Oleh : Rifa Arifin, Wartawan Kantor Berita MINA
Setelah hancurnya Khilafah Usmaniyah, diantara kesepakatan perjanjian hitam Skyes-Picot (1916) adalah membagi wilayah Syam, tanah Suriah dan Libanon kepada Perancis, sementara Inggris mengambil Palestina dan Yordania.
Sehingga munculah di Suriah, seorang ulama sufi lulusan Universitas Al Azhar Kairo, Syeikh Izzuddin Al Qassam, dai sekaligus komando militer yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Perancis., Pasukan ini terbentuk dari kalangan murid murid syeikh sendiri.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Pembinaan dan pelatihan jasmani dan rohani yang dilatihkan kepada mereka memberikan keberanian dan rasa percaya diri untuk berperang melawan Perancis meski senjata yang dimiliki adalah minum. Perancis kewalahan sampai akhirnya Perancis menganggap Syeikh Izzudin Al Qassam dan pasukannya sebagai ancaman serius dan besar.
Perancis tidak berdiam, baerbagai operasi dilakukan untuk melemahkan esksistensi perlawanan., Peran intelejen sangat besar untuk mendapatkan informasi keberadaan Syaikh Izzudin, banyak muridnya yang ditangkap lalu dibunuh. Ahirnya Syeikh Izzudin bersama sepuluh muridnya melarikan diri ke kota Haifa, Palestina.
Di Palestina mereka memobilisasi dan melatih militan Palestina, buruh dan tani, untuk melawan penjajahan Inggris. Mereka diberikan pelatihan dan pengetahuan militer, akidah yang lurus, moralitas yang tinggi. Sampai akhirnya Syeikh Izzuddin Al Qassam masuk dalam daftar merah ancaman besar bagi Inggris. Dan pada tahun (1934), Syeikh Izzuddin Al Qassam berhasil dibunuh oleh Inggris –Allah Yarhamhu-.
Sekarang perjuangan Syeikh Izzuddin Al Qassam dilanjutkan oleh Brigade Al Qassam, departemen pertahanan sekaligus sayap militer Hamas. Brigade Al Qassam melanjutkan metode yang diadopsi oleh Syeikh Izzuddin Al Qassam yang latihan spiritualnya sangat ditekankan. Maka syarat utama untuk menjadi anggota brigade Al Qassam adalah dengan menjaga sholat fardu dan hafalan Al-Quran.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Tidak ada data yang valid tentang berapa jumlah anggota brigade ini, karena pergerakan dan kegiatan mereka sangat rahasia, bahkan warga Gaza sendiri pun tidak tahu banyak detail tentantg mereka. Intelijen Israel menduga ada sekitar 40.000 orang yang tergabung dalam sayap militer Hamas ini.
Rekonsiliasi Hamas – Fatah
Hamas dan Fatah telah bersepakat untuk membentuk pemerintah bersatu, diawali dengan kunjungan Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah bersama sejumlah pejabat ke Jalur Gaza wilayah kekuasaan Hamas. Selanjutnya ampai pada Kamis (12/10) keduannya bertemu di Kairo Mesir menyepakati langkah langkah administratif, diantaranya perbatasan Rafah yang terletak antara Mesir dan Gaza akan dioperasikan oleh Palestinian Presidential Guard (PPG) yang berada di bawah kendali langsung Presiden Palestina ; sebanyak 3.000 polisi pemerintah siap disebar di semenanjung Jalur Gaza. Kesepakatan rekonsiliasi juga menetapkan pemilihan umum legislatif, presiden dan dewan pemilihan nasional yang harus dilakukan dalam kurun satu tahun setelah penandatanganan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Kesepakatan itu juga akan membuat Hamas dan Fatah membentuk pemerintahan sementara sebelum pemilu.
Tapi di pihak lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netannyahu menentang rekonsiliasi tersebut dengan dalih bahwa Hamas adalah organisasi pembunuh yang tidak akan membawa perdamaian semakin dekat, melainkan semakin jauh.
Netanyahu menuntut agar rekonsiliasi bisa membuat Hamas melucuti senjatanya (Brigade Al Qosam), karena menurutnya selama persenjataan Hamas masih ada, maka kemungkinan serangan serangan untuk menghancurkan Israel masih akan terus terjadi. Poin lain yang disebutkan Netannyahu bahwa Pemerintah bersatu Palestina harus mengakui resolusi 1850 yaitu pengakuan terhadap kedaulatan Israel, komitmen terhadap solusi dua negara, dan penghentian teror dan serangan.
Hamas berada dalam posisi yang sulit secara ekonomi, politik dan kesejahteraan. Peta geopolitik timur tengah saat ini menjadi faktor utama dijalinnya rekonsilasi ini. Qatar yang terjepit karena diblokade saudaranya di Teluk, Iran yang saat ini lebih mengutamakan menolong Suriah, dan posisi Turki yang terguncang dengan referendum Kurdistan. Ketiga negara ini sibuk dengan politiknya masing masing.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Selanjutnya, apakah rekonsiliasi ini bisa membekukan persenjataan Brigade Al-Qasam ? Untuk menjawab pertanyaan itu, belum lama ini Hamas mengangkat Saleh Al Aury menjadi Wakil Pemimpin Hamas. Saleh Al Arury adalah mantan pimpinan komando brigade Al Qasam lahir di tepi barat Palestina. Selama 18 tahun hidupnya habis dalam penjara Israel, fasih berbicara bahasa ibrani. Dengan posisinya saat ini, dia dianggap sebagai ancaman baru bagi Israel. (A/RA1/P1)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?