MUI, Situasi Dunia Islam, dan Prospeknya

Oleh: Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia ()

Peran MUI khususnya bidang hubungan luar negeri dan Kerjasama internasional didasarkan kepada amanat Pembukaan UUD 1945, prinsip Wasotiyatul Islam dan untuk misi Rahmatan lil Alamin. Atas dasar ini, maka MUI senantiasa mendorong dan membersamai pemerintah untuk meneguhkan politik Indonesia bebas aktif dan tampil sebagai juru damai (peace maker) menyelesaikan atau mencari solusi terhadap berbagai konflik, misalnya, Israel-.

Terkait dengan itu, maka MUI juga berupaya mengoptimalkan perannya sebagai panutan yang baik (Qudwah Hasanah) untuk memberikan pelayanan (Khidmah) dan perlindungan (Himayah) terhadap umat Islam dan kemanusiaan secara internasional.

MUI juga tengah melaksanakan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar secara global untuk menegakkan Islam sebagai ajaran yang Ya’lu walaa Yu’la Alaihi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi umat secara internasional sehingga terwujud masyarakat utama yang berkualitas (khaira ummah).

Selain itu, MUI mengembangkan dan memperkuat Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah dan Ukhuwah Basyariyah dalam rangka mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan bersama (Maslahah Ammah).

MUI sangat menyadari bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat internasional terutama dunia Islam cenderung semakin kompleks tidak saja karena faktor-faktor internal dunia Islam akan tetapi faktor-faktor eksternal juga ikut berpengaruh terhadap dunia Islam. Berikut pandangan MUI terkait dengan suasana dunia Islam sepanjang tahun 2021.

Politik Global

Ketidakadilan global secara politik dan ekonomi yang sudah cukup lama terjadi, dan masih mewarnai dan mempengaruhi tatanan dunia hingga tahun 2021 saat ini; beberapa negara yang berpenduduk muslim mayoritas maupun minoritas nampak merasakan dampak menjadi korban dari global injustice ini.

Dominasi neo-kapitalisme dan neo-liberalisme melahirkan kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan di banyak negara. Lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti IMF (International Monetary Fund) tidak cukup berhasil mewujudkan kesejahteraan dan keadilan yang sejati. Ini mengakibatkan kerawanan sosial dan konflik di banyak Kawasan.

Kemudian, Hak Veto Amerika Serikat juga menjadi sumber masalah sehingga nasib bangsa Palestina hingga hari ini, misalnya, semakin berat. Selain invasi dan aneksasi Israel terhadap Palestina terus dilakukan, upaya memecah belah negara Timur Tengah juga terus dilakukan dengan keterlibatan Amerika Serikat.

Penyerangan Masjid Al-Aqsa di akhir bulan Ramadhan lalu adalah bukti yang tak terbantahkan dan telah menimbulkan korban serta kerusakan sangat serius di pihak Palestina. Pengusiran dan penggusuran yang dilakukan terhadap penduduk wilayah Syaikh Jarrah di Kota Yerusalem semakin memperburuk suasana dan penderitaan rakyat Palestina di tengah terpaan pandemi covid 19.

Suasana Palestina secara umum belum banyak perubahan hingga hari ini. Kepemimpinan baru Israel di bawah Perdana Menteri Naftali Bannet nampak memperpanjang semangat imperialistik Israel terhadap Palestina.

Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden sebetulnya diharapkan bisa membawa angin lebih segar bagi perbaikan Palestina dan penciptaan perdamaian di Timur Tengah. Gestur politik, terutama yang terkait dengan Islam dan umat Islam, yang ditunjukkan Presiden Joe Bidden di awal kepemimpinannya sangat positif.

Diharapkan arah kebijakannya tentang Timur Tengah pun bisa lebih progresif dan mampu menyelesaikan masalah utama Palestina-Israel. Akan tetapi, tanda-tanda ini belum cukup menggembirakan sehingga “two-state solution” masih belum bisa diwujudkan hingga hari ini.

