Oleh: Hasanatun Aliya, Wartawan MINA
“Brigade Al-Qassam” sayap militer gerakan perlawanan Palestina Hamas, mampu mematahkan pendudukan Israel secara keamanan dan militer pada 7 Oktober lalu, sejak diluncurkannya operasi Badai Al-Aqsa, sebagai upaya membalas kejahatan Pendudukan terhadap rakyat Palestina dan penodaan Masjid Al-Aqsa. Badai Al-aqsa ditandai dengan serangan dadakan dilakukan Brigade Al-Qassam meluncurkan ribuan roket bisa menjebol Iron Dome senjata keamanan Israel yang sangat dielukan kecanggihannya, ini sangat mengejutkan dunia, terutama negara Barat. Serangan ini memakan korban 1.400 orang Pendudukan.
Pejuang perlawanan Palestina juga melakukan aksi heroik melalui udara, darat dan laut mengunakan alat sederhana untuk menembus wilayah Ashkelon pemukiman ilegal Israel dan menjebol pagar yang beri perangkat canggih serta mampu melumpuhkan markas militer keamanan Pendudukan, sehingga dalam operasi Badai Al-Aqsa mampu menangkap sekitar 200 Pendudukan kebanyakkan dari mereka tentara, termasuk komandan tentara Israel.
Pada hari yang sama Israel juga meluncur operasi “Pedang Besi,” Pasukan Pendudukan Israel (IOF) melakukan serangan bom terus-menerus sampai hari ini di Jalur Gaza. Selain itu, melakukan penangkapan, penembakan dan penggerebekan di berbagai wilayah Palestina seperti Tepi Barat, Ramallah, Yerusalem, Kan Younis, Jennin, Jericho dan wilayah lainnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Pengeboman ini, dinilai sebagai serangan yang membabi-buta karena tanpa persiapan matang sehingga menyebabkan korban ribuan jiwa dan ribuan orang terluka dari mereka adalah warga sipil, 70% korbannya adalah anak-anak dan wanita, serta menyebabkan kerusakan infrastruktur yang parah di wilayah terkepung itu. Bahkan IOF menggunakan bom fosfor putih yang dilarang oleh PBB. Hal ini tercantum dalam Resolusi PBB Tahun 1972, yang mengkategorikan bom ini menjadi senjata dengan dampak mengerikan.
Kebrutalan Israel bukan lagi sebagai perang melainkan genosida atau pembantaian besar-besaran secara sistematis tanpa pandang bulu di Jalur Gaza, ini memantik simpati bersejarah masyarakat dunia terhadap perjuangan Palestina.
Membungkam Narasi Palestina dengan Propaganda
Setelah kalah telak dalam melawan para pejuang di Jalur Gaza, Palestina, Israel berupaya mematahkan narasi Palestina menggunakan cara propaganda melalui media-medianya dan dibantu oleh negara sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Prancis). Narasi “teroris” pun disematkan kepada kelompok perlawanan Hamas. Tak hanya itu, mereka juga menipu dengan kabar bohong bahwa pejuang Palestina memenggal 40 kepala bayi Israel.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Organisasi non-pemerintah yang memantau dan mendokumentasikan pelanggaran digital terhadap konten Palestina, Sada Social, menemukan adanya upaya perusahaan media sosial untuk menghapus konten-konten tentang Palestina sejak konflik Israel-Palestina terjadi pada 7 Oktober.
Menurut Sada Social, ada upaya global untuk membungkam narasi Palestina dalam menceritakan peristiwa yang sedang terjadi, sementara pemerintah dan platform media sosial di seluruh dunia sepenuhnya mendukung dan mempromosikan narasi Israel. Uni Eropa telah meminta platform media sosial untuk menghapus konten-konten terkait Palestina. Platform-platform itu diberi waktu 24 jam untuk mengambil tindakan.
Seperti Brigade Al-Qassam yang mampu mematahkan keamanan lawan, narasi Palestina juga mampu mematahkan propaganda Israel berdasarkan fakta bahkan beberapa media-media Arab menyiarkan secara langsung. Tak hanya itu, ribuan warga Gaza dan ribuan pengguna sosial media pro-palestina juga aktif mengunggah video untuk diperlihatkan secara langsung kepada dunia betapa mengerikannya peristiwa yang mereka alami, meski sudah puluhan tahun mereka dijajah namun dunia bungkam, dan ini pembunuhan terbanyak dalam sepanjang sejarah.
