DALAM Islam, produktivitas tidak hanya bermakna menghasilkan sesuatu secara fisik atau material, tetapi lebih luas dari itu: segala bentuk amal yang dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah dan membawa manfaat adalah bentuk produktivitas. Firman Allah dalam Qs. Al-Mulk ayat 2 menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk diuji siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. Maka, seorang muslimah yang produktif adalah ia yang senantiasa mengisi waktunya dengan amal terbaik.
Seorang muslimah pertama-tama adalah seorang hamba Allah (`abdah) yang bertugas beribadah kepada-Nya. Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz-Dzariyat: 56). Maka ibadah menjadi fondasi utama dalam produktivitas seorang muslimah, bukan semata-mata pencapaian duniawi.
Ibadah tidak terbatas pada shalat, puasa, atau dzikir. Islam memandang setiap aktivitas yang diniatkan karena Allah dan sesuai dengan syariat sebagai ibadah. Mendidik anak, membantu orang tua, menulis buku yang bermanfaat, atau mengelola bisnis halal—semuanya bisa bernilai ibadah jika disertai niat yang benar dan dilakukan sesuai tuntunan syariat.
Produktivitas muslimah harus bersandar pada konsep amal shalih, yaitu amal yang dilakukan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah banyak menyandingkan iman dan amal shalih dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 25. Ini menegaskan bahwa keimanan harus membuahkan karya nyata yang berlandaskan syariat.
Baca Juga: Menjadi Muslimah Hebat: Dari Rumah Menuju Surga
Islam tidak membatasi peran muslimah hanya dalam ranah domestik. Muslimah dapat berkiprah di masyarakat selama menjaga adab, menutup aurat, dan tidak melanggar batas-batas syar’i. Asma’ binti Abu Bakar dan Ummu ‘Athiyyah adalah contoh shahabiyah yang turut berperan aktif dalam kehidupan sosial dan jihad.
Muslimah yang produktif harus mengedepankan ilmu. Islam mewajibkan setiap muslim dan muslimah untuk menuntut ilmu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.“ (HR. Ibnu Majah). Dengan ilmu, seorang muslimah dapat berkarya lebih tepat, bijak, dan sesuai dengan syariat.
Produktivitas tidak berarti melakukan semua hal dalam waktu bersamaan. Seorang muslimah perlu menyusun skala prioritas amal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai apabila salah seorang dari kalian mengerjakan suatu amal, ia menyempurnakannya.” (HR. Al-Baihaqi). Fokus dan ketepatan dalam memilih amal menjadikan produktivitas lebih berkualitas.
Waktu adalah nikmat besar yang sering dilalaikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu padanya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Seorang muslimah produktif akan menghargai waktu dengan tidak membuangnya untuk hal yang sia-sia, melainkan mengisinya dengan aktivitas yang bernilai dunia akhirat.
Baca Juga: 13 Cara Menjadi Muslimah Bermanfaat di Manapun Berada
Peran utama seorang muslimah adalah sebagai pendidik pertama dalam keluarga. Mengurus rumah tangga, mendidik anak, dan mendampingi suami adalah bentuk ibadah yang sangat tinggi nilainya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bila telah tuntas menjalankan peran rumah tangga, muslimah dapat memperluas manfaatnya di masyarakat: menjadi guru, penulis, pengusaha, relawan dakwah, atau penggerak sosial. Ini sesuai dengan prinsip khairunnas anfa’uhum linnas—sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain (HR. Ahmad).
Dalam berkarya, muslimah harus menjaga nilai-nilai Islam: menjaga aurat, tidak ikhtilat bebas, tidak mencari popularitas, dan tidak menghalalkan segala cara. Berkarya dalam Islam adalah jalan dakwah—bukan sekadar aktualisasi diri, melainkan panggilan jiwa untuk memberi manfaat.
Sejarah Islam mencatat banyak muslimah yang menghasilkan karya nyata: Khadijah binti Khuwailid sebagai pengusaha dermawan, Aisyah RA sebagai ulama besar, dan Fatimah Al-Fihri sebagai pendiri universitas pertama di dunia. Ini menjadi bukti bahwa muslimah bisa dan harus berkontribusi nyata.
Baca Juga: Sobat Muslimah, Perhatikan 4 Hal Berikut Ini Saat Lebaran
Produktivitas harus diseimbangkan dengan istirahat dan perenungan. Seorang muslimah harus bijak mengatur ritme kerja dan ibadah agar tidak jatuh pada futur (kelesuan iman). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada seseorang yang memaksakan diri dalam agama ini kecuali ia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari).
Produktivitas harus dibarengi dengan keikhlasan dan tawakkal. Seorang muslimah yang berkarya bukan untuk pujian manusia, melainkan untuk mencari ridha Allah. Allah berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162).
Muslimah produktif adalah mereka yang tidak hanya aktif secara fisik, tapi juga subur dalam ruhani. Ia menyeimbangkan ibadah dengan karya, antara tafakkur dan takhthith (perencanaan), antara dzikir dan amal. Ia menjadi pelita dalam keluarga, masyarakat, dan umat. Dengan produktivitas yang dibingkai iman, ia menjadi wanita surga yang dimuliakan dunia dan akhirat.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Perempuan Palestina: Simbol Keteguhan dan Perlawanan