muslimah-canada-300x197.jpg" alt="a muslimah canada" width="475" height="312" />Montreal, 26 Jumadil Awwal 1437/5 Maret 2016 (MINA) – Kaum Muslimah di Kanada belakangan ini berbondong-bondong mendatangi tempat pelatihan beladiri (dojo) dalam upaya menghadapi pelecehan terkait islamofobia di negara itu.
Mereka terlihat duduk bersila di dojo Montreal Utara, kota terbesar kedua di Kanada setelah Toronto, membahas cara perlawanan terbaik untuk menghadapi pelaku yang berusaha menarik jilbab mereka.
Pelatih beladiri mereka Salma Ahmad mengatakan, mereka masuk dalam kelas pertahanan diri yang dirancang secara khusus untuk membantu Muslimah menghadapi serangan Islamofobia, yang telah menjadi semakin umum dalam beberapa tahun terakhir.
“Beberapa teknik praktis seperti ayunan cepat lengan ke depan, menghantam leher, akan membuat pelaku berteriak kesakitan” ujarnya, Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency) melaporkan, dari sumber Vice News.
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Selama satu jam sesi latihan, para Muslimah mendapatkan trik-trik menghadapi situasi berbahaya termasuk menghadapi serangan fisik.
“Seseorang menyerang kalian, sebab mereka berpikir bahwa kalian itu lemah,” ia mengatakan dalam latihan.
“Kalian harus membuktikan bahwa mereka salah,” lanjutnya. Ia pun menunjukkan titik-titik lemah penyerang, yaitu bagian leher dan tulang tumit.
“Jika seseorang menyerang kalian, kalian harus secepatnya menghantam leher penyerang, karena di situ titik aliran darah, atau tulang tumit bagian dari kaki untuk melemahkan aksi. Jangan ragu. Mereka sangat rapuh, seperti ranting kecil,” paparnya.
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Para peserta pun antusias mengikuti instruksinya. “Saya datang dan berlatih rutin untuk jaga diri,” ujar salah satu peserta.
Mereka pun tampak bergerak mengikuti arahan pelatih, diiringi tawa riang pada gerakan-gerakan tertentu yang belum terbiasa mereka lakukan. Namun mereka tetap serius menjalaninya.
Pelatih Ahmad juga mengajarkan menghadapi lawan yang menyerang dari belakang. Para peserta pun berlatih berpasangan mempraktikkannya.
Kelas khusus Muslimah itu adalah gagasan dari Hanadi Saad, direktur sebuah kelompok pendukung keadilan Justice Femme.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Dalam dua tahun terakhir, dia mengatakan organisasinya telah menerima semakin banyak pengaduan yang berkaitan dengan serangan Islamofobia dan diskriminasi.
“Kami mendengar laporan tentang beberapa serangan fisik di jalan atau di angkutan umum,” katanya. “Dan sebagian besar serangan dilakukan terhadap perempuan.”
Insiden Lain
Hanadi Saad, aktivis Justice Femme menambahkan, insiden tidak hanya terjadi di kawasan di Montreal. Sejumlah kejahatan kebencian juga terjadi di beberapa kota, terutama setelah serangan Paris.
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyatakan tidak akan membiarkan warga yang tidak bersalah menjadi target tindakan vandalisme dan intoleransi.
Pada November lalu, di Toronto kota terbesar di Kanada, menyebutkan, seorang Muslimah dipukul dan disebut teroris saat ia menjemput anak-anaknya di sekolah.
Peristiwa juga terjadi di sebuah kota kecil di Provinsi Ontario, ketika sebuah masjid dibakar. Sementara di Vancouver, kota terbesar ketiga di Kanada, saat sekelompok pengungsi Suriah di sana disemprot dengan lada ketika mereka meninggalkan suatu acara selamat datang buat mereka.
Insiden-insiden itu rupanya menjai pendorong munculnya program pertahanan diri Muslimah di beberapa kota.
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Pelatih beladiri Salma Ahmad mengatakan, ada beberapa program khusus pertahanan diri menghadapi hal-hal seperti kekerasan, dan banyak guru tertarik dengan itu.
“Kita ingin memberikan penyadaran masyarakat juga, bahwa sebagian besar serangan dilakukan terhadap perempuan,” ujar Salma.
Awal tahun ini, sebuah survei mengenai toleransi beragama menunjukkan bahwa hampir 50 persen dari warga merasa “sangat terganggu” oleh jilbab. Sebaliknya, hanya 5 persen terganggu oleh salib, 25 persen oleh kippah (topi kecil Yahudi) dan 30 persen oleh turban (penutup kepala Hindu).
Ketakutan Islamophobia ini, menurut aktvis Hanadi Saad, sebagian besar dibesarkan oleh media.
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
“Kami mendapatkan wanita mengadu bahwa mereka mendapatkan diskriminasi di tempat kerja, oleh rekan-rekan atau bos mereka, karena jilbab mereka,” katanya.
Ada juga ancaman di perumahan, yang menyebutkan bahwa “Saya tidak ingin itu (jilbab) di sini”.
Saad mengatakan pihak berwenang belum sepenuhnya memahami fenomena itu sebagai pelecehan dan kejahatan kebencian, baru sebatas menyebut sebagai serangan sederhana biasa. (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa