Muhajirun, Lampung Selatan, MINA – Pakar dan konsultan pendidikan Munif Chatib menekankan, pesantren unggulan harus mengedepankan peningkatan minat dan bakat para santri.
“Pesantren punya peran dalam proses peningkatan minat dan bakat siswa. Tugas pesantren bukan mencari kekurangan santri, melainkan mencari kelebihan mereka, agar kompetensi anak tergali di pesantren,” tuturnya saat menjadi pembicara utama dalam Seminar Pendidikan Majelis Tarbiyah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Gedung Taman Sains Pertanian, Negararatu, Natar, Lampung Selatan, Jumat (26/4).
Seminar dihadiri lebih dari 100 peserta para pengajar (asatidz) di Pondok Pesantren Al- Fatah di seluruh Indonesia.
Ponpes Al-Fatah berpusat di Cileungsi Bogor, dan mempunyai sebanyak 26 cabang seluruh Indonesia dengan Muhajirun Lampung sebagai Pondok terbesarnya, dengan lebih dari seribu santri mulai dari lembaga PAUD hingga perguruan tinggi.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Dalam seminar tersebut, Munif menyampaikan bagaimana dirinya mampu mendisain sebuah sekolah yang terbelakang dan bermutu rendah dalam waktu singkat berubah menjadi sekolah yang unggul dan mendapat kepercayaan masyarakat.
Direktur Insan Mandiri Boarding School Cibubur itu juga menyampaikan sebuah rumus untuk sekolah unggul. Sekolah unggul menurutnya adalah sekolah yang memandang tidak ada siswa yang bodoh dan semua siswanya merasakan tidak ada pelajaran satupun yang sulit.
“Coba anda bayangkan betapa cantiknya sebuah proses belajar dalam sebuah kelas apabila guru memandang semua siswanya pandai dan cerdas dan para siswanya merasakan semua pelajaran yang diajarkan mudah dan menarik. Kelas tersebut akan hidup. Keluar dari kelas tersebut, semua siswa mendapatkan pengalaman pertama yang luar biasa dan tak akan pernah lupa seumur hidup. Coba anda bayangkan … bila kelas seperti itu terjadi pada jutaan kelas di sekolah-sekolah di Indonesia. Pasti negara ini akan menjadi negara maju yang diperhitungkan oleh dunia,” kata Munif Chatib.
Dia pun menegaskan, setiap sekolah dimanapun dengan kualitas apapun, para siswanya adalah amanah yang perlu dijaga. Dan orang yang paling bertanggungjawab adalah para guru.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
“Sekolah unggul adalah sekolah yang mempunyai guru profesional. Dan penyelenggara sekolah yang profesional adalah yang selalu memikirkan kesejahteraan para gurunya,” imbuhnya.
Ketertarikannya di dunia pendidikan di awali ketika masih di bangku SMA. Meskipun masih berstatus siswa kelas 3, Munif saat itu ikut membantu gurunya memberi bimbingan belajar kepada teman-temannya. Namun menurut Munif, meskipun ia suka mengajar namun waktu itu tidak ada orang yang mengarahkan untuk jenjang sarjananya, sehingga ia merasa salah jurusan.
“Saya masuk di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, dan tahun pertama saya seperti masuk ke dunia lain,” kenang bapak yang senang menulis puisi ini. Karena itulah Munif tidak begitu tertarik pada dunia hukum, seperti menjadi hakim, jaksa atau pengacara, meskipun profesi pengacara pernah dijalaninya pada tahun pertama kelulusannya menjadi sarjana hukum. Namun hatinya lebih mantap menjadi pengajar.
Pada tahun 1992 sebelum diwisuda Munif dipercayakan untuk menjadi seorang asisten dosen di fakultas hukum sebuah universitas baru di Sidoarjo. Namun malang, hanya satu bulan, dia dikeluarkan dari kampus tersebut karena mengkritik dosennya dalam memberikan kuliah yang monoton dan menjemukan.(L/R01/P1)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
Mi’raj News Agency (MINA)