Melalui media sosial warga Gaza memperlihatkan dentuman bom tanpa henti siang malam, tanpa mengenal waktu, seperti yang di unggah oleh pemuda Gaza Muhammed Zyad Shurafa setiap hari dalam akun Tiktoknya bernama @abuyzyad dan terakhir aktif Selasa (17/10), menurutnya tidak ada tempat aman sejak operasi Pedang Besi diluncurkan Pasukan Pendudukan.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Tidak hanya warga Gaza, bahkan para aktivis Indonesia seperti Muhammad Husein, Abdullah Onim dan relawan yang ada disana turut andil memberikan informasi tentang perkembangan di wilayah tersebut setiap hari di sosial medianya.
Kekejaman Israel disaksikan oleh mata seluruh dunia, ini upaya perang sengit media, melawan narasi propaganda yang diterbitkan media-media Israel dan sekutu yang sangat besar pengaruhnya di negara Eropa.
Israel Mendanai Artis dan Influencer Melawan Narasi Palestina
Kekalahan Israel tak dapat membendung semua konten narasi Palestina berdasarkan fakta dan sejarah diterbitkan di media maupun media sosial. Tak berhenti disini, Pendudukan bersama negara sekutunya terus melakukan segala upaya untuk membungkam kejahatan mereka dengan mendanai artis dan influencer untuk mendukung Israel.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Pendudukan Israel Eli Cohen mengatakan pihaknya merekrut “jaringan influencer terkemuka untuk kepentingan advokasi Israel di dunia,” kata Eli Cohen pada platform X sebelumnya bernama Twitter.
Setelah itu, viral di media sosial dokumen briefing endorsement yang ditulis dan dibagikan oleh kelompok Israel pada Kamis, 12 Oktober 2023. Di dalamnya tertulis detail langkah-langkah yang harus dilakukan para influencer dan seleb, untuk mendukung narasi sebagaimana keyakinan Israel, termasuk membuat narasi betapa kejinya Hamas sebagai kelompok ‘teroris’ yang membunuh rakyatnya sendiri di Gaza. Informasi ini diunggah oleh akun TikTok influencer Arab Saudi, @arabicmclovin, ia mengaku menjadi salah satu yang ‘ditawari’ sejumlah imbalan uang, jika bersedia menyebarkan narasi Propaganda itu kepada para followers-nya, namun ia menolaknya dengan tegas.
Para Influencer pro-Palestina mengunggah beberapa bukti pesan dari perusahaan-perusahaan akan mencabut kerjasamanya kepada artis atau influencer yang pro Palestina, dan menawarkan bayaran sekitar $1.000 sampai $5.000 sesuai dengan pengaruh dan pengikutnya di sosial media.
“Saya menerima esai, yang mengatakan bahwa mereka tidak bersedia bekerjasama dengan saya lagi, karena saya secara terbuka mendukung Palestina. Setelah itu, saya juga menerima pesan lain, yang mengatakan jika saya menghapus unggah pro-Palestina itu, dan secara terbuka mengumumkan bahwa saya tidak mendukungnya (Palestina), mereka akan membayar 2x lipat dari jumlah yang kami sepakati dan mereka akan memposting ulang videoku untuk meningkatkan dukungan mereka (Israel). Mereka pikir dengan ini dapat membeli moral saya,” kata akun bernama @carawatsca dalam instagramnya yang menolak tawaran itu.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Mark Ruffalo, Aktor Hollywood sekaligus produser ternama Amerika, mendoakan keselamatan bagi warga sipil, terutama warga di Gaza. “Kami berdoa untuk keselamatan mereka, sebagaimana kami berdoa untuk keselamatan orang-orang tak berdosa di Gaza yang dibombardir dan dikepung,” ujarnya di platform media sosial X pada Selasa (10/10).
Penyanyi asal Swedia, Zara Larsson, menyoroti standar ganda dalam reaksi internasional terhadap konflik Israel-Palestina. “Oh, jadi mereka berpihak pada Ukraina ketika Rusia menginvasi tetapi tidak dengan Palestina,” ujarnya.
