MUI SELENGGARAKAN IJTIMA FATWA MASALAH KEUMATAN

Wakil Ketua MUI, K.H. Ma'ruf Amin saat memaparkan materinya (Foto : MUI)
Wakil Ketua , K.H. Ma’ruf Amin saat memaparkan materinya (Foto : MUI)

Jakarta, 29 Jumadil Akhir 1436/18 April 2015 (MINA) – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. mengatakan,   pada 13-15 Juni mendatang, membahas masalah-masalah aktual keumatan.

“Menyangkut pemikiran kenegaraan maupun kebangsaan dalam perspektif keagamaan, sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam,” kata Ma’ruf Amin di Jakarta, Jumat (17/4).

Terutama adalah soal harmonisasi antara kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tuntunan ajaran Islam, ujarnya.

Ia menjelaskan, agenda tersebut melibatkan juga para pimpinan dan anggota Komisi Fatwa (KF-MUI) se-Indonesia, seluruh pimpinan lembaga fatwa Ormas-ormas Islam Tingkat Pusat seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Persis, dan PUI. termasuk juga para ahli hukum Islam dari Pesantren, dan Perguruan Tinggi Agama Islam.

Istihalah Babi

Ma’ruf menyebutkan masalah kontemporer fiqih seperti soal Istihalah, yaitu proses perubahan fisika maupun kimia secara khusus terutama dalam produk pangan, menurut perspektif hukum Islam.

Menurut sebagian ulama di beberapa negeri Arab yang juga diadopsi oleh beberapa ulama di Eropa, dengan kaidah Fiqhiyyah Istihalah, menghalalkan gelatin dari babi untuk cangkang kapsul berbahan gelatin. Mereka menggunakan metode Qiyash atau analogi khamar yang haram, berubah menjadi cuka halal.

“Secara prinsip, kami di MUI tidak menerima kaidah Istihalah untuk produk dari bahan babi. Artinya, babi, walaupun sudah berubah menjadi apapun, maka hukumnya tetap haram,” tegas Ma’ruf.

Ia mengutip Al-Quran, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi” (Q.S. Al-Baqoroh : 173), serta “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi” (Q.S. Al-Maidah :3).

Dengan penyebutan sangat khusus ayat-ayat itu, ia menjelaskan bahwa para ulama, khususnya di MUI, menetapkan pengharaman babi itu bersifat mutlak. tidak berlaku kaidah Istihalah.

Walaupun bahan dari babi itu telah berubah bentuk dengan proses fisika maupun kimia, menjelma menjadi makanan yang sangat lezat, dan unsur babinya tidak terdeteksi sama sekali.

“Kalaupun babi itu berubah menjadi seorang wanita yang cantik dan sangat menarik sekalipun, namun ia tetap haram. Tidak ada toleransi padanya.” imbuhnya.

Kategori Intifa’

Menurut Ma’ruf Amin, penggunaan bahan dari babi dengan sengaja, termasuk dalam kategori Intifa’ atau pemanfaatan babi dari bahan yang diharamkan dalam Islam.

Ia menyebutkan hadits, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud).

Larangan lebih tegas lagi dalam Hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, pernyataan Nabi pada tahun penaklukan Mekkah dan beliau waktu itu berada di Makkah: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan patung-patung.”

Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, Apakah boleh (menjual) lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu dan meminyaki kulit serta dipakai orang untuk bahan bakar lampu?” Maka beliau menjawab: “Tidak boleh, ia tetap haram”. “Semoga Allah memusnahkan orang Yahudi, sungguh Allah telah mengharamkan lemaknya lalu mereka rubah bentuknya menjadi minyak, kemudian menjualnya dan memakan hasil penjualannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ketentuan Hadits itu, Ma’ruf mengemukakan dengan tegas tentang larangan Intifa’ atau pemanfaatan babi atau bahan yang diharamkan dalam agama.

Dalam hal ini, akan dibahas secara lebih mendalam dan dibuktikan di forum Ijtima’ Ulama bahwa metode atau kaidah Istihalah untuk babi tidak berlaku. Mencakup pembahasan dengan perspektif syariah, sains maupun teknologi. Kini panitia tengah mempersiapkan naskah akademiknya. (T/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0