Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muslimah yang Penuh Berkah, Minta Mahar Tak Harus Mahal

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Ahad, 20 April 2025 - 23:18 WIB

Ahad, 20 April 2025 - 23:18 WIB

14 Views

Muslimah berjilbab syar'i (foto: ig)

DALAM Islam, pernikahan merupakan ibadah yang agung dan menjadi sunnah Rasulullah ﷺ yang sangat dianjurkan. Salah satu rukun penting dalam pernikahan adalah adanya mahar (ṣadāq), yaitu pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Namun dalam praktiknya, banyak yang salah paham bahwa mahar harus mahal agar menunjukkan keseriusan atau status sosial.

Islam justru menganjurkan kesederhanaan dalam mahar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik wanita adalah yang paling ringan maharnya.” (HR. Ahmad dan Hakim). Hadis ini menunjukkan bahwa mahar yang ringan dan tidak memberatkan justru merupakan ciri wanita salehah yang membawa keberkahan dalam pernikahan.

Dalam banyak riwayat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan putri beliau, Fāṭimah az-Zahra, dengan ‘Alī bin Abī Ṭālib dengan mahar yang sangat sederhana, yaitu sebuah baju besi. Ini menjadi teladan bahwa nilai seorang wanita tidak ditentukan oleh besarnya mahar, tapi oleh akhlaknya, ketakwaannya, dan kemuliaan dirinya.

Realitas di lapangan saat ini menunjukkan bahwa banyak pernikahan tertunda atau bahkan batal karena tingginya permintaan mahar. Tak sedikit pula yang akhirnya terjerumus ke dalam pacaran tanpa arah karena takut tidak mampu memenuhi tuntutan materi dari pihak keluarga calon mempelai wanita.

Baca Juga: Selfie di Sajadah, Hijrah atau Gengsi?

Fenomena ini mengkhawatirkan karena telah mempersulit sesuatu yang sebenarnya dimudahkan dalam Islam. Allah berfirman, “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185). Pernikahan seharusnya menjadi gerbang keberkahan, bukan ladang pembuktian kemewahan.

Banyak kisah sukses rumah tangga bermula dari mahar sederhana. Sebaliknya, tak sedikit rumah tangga yang dibangun dengan pesta megah dan mahar mahal justru kandas karena tidak didasari niat ibadah, tapi gengsi dan prestise. Fakta ini menunjukkan bahwa mahar besar bukan jaminan kebahagiaan.

Para ulama juga sepakat bahwa mahar bukan penentu kebahagiaan atau kualitas pernikahan. Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tidak disyaratkan mahar itu harus banyak atau mahal, yang penting adalah ada sesuatu yang bernilai meski kecil sekalipun.”

Banyak pemuda yang ingin menikah dengan niat baik terhalang karena harus mengumpulkan mahar yang tinggi. Hal ini menyebabkan mereka menunda pernikahan, padahal menunda pernikahan juga membuka celah maksiat dan godaan syahwat. Dalam Islam, lebih baik menyegerakan pernikahan jika sudah mampu.

Baca Juga: Muslimah dan Cahaya Keberanian, Menapaki Jalan Kebaikan dengan Keyakinan

Para orang tua seharusnya menanamkan prinsip bahwa pernikahan adalah ibadah, bukan transaksi. Mahar adalah simbol tanggung jawab, bukan alat untuk menilai kemampuan ekonomi. Menjadikan mahar ringan akan memudahkan anak-anak kita menjaga kehormatan dan memulai hidup dalam berkah.

Islam tidak melarang memberikan mahar yang tinggi, namun itu bukan keutamaan. Jika seseorang mampu dan kedua belah pihak sepakat, itu boleh saja. Namun, menjadikan mahalnya mahar sebagai syarat wajib adalah menyimpang dari tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang memuliakan kesederhanaan.

Dalam QS. An-Nisa: 4, Allah berfirman, “Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib.” Ayat ini menjelaskan kewajiban memberi mahar, namun tidak menyebutkan batas nominal atau keharusan nilai tinggi. Artinya, mahar tidak harus mahal.

Masyarakat perlu diberikan edukasi bahwa keberkahan rumah tangga tidak terletak pada nominal mahar atau mewahnya pesta, tetapi pada niat ikhlas karena Allah, saling mencintai karena iman, dan kesediaan membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah bersama.

Baca Juga: Menjaga Cahaya Iman, Muslimah di Tengah Godaan Gemerlapnya Dunia

Banyak aktivis dakwah dan tokoh muslimah yang memberi contoh pernikahan berkah dengan mahar sederhana. Ini menunjukkan bahwa keteladanan perlu digaungkan kembali di tengah masyarakat yang semakin konsumtif dan materialistis.

Untuk itu, para muslimah yang beriman dan bertakwa hendaknya meneladani para salafush-shalih dan Ummul Mukminin yang tidak menjadikan mahar sebagai beban atau alat gengsi. Justru dengan meminta mahar yang ringan, ia menunjukkan keikhlasan dan semangat menggapai ridha Allah.

Akhirnya, pernikahan yang dilandasi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, serta keikhlasan untuk hidup sederhana dan saling mendukung, akan jauh lebih berkah. Muslimah yang penuh berkah adalah ia yang lebih memilih ketakwaan calon suaminya dibandingkan tumpukan harta dalam bentuk mahar.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menjadi Muslimah yang Berdaya Saing dan Tangguh

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Khadijah
Kolom
Khadijah