Oleh : Mustofa Kamal, Pendakwah Medsos
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 203 :
وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِآيَةٍ قَالُوا لَوْلا اجْتَبَيْتَهَا قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (203)
Artinya: “Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Qur’an kepada mereka, mereka berkata, “Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al-Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri
Pada kalimat “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku”.
Kalimat tersebut bermakna bahwa apa yang disampaikan dan diamalkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah mutlak wahyu dari Allah, bukan kemauan Rasullullah secara personal. Sehingga Rasul menjadi suri teladan bagi yang mengimaninya.
Tatkala kaum Quraisy berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Mengapa tidak engkau buat ayat sendiri.” Juga tatkala mereka berkata, “Mengapa engkau tidak langsung mengambil sendiri dari langit dan meminta ayat-ayat Al-Qur’an sehingga kami bisa melihat langsung dan kami langsung beriman atau percaya.”
Maka Allah memberi jawaban kepada mereka melalui ayat-Nya agar Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan kepada mereka:
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي
Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan kepadaku dari Tuhanku.” (QS Al-A’raf: 203).
Bila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah pengikut hawa nafsu paling tidak melakukan hal-hal berikut:
- Ingin berkuasa
Kekuasaan tentunya idaman bagi seseorang yang mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk menerimanya,
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Karena dengan kekuasa’an pasti akan sangat mudah untuk mengatur dan memerintah.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah berambisi untuk menjadi penguasa dan berkuasa. Bahkan ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditawari untuk menjadi penguasa atau menjadi raja oleh bangsawan Quraisy Makkah yakni Utbah bin Rabi’ah yang memiliki inisiasi dan di setujui oleh pembesar-pembesar Quraisy yang lain.
Pada saat semakin banyak orang Makkah bersyahadat mengakui tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Mengetahui fenomena ini, kaum kafir Quraisy merasa terancam dengan keberadaan umat Islam. Mereka mengkhawatirkan eksistensi dan kemuliaan mereka saat ini yang sudah didapat dengan susah payah.
Kaum kafir Quraisy pun tidak tinggal diam. Mereka pada mulanya melawan umat Islam. Kaum kafir menyiksa umat Islam, mengancam mereka dengan berbagai cara agar kembali menyembah berhala.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Namun, cara itu dinilai tidak efektif. Karena kenyataannya, semakin banyak orang mengimani ajaran yang didakwahkan Rasulullah.
Terlebih, para pembesar Quraisy, seperti Hamzah bin Abdul Muthallib dan Abu Thalib berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Mereka mendukung cucu Abdul Muthalib itu untuk mendakwahkan agama tauhid dan mengajak masyarakat kepada kebaikan. Hal ini membuat Utbah bin Rabiah menginisiasi gerakan kultural untuk melawan dakwah Muhammad.
Caranya bukan dengan kekerasan, tapi membangun persaudaraan dan simpati sehingga orang-orang dengan sendirinya meninggalkan ajaran yang dibawa putra Abdullah tesebut. Inisiasi itu disetujui para pembesar Quraisy.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Utbah kemudian menindaklanjuti usulan itu dengan menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Masjidil Haram. Saat berada di dekat Ka’bah, Utbah duduk di samping Nabi.
Dalam pembicaraan empat mata, Utbah menawarkan sejumlah hal. Jika ingin harta, orang-orang Quraisy siap memberikan hartanya untuk membuat kaya Muhammad. Kalau yang diinginkan adalah kekuasaan, Muhammad akan menjadi raja. Orang-orang Quraisy siap dipimpin.
Kemuliaan pun akan diberikan kepada Rasulullah kalau itu yang diinginkan. Tabib yang paling hebat mengobati penyakit akan menemani Rasulullah ke mana pun dan siap menyembuhkan segala penyakit bila datang. Namun, tawaran itu tidak gratis. Ada syaratnya, Rasulullah harus menghentikan dakwah Islam yang selama ini dijalankannya.
Rasulullah diam mendengarkan dan memperhatikan Utbah berbicara. Lalu setelah Utbah selesai berbicara Rasulullah membacakan Surah Fushshilat dari ayat pertama sampai yang ke tiga puluh.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Rasulullah mendengarkan semua ucapan Utbah bin Rabiah tersebut lalu menolaknya. Rasulullah mengatakan akan terus mendakwahkan Islam walaupun apa yang akan Quraisy berbuat kepadanya.
