Jakarta, 23 Rabi’ul Akhir 1435/23 Februari 2014 (MINA) – Nabire, salah satu kabupaten di Provinsi Papua, saat ini memerlukan tenaga da’i muda untuk mengembangkan dakwah Islam.
Hal itu disampaikan oleh Muhammad Amin Jasmin Ramin, salah satu aktivis pemuda Muslim setempat kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) saat berkunjung ke Jakarta, Sabtu malam (22/2).
Menurut Jasmin, tempat ia tinggal di desa Karangmulia, Distrik Nabire, terdapat masjid yang dapat menampung sekitar 100 jamaah, namun belum ada da’i yang bersedia memberikan kajian Islam secara khusus.
“Tetapi belum ada yang memberikan kajian Islam secara khusus, paling sewaktu-waktu kalau ada pendatang,” ujar pemuda lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Bandung, Jawa Barat tahun 2001 utusan Papua tersebut.
Baca Juga: Kota Semarang Raih Juara I Anugerah Bangga Berwisata Tingkat Nasional
Demi memenuhi permintaan jamaah yang membutuhkan ilmu agama, Jasmin yang juga lulusan SMA PGRI Serui, Kepulauan Yapen, Papua itu, rela menyempatkan diri mengaji dan mengkaji ilmu-ilmu Islam di Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Kini, dari tanah Papua, Jasmin banyak berkonsultasi dengan para ustadnya di Pesantren Al-Fatah Cileungsi walau hanya melalui jejaring sosial agar dapat mengembangkan dakwah Islam dengan cara hikmah dan bijaksana.
Apalagi menurutnya, di Nabire iklim dakwah sangat kondusif, didukung kebijakan pemerintah Kabupaten yang memperhatikan dan menjaga kemajemukan warganya.
Bupati Kabupaten Nabire, Isaias Douw, mengatakan bahwa warganya memang majemuk dari berbagai agama, suku, dan adat istiadat. Tapi, itu semua bukan halangan, justru kekayaan yang harus dipelihara dan dijaga kenyamanannya.
Baca Juga: Banjir Rob Jakarta Utara Sebabkan 19 Perjalanan KRL Jakarta Kota-Priok Dibatalkan
Sejarah Islam di Papua
Sejarah masuknya Islam di kepulauan Papua sama halnya dengan sejarah masuknya islam di kota-kota yang ada di nusantara, dan rata-rata melalui jalur perdagangan. Karena letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang.
Baca Juga: Banjir Rob Rendam Sejumlah Wilayah di Pesisir Jakarta Utara
Karena kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarawan lokal maupun asing. Kedatangan Islam di tanah Papua masih menjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari.
Di antara mereka saling mengklaim bahwa Islam lebih awal datang ke daerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis. Masuknya Islam di Papua diyakini telah ada sebelum agama Nasrani masuk. Namun hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Saksi bisu sejarah itu adalah Masjid Patimburak di Distrik Kokas, Fakfak.
Masjid itu dibangun oleh Raja Wertuer I yang bernama kecil Semempe. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu.(L/R1/R2).
Baca Juga: Presiden Prabowo Beri Amnesti ke 44 Ribu Narapidana
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)