Bangladesh, MINA – Pemerintah Myanmar menunda kunjungan Kepala Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees; UNHCR) ke Negara Bagian Rakhine terkait meletusnya pertempuran antara pasukan keamanan dan kelompok gerilyawan baru-baru ini.
Juru bicara UNHCR Andrej Mahecic pada Senin (14/1), mengatakan Pemerintah Negara Bagian Rakhine mengeluarkan pemberitahuan pekan lalu yang menolak organisasi nonpemerintah dan badan-badan PBB untuk mengunjungi daerah pedesaan di lima kota di bagian utara dan tengah Rakhine.
“Pertempuran meletus di Rakhine setelah 13 polisi tewas pada 4 Januari oleh serangan Arakan Army yang berasal dari kelompok Budha di dekat perbatasan dengan Bangladesh,” kata Andrej, demikian Anadolu Agency melaporkan dikutip MINA.
“Berdasarkan penilaian pihak berwenang Myanmar terhadap situasi keamanan di Rakhine, kunjungan itu ditunda,” tambahnya.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Inggris diperkirakan akan mengangkat masalah ini di Dewan Keamanan PBB akhir pekan ini, menurut para diplomat.
Keputusan untuk menunda perjalanan Grandi dan ketidakpastian seputar kunjungan terpisah utusan PBB Christine Schraner Burgener ke Myanmar memicu kekhawatiran pihak berwenang mengulangi sikap mereka terkait krisis pengungsi Rohingya.
“Mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa dan secara khusus tidak ingin hal itu diungkap,” kata seorang diplomat Dewan Keamanan PBB mengenai keputusan untuk menunda kunjungan Grandi.
Operasi militer kekerasan Myanmar pada 2017 memaksa lebih dari 720.000 warga etnis Muslim Rohingya menyebrangi perbatasan ke Bangladesh.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Menurut laporan, para pengungsi melarikan diri karena adanya pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.
Pemimpin Inggris, Perancis, Amerika Serikat, dan termasuk Sekjen PBB Antonio Guterres menggambarkan operasi itu sebagai pembersihan etnis. Sementara para penyelidik PBB menyerukan para jenderal Myanmar untuk diperiksa atas kejahatan perang yang dilakukannya.
Etnis Muslim Rohingya di Myanmar, negara yang mayoritas beragama Buddha, telah menderita penganiayaan selama beberapa dekade dan tidak diberi hak kewarganegaraan. (T/R03/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai