Musibah Banjir Tanda Kiamat Wustha, Oleh : Ust. Wahyudi KS

Saat ini kita sedang berada di , karena hakikatnya semua ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ummat akhir zaman. Dari hal ini harus kita pahami, bahwa umat akhir zaman bukanlah hanya ummat yang  hidup di abad 19 dan 20 saja, atau ummat yang hidup di masa Milenium ke 3, akan tetapi semua umat manusia yang ada sejak diangkatnya Nabi akhir zaman, maka itulah ummat akhir zaman.

Akhir-akhir ini banyak kita dengar kajian tentang akhir zaman. Bahkan peminatnya semakin ramai. Demikian pula masalah , banyak dibicarakan, terutama akan datangnya kiamat kubra. Perbedaaan pendapat pun muncul karena banyaknya referensi dan penafsiran. Secara umum di antara kaum Muslimin memahami istilah yang berkaitan dengan kiamat, adalah kiamat sughra dan kiamat kubra. Sedikit sekali di antara mereka yang mengangkat istilah kiamat wustha (kiamat pertengahan antara sughra dan kubra). Di antara ulama yang mengangkat istilah ini adalah Dr. Mahir Ahmad, dalam kitabnya Mausu’atul Akhirah (Ensiklopedi Akhir Zaman)

Dalam kitabnya tersebut, Dr. Mahir Ahmad menuliskan tiga fase tanda-tanda kiamat, yakni ;

  1. Tanda-tanda kiamat sughra, seperti halnya ; wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, terbunuhnya Khalifah Umar dan Utsman bin Affan, Perang Shiffin, Perang Jamal, Syahidnya Ali bin Abi Thalib, munculnya nabi palsu, runtuhnya Kaisar Persia dan Romawi, dan lain-lain.
  2. Tanda-tanda kiamat wustha, misalnya : tersebarnya perzinaan, ramainya mabuk-mabukan, banyaknya pembunuhan, masjid-masjid dibangun megah tapi jauh dari hidayah, munculnya orang munafik yang pandai retorika, terjadinya talbisul haq bil bathil (mencampur hak dan batil), tasyabuh (menyerupai orang-orang kafir), banyaknya gempa dan banjir, dan lain-lain
  3. Tanda-tanda kiamat kubra, antara lain : Munculnya Dajjal, Matahari terbit di sebelah barat, datangnya ya’zuj ma’juz, turunya Nabi Isa ‘alaihissalam, munculnya Imam mahdi, dan lain-lain

 Merujuk pada Dr. Mahir Ahmad, banjir adalah bagian dari kiamat wustha. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُمْطَرَ النَّاسُ مَطَرًا لَا تُكِنُّ مِنْهُ بُيُوتُ الْمَدَرِ، وَلَا تُكِنُّ مِنْهُ إِلَّا بُيُوتُ الشَّعَرِ»

“ Tidak akan terjadi kiamat hingga manusia diguyur hujan yang rumah-rumah tembok (bangunan yang kokoh. pen.), tidak dapat terlindung (dari dampak hujan tersebut), dan tak ada yang dapat terlindung darinya, kecuali kemah-kemah yang berada di Padang Pasir.

(HR. Ahmad, no, 7564)

Pada hadits diatas disebutkan, bahwa di antara ciri kiamat (wustha) adalah banyaknya hujan, sehingga bangunan yang kokoh pun akan roboh karenanya. Makna Buyuutul Madari, adalah rumah-rumah yang terbuat dari batu dan lepa (campuran kapur, semen dan pasir, untuk melekatkan batu-bata). Bila kita cermati, musibah banjir kali ini yang menimpa tiga propinsi sekaligus, yakni DKI Jaya, Jawa Barat dan Banten, adalah merupakan teguran bagi mereka yang telah terang-terangan secara nyata melecehkan kebenaran Islam, antara lain adanya sebagian muslimin ikut merayakan Hari Natal dan Tahun baru 2020 dengan hura-hura dan pesta maksiat, kemudian atas alasan toleransi, namun kebablasan menjadi pelanggaran aqidah dan syari’ah.