Akhirnya Utbah pulang dengan penuh kekecewaan. Namun juga rasa takut terbayang-bayang dengan ayat-ayat yang dibacakan oleh Nabi Muhamad, dan juga tentang acaman azab yang pernah menimpa kaum Aadz dan kaum Tsamud.
Semenjak itu Utbah bin Rabiah lebih banyak mengurung diri tidak berbaur dengan pembesar-pembesar Quraisy yang lain. Sehingga mereka menyangka utbah terkena sihir Muhammad.
Menanggapi Tentang kekuasaan Rasulullah bersabda dalam haditsnya;
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةًيَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan berebut dalam hal kepemimpinan (kekuasaan) dan kamu akan menyesalinya pada hari Qiyamat, maka yang paling baik adalah yang mau menyusui (pemimpin yang menunaikan kewajiban-kewajibannya) dan yang paling buruk adalah yang menyapihnya (tidak menunaikan kewajiban-kewajibannya).” (HR Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/79, An-Nasai, Sunan An-Nasai:VII/762 Lafadz Al-Bukhari)
- Mengadakan Ekspansi
Sudah menjadi kebiasaan penguasa-penguasa terdahulu bila sudah berkuasa atau menjadi seorang raja, akan memimpin pasukannya untuk mengadakan ekspansi, baik ekspansi wilayah ataupun ekspansi ekonomi (mata uang).
Ekspansi atau perluasan wilayah suatu negara atau kerajaan dengan menduduki (sebagian atau seluruhnya) wilayah negara atau kerajaan lain, atau juga perluasan daerah.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Maka jika Nabi Muhamad pengikut hawa nafsu tentu akan menerima tawaran jadi penguasa dan berhenti berdakwah, kemudian mengadakan perluasan wilayah kekuasaan dengan cara perang.
Tapi Rasulullah tidak melakukan itu. Adapun Fathu Makkah, bukan dengan peperangan. Namun dengan kedamaian tanpa ada pertumpahan darah. Sehingga Rasullullah menyatakan, “pada hari ini siapa yang ke rumah Abu Jahal aman, yang ke rumah Abu Sufyan aman”.
- Minta untuk Dikultuskan
Bila Rasulullah adalah pengikut hawa nafsu maka Rasulullah akan meminta secara individu untuk dikultuskan (kultus individu).
Bila Rasulullah pengikut hawa nafsu pasti menerima apa yang ditawarkan oleh bangsawan Quraisy Makkah, kemudian mengadakan ekspansi wilayah dan ekspansi ekonomi serta menginginkan untuk disanjung dan dihormati secara berlebihan atau bahkan meminta untuk disembah atau didewakan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Maka perhatikan bagaimana Rasullullah bersikap kepada umat tatkala Rasulullah bertemu dengan seorang laki-laki dan orang itu gemetar karena melihat kewibawaan Nabi. Lalu Nabi berkata,
هَوِّنْ عَلَيْكَ فَإِنِّيْ لَسْتُ بِمُلْكٍ إِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ كَانَتْ تَأْكُلُ الْقَدِيْد
Artinya: “Tenanglah, aku bukanlah seorang raja, tetapi aku hanyalah anak dari wanita Quraisy yang makan dendeng (daging kering).” (HR Thabrani dan Baihaqi).
Dari uraian tersebut, maka kita akan mendapati kesimpulan sebagaimana yang telah Allah firmankan bahwa Rasulullah bukan berdakwah dengan hawa nafsu, bukan ingin dipuji dan sanjungan bahkan pengkultusan. Namun yang terlebih bisa kita rasakan bahwa Rasulullah adalah pembawa rahmat universal (rahmatan lil ‘alamin).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Allah menyatakan di dalam Surat An-Najm (53) Ayat 3 dan 4:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.”
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌۭ يُوحَىٰ
Artinya : “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Pada ayat lain Allah juga berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS Al-Anbiya :107).
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari hal tersebut. Aamij. (A/Mtf/RS2).
Mi’raj News Agency (MINA)