MUI berharap perlunya perubahan cara pandang Amerika Serikat terhadap dunia yang lebih progresif, humanis dan peaceful di mana genosida, aneksasi dan sikap-sikap imperialistik sebagaimana yang ditunjukkan oleh Israel benar-benar dihentikan oleh siapapun.

Perubahan positif arah politik Amerika Serikat ini diharapkan akan membawa perubahan penting juga di PBB sehingga lembaga dunia ini bisa “lebih berdaya” dalam menyelesaikan konflik Timur Tengah serta mendorong serta memberikan ruang bagi Palestina sebagai negara yang berdaulat penuh.

Dalam kaitan ini, MUI, melalui berbagai seminar internasional, pertemuan dengan berbagai pihak dalam luar negeri serta sikap resminya, mendorong antara lain dilakukannya proses demokratisasi di internal PBB dengan meninjau ulang, membatasi penggunaan Hak Veto. Hal ini diperlukan antara lain dalam rangka memudahkan upaya-upaya memperkokoh perdamaian dan keadilan global. Tentu saja, MUI juga mendesak agar negara-negara Timur Tengah menghentikan konflik dan bersatu untuk membangun perdamaian.

Upaya terus menerus perlu dilakukan untuk membela warga dan bangsa Palestina. MUI memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah yang selama ini terus menunujukkan kegigihannya melalui berbagai forum dunia dan berbagai program aksi membela Palestina.

MUI memandang perlawanan terhadap Israel memang harus terus dilakukan antara lain melalui pertama, perjuangan diplomatik antara lain mendesak agar Israel dikeluarkan dari keanggotaannya di PBB. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sanksi diplomatik atas berbagai kejahatan dan pelanggaran Israel terhadap hukum internasional.

Kedua, dorongan kepada berbagai kekuatan civil society dalam dan luar negeri, penggerak HAM dan segmen masyarakat lainnya untuk mengecam dan menghentikan Israel dan jika diperlukan mendesak masyarakat internasional untuk menyeret Israel ke pengadilan internasional atas semua kejahatan yang telah dilakukan terhadap rakyat dan bangsa Palestina.

Ketiga, dorongan kepada OKI untuk mengkonsolidasi persatuan negara-negara muslim dan menghentikan konflik. Keempat, mensupport dan menjaga agar Indonesia tetap tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Disamping itu, secara konsisten Indonesia juga tidak melakukan kerjasama dengan Israel sepanjang Israel tidak menghentikan aksi-aksi brutal, genosida dan aneksasi terhadap Israel.

Bekerjasama dengan Israel sama artinya menodai Amanah Pembukaan UUD 1945. Terkait dengan ini, maka penting untuk mengingatkan semua komponen bangsa agar tetap menjaga muruah kehormatan bangsa dengan tidak melakukan hubungan kerjasama dengan Israel.

Dukungan kepada rakyat dan bangsa Palestina terus dilakukan oleh MUI dan berbagai ormas serta kekuatan civil society Indonesia lainnya dengan memaksimalkan peran “second treck diplomacy.”

Gerakan filantropi yang ditunjukkan oleh bangsa Indonesia terutama sejak penyerangan Masjid Al-Aqsa oleh Israel sangat fenomenal. Tak mengherankan dan patut disyukuri karena bangsa Indonesia kemudian dikenal sebagai “the most generous country in the world.”

Gerakan filantropi ini diarahkan antara lain untuk rekonstruksi infrastruktur yang porak poranda akibat penyerangan brutal Israel, kemanusiaan dan kesehatan, peningkatan SDM dengan memberikan beasiswa bagi anak-anak muda Palestina untuk menikmati Pendidikan di Indonesia, dan pemberdayaan ekonomi.

Terkait dengan itu maka MUI menyampaikan apresiasi kepada para tokoh dan ulama, pemimpin ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga filantropi Islam dan semua umat Islam dan warga bangsa yang selama ini telah dengan penuh dedikasi dan ketulusan yang sangat luar biasa mendermakan sebagian rejeki mereka untuk membela rakyat dan bangsa Palestina.