Penyebab Datangnya Bencana

 Datangnya suatu bencana tidak lepas dari akibat ulah dan perilaku manusia. Banyaknya penyimpangan dan pelanggaran dalam aqidah, syari’ah dan akhlaq, adalah paling besar peranannya dalam mendatangkan adzab Allah. Al-Qur’an telah menjelaskan begitu banyak yang menjadi penyebab datangnya bencana. Secara garis besar, yang menjadi penyebab bencana atau musibah tidak kurang dari 4 hal, sebagai berikut :

Pertama, karena dosa yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kaum, kemudian bencana menimpa orang atau kaum tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, dalam surat Al-Ankabut (29) : 40, yang berbunyi ;

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Imaam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, menjelaskan maksud ayat ini adalah;

Kaum yang ditimpakan kepadanya hujan batu kerikil adalah kaum ‘Aad, yang demikian itu karena kesombongan mereka yang merasa paling kuat dan tidak ada yang melebihinya. Lalu datanglah angin puyuh yang menerbangkan kerikil dan menerbangkan mereka tinggi-tinggi ke udara. Kemudian mereka dijatuhkan dengan kepala dibawah, hingga hancurlah kepala mereka. Kaum yang disiksa dengan suara keras yang mengguntur adalah kaum Tsamud, hal itu karena mereka tidak beriman kepada seruan Nabi Shalih dan bahkan mengusirnya. Akhirnya kaum Tsamud binasa karena kerasnya suara yang memekakan telinga mereka.  Adapun yang dibenamkan adalah Qarun dengan seluruh kekayaannya ditelan bumi. Karena sombong dengan berlimpah ruahnya harta. Kemudian yang ditenggelamkan di laut adalah Fir’aun, Hamman dan bala tentaranya. Fir’aun mengaku dirinya sebagai Tuhan. Hamman adalah kepercayaan Fir’aun.

(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 6, hal. 278).

Kedua, karena kezhaliman sebagian orang, akan tetapi akibatnya menyeluruh tidak hanya kepada para pembuat kedzaliman.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al-Anfal : 25)

Dalam Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram, ayat ini maksudnya; Yakni hati-hatilah dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang zalim saja tapi juga menimpa orang shalih dan yang jahat. Yakni apabila kalian tidak menjalankan seruan perintah dari Allah dan Rasul-Nya dengan berhenti menguatkan kebenaran dan mengingkari kebathilan, bisa jadi kalian akan ditimpa siksaan yang membinasakan orang-orang zalim dan juga menimpa orang-orang shalih.

Kita sangat prihatin karena adanya sebagian muslimin yang merayakan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2020, dengan alasan toleransi, akan tetapi melakukan pelanggaran aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Ini berarti toleransi kebablasan. Padahal secara aqidah yang benar, tidak dibenarkan seorang muslim ikut merayakan agama lain, karena hal tersebut akan menjatuhkan dirinya kepada talbisul haq bil bathil (bercampur kebenaran dan kebatilan).

Akibat toleransi yang melampaui batas-batas syari’ah tersebut, dan tidak optimalnya penegakkan amar ma’ruf nahyi munkar, maka konsekwensinya adalah bencana akan menimpa semua pihak. Baik orang yang zhalim dan durhaka, maupun terhadap orang-orang yang shalih. Lalu di hari kiamat nanti akan dibangkitkan sesuai niatnya masing-masing.

Ketiga, karena ummat Islam tidak saling memimpin dan menolong satu sama lain.

Perpecahan dan pertentangan antar sesama umat Islam tidaklah semata-mata menjadikan lemahnya kekuatan kaum muslimin, akan tetapi lebih dari itu akan mendatangkan fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. Hal ini sebagaimana yang disebutkan pada ayat-ayat berikut :

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah   beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfaal : 46)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.  (QS. Al Anfaal : 73)

