Jakarta, 5 Shafar 1435H/28 November 2014M (MINA) – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI) dalam sidang pekan lalu sepakat menetapkan kehalalan “Bir Pletok Betawi”.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), H. Hasanuddin AF, mengatakan, “untuk membedakannya dari jenis “Bir” sebagai khamar yang diharamkan, maka kita sepakat menyebutnya “Bir Pletok Betawi” Ini untuk menepis keraguan adanya konotasi dengan minuman bir yang diharamkan,”
Memang, pada mulanya MUI tidak memproses sertifikasi halal produk minuman tersebut. Guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, karena minuman itu dianggap berkonotasi atau berasosiasi semacam “Bir”, jenis khamar, kategori minuman yang diharamkan dalam Islam. Hal ini telah ditetapkan dalam Fatwa MUI No. 4 tahun 2003, tentang “Standarisasi Fatwa Halal”.
Namun ada sebagian warga dari masyarakat Betawi, khususnya, yang memprotes ke MUI. Mereka beralasan dengan analogi, produk bakso mendapat Sertifikat Halal dari MUI. Padahal secara harfiyah, ungkapan kata “bakso” itu sendiri juga mengandung arti “babi” atau jenis makanan yang berasal dari babi.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Namun karena telah menjadi bahasa yang populer, dan dalam proses sertifikasi dapat diketahui bahwa bakso itu terbuat dari bahan-bahan yang diyakini halal, maka produk bakso itu pun dinyatakan halal dengan Sertifikat Halal dari MUI.
Maka MUI bersama LPPOM MUI melakukan pengkajian yang mendalam tentang hal ini. Dari hasil kajian itu dapat diketahui, Bir Pletok adalah minuman khas masyarakat Betawi. Hampir sama dengan minuman Bandrek yang terbuat dari rempah dan jahe, di Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Minuman ini dibuat dari campuran beberapa rempah, yaitu jahe, daun pandan wangi, dan serai. Agar warnanya lebih menarik, orang Betawi biasanya menggunakan tambahan kayu secang, yang akan memberikan warna merah bila diseduh dengan air panas.
Selanjutnya, Anggota Komisi Fatwa, K.H.M. Hamdan Rasyid mengatakan, walaupun mengandung kata “bir”, namun secara substansi bahan dan proses pengolahannya, minuman bir pletok ini sangat berbeda dengan minuman bir, yang merupakan jenis khamar.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
“Bir pletok tidak mengandung alkohol sama sekali dan karena perbedaan yang demikian jelas itu, maka dari segi hukumnya juga berbeda,” tutur tokoh ulama MUI Propinsi DKI dan Anggota Komisi Fatwa MUI ini dengan tegas.
“Al-Birr” Asal Kata Bahasa Arab , Bukan “Beer”
Sementara Anggota Komisi Fatwa MUI, sekaligus Wakil Rektor Institut PTIQ, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta, Drs. H. Imam Addaruqutni MA mengatakan, masyarakat Betawi terkenal dengan orientasi kultural yang Islami. Sehingga menurutnya, ungkapan kata “Bir” itu berasal dari bahasa Arab “Al-birr”, yang berarti “kebaikan”. Bukan “Beer”, sejenis khamar, minuman yang diharamkan dalam Islam. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam ungkapan ayat : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi..” (Q.S. 2: 177).
Sehingga bisa dikatakan, “Bir Pletok” itu merupakan minuman yang membawa hasil kepada kebaikan, karena terbuat dari rempah-rempah, dan mengandung banyak khasiat.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Seperti badan menjadi hangat, sehat, segar, dapat mengobati masuk angin, dan flu ringan. Dan dengan kenyataan hasil dari eksplorasi demikian itu, maka para ulama MUI pun sepakat menetapkan kehalalan “Bir Pletok Betawi”. (T/P002/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal