahan), hukumnya haram.
“Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh saat menyampaikan hasil Ijtima Ulama, Kamis (11/11) di Jakarta.
Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan, tapi sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
Namun, kenyataan pada prakteknya layanan jasa pinjaman secara online baik lembaga keuangan maupun individu memberikan pembungaan atau tambahan, bahkan lebih tinggi serta memberikan ancaman fisik dan membuka kerahasiaan.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
“Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram,” tegasnya.
“Pemerintah dalam hal ini KOMINFO, POLRI dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat,” tambahnya.
Mengacu Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan (bila ‘iwadh) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (ziyadah al-ajal) yang diperjanjian sebelumnya (ini yang disebut riba nasi’ah), sehingga haram hukumnya.
“Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan,” harapnya.
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
MUI juga mengimbau umat Islam dalam pinjam meminjam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah (tidak mengandung riba) dan tidak menunda pembayaran hutang.
“Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).(L/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo