Penelitian yang mengungkapkan tempat kerja menjadi lahan yang paling subur bagi tumbuhnya fanatisme anti-Muslim telah dirilis bertepatan dengan konferensi di Sydney untuk meneliti hubungan antara Islamofobia dan ekstremisme.
Pembicara utama, Profesor John Esposito dari Georgetown University di Washington DC mengatakan prasangka terhadap Muslim bermain ke tangan ekstrimis.
“Salah satu hal yang tidak berakhir pada pengasingan beberapa pemuda yaitu sejauh mana anti-Muslim, kebencian, dan serangan terhadap masjid membuat orang-orang merasa terasing dan terpinggirkan dari lingkungan,” katanya.
Sekitar dua pertiga sampel survei mengatakan pernah mengalami rasisme di tempat kerja, sekolah, lingkungan, bahkan ketika berurusan dengan polisi.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Penelitian yang unik dalam skala dan fokus pada Muslim Sydney dilakukan oleh Western Sydney University, Charles Sturt University dan the Islamic Science and Research Academy tersebut menyatakan sembilan dari 10 Muslim merasa penting untuk anak-anak mereka diterima sebagai warga Australia. Sedangkan, dua pertiga mengatakan mereka berbaur dengan masyarakat non-Muslim.
“Fakta bahwa umat Islam menghadapi tingginya tingkat rasisme dapat dipatahkan dengan kepercayaan Islam selaras dengan norma-norma yang berlaku di Australia. Hal ini menjadi pertanda yang baik untuk masa depan Muslim Australia,” ungkap Dunn, seorang mahaguru di Western Sydney University.
“Tampaknya, nilai-nilai keagamaan dan multikulturalisme Australia memberi harapan kepada para warga Muslim dan ini membuat mereka lebih tangguh dalam menghadapi tekanan dari Islamofobia dan rasisme,” katanya. (T/M01/R07)
Sumber: theguardian.com
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Miraj Islamic News Agency (MINA)