Terwujudnya persatuan dan kesatuan umat Islam adalah menjadi harapan semua muslimin. Namun demikian di antara mereka ada yang optimis, bahwa kaum muslimin bisa bersatu, ada juga yang pesimis, sehingga putus asa dan enggan berjuang kea rah persatuan dan kesatuan umat Islam. Mereka beranggapan, kondisi muslimin hari ini sudah terpuruk dan terpecah belah, sangat sulit untuk disatukan, dan bahkan mendekati mustahil. Hal ini tentu sangat berbeda dengan orang-orang yang optimis dan yakin, bahwa satu saat nanti in syaa Allah, kaum muslimin  akan menjadi umat yang satu dan terpimpin oleh seorang Imaam,  sebagai satu kekuatan besar  dan rahmat seluruh alam. Hal ini diyakini, karena Allah ‘Azza wa Jalla telah mengisyaratkan dalam al-Qur’an dan bahkan menjanjikan kemenangan kaum muslimin di akhir zaman. Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa kaum muslimin akan kembali jaya di akhir zaman.

Atas dasar hal diatas, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :” Berjama’ah adalah rahmat, dan berpecah belah adalah ‘adzab” (HR. Ahmad)

Keempat, karena menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kejayaan umat Islam di masa lalu, yakni di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan masa Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin, terutama di masa Amirul Mukminin Umar bin Khaththab, adalah menjadi puncak kejayaan generasi awal. Itulah masa The Golden of Age (Masa keemasan), dimana saat itu kekuatan muslimin yang berpijak diatas aqidah yang benar dan syari’ah yang lurus serta akhlaq yang mulia, mampu menunudukkan dua adi kuasa saat itu, yakni Persia dan Romawi.

Kelemahan dan kekalahan umat Islam, serta terjadinya kemelut internal kaum muslimin adalah akibat bergesernya system kepemimpinan muslimin di masa khalifah Ali kepada system kerajaan di masa Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Dar sinilah awal terjadinya fitnah besar menimpa kaum muslimin. Konflik internal, perpecahan dan pelanggaran syari’ah terus berangsur-angsur hingga menimbulkan berbagai fitnah dan bencana di tengah umat  Islam. Terutama bencana agama ini. Hal ini diikuti penyimpangan berikutnya, yakni masuknya paham “politik” yang berawal dari penterjemahan buku-buku karya Plato dan Aristoteles oleh Hunain bin Ishak seorang ilmuwan Nasrani.

Di masa kepemimpinan Makmun bin Harun Ar Rasyid (813-833 M.), di antara kegiatan Baitul Hikmah (perpustakaan terbesar di dunia saat itu), adalah menterjemahkan buku-buku dari Filsafat Yunani Kuno dan Hukum Romawi. Hunain bin Ishak yang digelari Abu Zaid Al Ibadi, menterjemahkan buku Polish, Policy, Politeia, dan Politica, diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab menjadi satu kitab bernama As-Siyasah. Dari sinilah awal pergeseran pemahaman sistem kemasyarakatan wahyu kepada ro’yu. Disusul pula dengan sistem nasionalisme dan sistem kepartaian yang mengadopsi dari Barat. Seperti halnya kepartaian, mengadopsi dari Inggris pada abad ke 17. Demikian pula konsep Nasionalisme Islam, adalah produk orientalisme, bukan dari Islam.

Islam adalah Rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat untuk seluruh alam) dan Kaafatan linnaas (untuk seluruh manusia), bukan ajaran sektarian ataupun fanatisme kebangsaan. Islam adalah universal dan sempurna. Karena itu, ketika umat Islam mengkerdilkan sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diidentikan dengan kepala negara Arab saat itu, maka menjadi sebuah fitnah besar dan mendatangkan bencana, serta adzab Allah. Sebagaimana firman-Nya :

لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا ۚ قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا ۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.(QS. An Nuur : 63)

Dari empat penyebab bencana di atas, semoga kita semua menjadi sadar, bahwa setiap pelanggaran akan mendatangkan fitnah, dan kerusakan yang besar serta siksa yang pedih. Sebagai solusinya adalah, Kaum muslimin harus bersatu dalam satu kepemimpinan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam : “ Tetapilah olehmu Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka, “, kemudian jauhilah maksiat dan pelanggaran syari’at, tegakkan amar ma’ruf nahyi munkar, dan istiqamah dalam kebenaran, sehingga kita selamat dari fitnah yang terjadi saat munculnya tanda-tanda kiamat wustha. Allahu Musta’an. Wallahu a’lam bish shawwaab

(A/WKS/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments are closed.