Salah satu sumbangan fenomenal bangsa Indonesia kepada Palestina ialah Rumah Sakit Indonesia di Hebron (RSIH). Ini adalah rumah sakit Indonesia yang kedua setelah rumah sakit di Gaza. RSIH ini insya Allah akan kita selesaikan hingga Desember 2023 dengan menelan biaya sebesar Rp86 M. Hari ini, MUI telah memperoleh titipan donasi dari masyarakat sebesar Rp. 24.754.103.225,-.

Tanggal 29 November telah ditetapkan sebagai Hari Solidaritas Palestina. Karena itu, momentum ini akan kita manfaatkan untuk memperteguh sikap Ta’awun kita sebagai bangsa dengan antara lain memberikan donasi untuk pembangunan RSIH ini.

Disamping isu Palestina, peristiwa kudeta junta militer di Myanmar, dan peralihan kekuasaan di Afghanistan, misalnya, memang telah menarik perhatian. Bagi MUI, apa yang terjadi di dua negara ini tentu merupakan persoalan internal dalam negeri Myanmar dan Afghanistan. Kita tetap menghargai proses-proses rekonsiliasi internal dua negara dengan tidak akan melakukan intervensi.

MUI sendiri berkepentingan untuk menyampaikan catatan penting terkait dengan situasi politik dan keamanan Myanmar dan Afghanistan, yaitu pertama, mengingatkan agar tidak terjadi genosida dan berbagai bentuk penistaan dan pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan oleh siapapun kepada siapapun.

Kedua, mendorong agar rekonsiliasi nasional dan transformasi politik di dua negara dilakukan dengan cara-cara damai dan melibatkan unsur-unsur masyarakat secara proporsional sehingga terbentuk sebuah pemerintahan yang inklusif.

Ketiga, mengingatkan agar semua proses di dua negara tersebut tidak memberikan peluang munculnya “tindakan kekerasan, ekstrimisme, terorisme” dan “Islamofobia.”

Penindasan Terhadap Umat Islam

Di tahun 2021 ini gambaran adanya penindasan dan tindakan kekerasan bahkan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap umat Islam masih terjadi di beberapa negara. Di India, misalnya, umat Islam yang minoritas telah terdiskriminasi secara sosial, ekonomi, bahkan hukum dan politik apalagi sejak undang-undang kewarganegaraan India menempatkan muslim sebagai warga kelas dua.

Tindakan permusuhan dan kebencian terhadap umat Islan dan Islam (Islamofobia) benar-benar dilakukan. Semangat Islamofobia disebarkan dengan mengatakan, antara lain, orang Islam adalah penyebar Covid 19. Bahkan dengan dalih Detalibanisasi, maka tekanan yang dilakukan terhadap umat Islam di India dilakukan.

Perlakuan pemerintah dan kelompok-kelompok ekstrim Hindu India ini sudah barang tentu merusak prinsip-prinsip demokrasi, dan menghancurkan kemanusiaan, bertentangan dengan semangat universal declaration of human right dan International Covenant on Civil and Political rights.

Keberadaan dan posisi umat Islam yang minoritas di berbagai negara non muslim masih tidak mendapat perhatian secara serius. Mereka mengalami berbagai tindakan di luar batas kemanusiaan. Prinsip dan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kemanusiaan dilanggar secara sistimatik yang dilakukan pemerintah dan kelompok politik dan ideologi sekular-radikal dan bahkan kelompok agama tertentu. Hak-hak keagamaan dan bahkan keselamatan dan hidup mereka terancam.

Selain di India, ini juga dialami misalnya oleh muslim di Kashmir, Myanmar dan Uyghur. Bahkan beberapa kasus diskriminasi, bully, penistaan terhadap muslim di beberapa wilayah di Australia, Eropa dan Amerika juga terjadi. Peristiwa yang sangat mengenaskan adalah pembunuhan satu keluarga muslim di Kanada yang dilakukan oleh seorang anak muda.

Sikap fobia terhadap Islam dan umat Islam juga ditunjukkan di Perancis antara lain melalui pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron tahun yang lalu. Atas nama kebebasan berekspresi, pemerintah membiarkan dan melindungi penghinaan dan penistaaan terhadap Nabi Muhammad dan agama Islam. Sisa-sisa Fobia hangga saat ini masih terasa.

