Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MUI Pusat Dukung Fatwa Haram Sound Horeg, Serukan Regulasi demi Ketertiban Sosial

Widi Kusnadi Editor : Rudi Hendrik - 33 detik yang lalu

33 detik yang lalu

0 Views

Penampakan sound horeg (foto: IG)

Jakarta, MINA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menegaskan dukungannya terhadap fatwa haram penggunaan sound horeg yang sebelumnya dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur. Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat, KH Asrorun Ni’am Sholeh, yang menekankan bahwa pelarangan tersebut bukan tanpa dasar, melainkan dilandasi oleh pertimbangan syariat, kesehatan, serta ketertiban sosial masyarakat.

“Ini bukan sekadar soal bising atau tidak bising. Penggunaan sound horeg terbukti berdampak pada kesehatan dan lingkungan. Suaranya sudah melampaui ambang batas aman,” ujar Asrorun dalam keterangannya di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (26/7/2025).

Menurutnya, telinga manusia memiliki sensitivitas tinggi terhadap gelombang suara. Ketika suara yang dihasilkan melebihi 85 desibel secara terus-menerus, risiko gangguan pendengaran bahkan stres mental bisa meningkat. Fenomena ini semakin marak ditemukan dalam berbagai acara masyarakat seperti pesta pernikahan, sunatan, hingga konvoi jalanan yang menggunakan sound system berdaya tinggi secara berlebihan.

Tak hanya aspek kesehatan, Asrorun juga mengungkapkan dampak fisik yang ditimbulkan. “Sudah ada kasus rumah warga retak, kaca jendela pecah, dan kerusakan lainnya akibat tekanan suara dari sound horeg. Belum lagi ditambah perilaku sosial yang kadang disertai mabuk-mabukan, joget liar, dan pelanggaran norma,” imbuhnya.

Baca Juga: PP Muhammadiyah Kritik RUU KUHAP: Abaikan Prinsip Keadilan dan HAM

MUI memandang perlu adanya regulasi yang jelas dari pemerintah daerah maupun pusat agar penggunaan sound system di ruang publik memiliki batas dan aturan. “Tidak cukup hanya dengan fatwa. Pemerintah harus hadir melalui regulasi teknis agar dampak negatif bisa dicegah,” katanya.

Meski fatwa haram ini baru dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur dan belum masuk dalam pembahasan tingkat pusat, MUI Pusat mengakui bahwa keresahan masyarakat terhadap sound horeg semakin meningkat di berbagai daerah. Karena itu, KH Asrorun menyerukan agar penggunaan sound system tetap dibolehkan dalam batasan tertentu yang tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan.

“Sound itu boleh, tapi ada etikanya. Harus tepat waktu, terukur volumenya, dan tidak merusak harmoni sosial,” ujarnya menegaskan. Ia juga menyebut bahwa fungsi sound system sebagai alat komunikasi atau hiburan bisa tetap berjalan tanpa mengorbankan kenyamanan dan keamanan warga.

Dari aspek fikih, MUI menilai penggunaan sound horeg yang mengganggu dan merugikan masyarakat banyak termasuk ke dalam bentuk dharar (kerugian) yang dilarang dalam Islam, sesuai dengan kaidah “Laa dharara wa laa dhiraar” (tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan).

Baca Juga: Bencana Hidrometeorologi Kering Masih Mendominasi, BNPB Imbau Masyarakat Waspada

Beberapa kepala daerah sebelumnya juga telah menyuarakan pembatasan penggunaan sound system berdaya tinggi ini, terutama saat malam hari dan di wilayah permukiman padat. Namun, implementasi di lapangan masih lemah akibat belum adanya dasar hukum yang kuat dan kesadaran masyarakat yang rendah.

Dengan maraknya protes warga dan semakin besarnya dampak negatif dari penggunaan sound horeg, MUI berharap adanya sinergi antara ulama, tokoh masyarakat, dan pemerintah dalam menata penggunaan perangkat ini demi menciptakan ketenangan dan ketertiban umum. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: BNPB-Polri Kerahkan Lima Unit Helikopter ke Jambi untuk Padamkan Karhutla

Rekomendasi untuk Anda