Atas dasar itu semua MUI mengecam penindasan terhadap umat Islam dan sikap Islamofobia. Namun, MUI juga menyampaikan sejumlah rekomendasi agar lembaga-lembaga dunia seperti OKI, PBB, organisasi pembela HAM dan kekuatan-kekuatan civil society lainnya secara intensif juga melakukan langkah-langkah menghentikan gerakan Islamofobia dan membela hak dan kedaulatan muslim terutama di negara non muslim. Kemudian, kerjasama harus dijalin dan diperkuat untuk dialog agama dan peradaban untuk perdamaian.

Hal yang tidak kalah pentingnya ialah seruan MUI untuk memperkokoh kepemimpinan umat Islam. Persatuan dan kepemimpinan yang efektif harus dibangun; konflik antar faksi-faksi muslim dan beberapa negara anggauta OKI harus dihentikan karena konflik justru akan memperlemah dan menyudutkan posisi umat dan negara-negara muslim. Oleh karena itu MUI menyerukan agar OKI dan organisasi-organisasi Islam dunia lainnya melakukan rekonsolidasi yang sungguh-sungguh agar kepemimpinan dunia Islam tegak secara efektif sehingga persatuan dunia Islam semakin kokoh, kemajuan dunia Islam terwujud dan perdamaian dunia tercipta.

Mewujudkan perdamaian memang menjadi perhatian MUI. MUI, bersama dengan kantor Wapres RI dan Kemenlu RI secara khusus tahun-tahun yang lalu sebelum Covid memberikan perhatian soal Afgahnistan. Pertemuan dialogis dan kordinatif dengan ulama Afghanistan di Jakarta dan di Afghanistan dilakukan untuk perdamaian di kawasan sekaligus menyepakati program kerjasama.

Diantara program kerjasama ini ialah dialog ulama Indonesia-Afghanistan dan program training untuk pemuda Afghanistan di Indonesia. Upaya ini masih dilanjutkan di tahun 2021 dengan maksud bisa memberikan amunisi bagi terciptanya perdamaian di Afghanistan.

Peralihan kekuasaan yang terjadi di Afghanistan seharusnya menjadi momentum penting untuk membangun sebuah Afghanistan Baru di mana perdamaian terwujud dan sebuah pemerintah Afghanistan yang kuat dan kredibel juga terwujud.

Masa Depan

MUI memandang, masih banyak agenda penting yang dihadapi dunia Islam tidak saja menyelesaikan konflik-konflik antar faksi di negara-negara muslim, akan tetapi juga konsolidasi di OKI sehingga lembaga ini benar-benar menjadi lembaga yang kredibel memiliki kemampuan secara efektif untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dunia Islam, untuk melakukan akselerasi kemajuan dunia Islam melalui berbagai program strategis, untuk meyakinkan semua kalangan bahwa terorisme dan Islamofobia adalah common enemy.

Indonesia sendiri melalui MUI memiliki peran strategis untuk mainstreaming Wasotiyatul Islam dan karena itu rencana pengembangan peran-peran global MUI akan terus ditingkatkan.

Belum lama ini, MUI mengadakan dialog dengan diaspora muslim dan masyarakat Indonesia di sejumlah negara antara lain Amerika, Jerman, Belanda, Cina, Malaysia, Mesir, Saudi Arabia memperbincangkan dua hal penting yaitu mainstreaming Wasotiyatul Islam dan Produk Halal.

Diplomasi wasotiyatul Islam dan Halal sangatlah penting dan sudah waktunya untuk secara terus menerus digerakkan tidak saja untuk menjawab berbagai persoalan dan krisis yang melanda, akan tetapi sekaligus juga untuk menawarkan sebuah tatanan dunia yang lebih berkeadaban.(AK/R1/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

*Artikel ini disampaikan secara virtual dalam  diskusi “Refleksi Akhir Tahun dan Hari Solidaritas Palestina” yang digelar MUI Bidang di Jakarta, Kamis (25/11/2021).

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.