Sementara itu, Jurnalis Arab yang tinggal di London, Adnan Humaidan, memuji posisi beberapa influencer Barat di media sosialnya, yang menolak tawaran dari lembaga-lembaga Israel dengan memberikan imbalan sebagai upaya memanipulasi fakta untuk menggagalkan perjuangan Palestina dalam mendapatkan hak kemerdekaan sesuai prinsip-prinsip yang dihargai dan dihormati, seperti dilaporkan media Palestina, Qudspress.
Demontrasi Pro-Palestina Bukti Nyata Kekalahan Israel di Media
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Terbukti kekalahan Israel dalam narasi propaganda, jutaan manusia secara sukarela mendukung Palestina dengan terus melakukan aksi unjuk rasa di negara-negara Asia, Arab bahkan Eropa atau Barat mendesak dihentikannya penjajahan dan menuntut kemerdekaan Palestina.
Demo di negara Eropa semakin membludak seperti di London, Inggris; Paris, Prancis; Dublin, Republik Irlandia; Dusseldorf, Jerman; Roma, Italia; Barcelona, Madrid, Spanyol; Sydney, Australia; Amsterdam, Belanda; Kolombia, Norwegia, Yunani, hingga Los Angeles dan New York, Amerika Serikat berlangsung dalam 3 pekan ini.
Para pengamat percaya bahwa alun-alun di kota-kota dan ibu kota Eropa yang dipenuhi ratusan ribu demonstran untuk mendukung Gaza, mencerminkan runtuhnya narasi propaganda Israel di media yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jurnalis Humaidan melaporkan, bahwa terdapat kebosanan di koridor pemerintahan Inggris sehubungan dengan tingkat interaksi masyarakat yang semakin meningkat bergabung dalam berdemonstrasi menyuarakan dukungannya terhadap Gaza.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
“Menunjukkan bahwa demonstrasi-demonstrasi ini memaksa para pejabat Barat untuk mengubah retorika mereka dari apa yang terjadi pada dua hari saat Badai Al-Aqsa diluncurkan. Mengingat bahwa demonstrasi tersebut memiliki peran penting dalam meningkatkan tekanan terhadap para pejabat negara untuk mengambil posisi netral terhadap apa yang terjadi di Palestina,” Humaidan.
Humaidan mengungkap jumlah demonstrasi yang sangat besar ini meskipun terdapat propaganda Zionis, menunjukkan bahwa manipulasi di media yang dilakukan oleh Pendudukan Israel tidak lagi dipercaya oleh masyarakat, karena platform media sosial memiliki pengaruh besar dalam menanggapi dan menyangkal propaganda palsu itu.
“Situs komunikasi dan media sosial telah mengalahkan saluran resmi Barat yang bias terhadap pendudukan, yang tidak lagi mendapat perhatian masyarakat karena menghilangkan banyak adegan genosida dan kehancuran yang dilakukan oleh Pendudukan Israel di Gaza, yang dipublikasikan oleh para aktivis di media sosial dan situs media mereka,” kata Humaidan.
Ia percaya bahwa gerakan (demonstrasi) di jalan-jalan Eropa saat ini ditandai sebagai gerakan paling besar, paling termobilisasi, dan paling penuh kemarahan. Jumlah sebesar itu di London belum pernah disaksikan oleh masyarakat sejak demonstrasi menolak invasi Irak pada tahun 2003.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
“Masyarakat sekarang melihat bendera Palestina tidak hanya di tempat demonstrasi, tapi juga di berbagai tempat dan jalan-jalan di Inggris,” ujar Humaidan.
Sementara itu, Zaher Birawi, ketua British Palestine Forum (independen, berbasis di London), menegaskan bahwa demonstrasi ini adalah bagian dari pertarungan opini publik global dan pertarungan narasi.
Menimbang bahwa demonstrasi tersebut merupakan referendum populer dimana masyarakat dunia menentang posisi dan keputusan pemerintahnya yang mendukung pendudukan.
Demonstrasi tersebut merupakan referendum untuk mendukung Gaza dan menolak narasi pendudukan dan sekutunya, khususnya di Washington, London, Paris dan Jerman, yang mengklaim Pejuang Palestina di Gaza sebagai ISIS atau organisasi teroris, namun tidak dapat menipu masyarakat internasional.
“Pesan-pesan dalam demonstrasi, pidato publik, dan pernyataan politik yang dikandungnya dari para pembicara, organisasi solidaritas, influencer beberapa pejabat negara semuanya mengembalikan masalah ini ke dalam perspektif bahwa Pendudukan adalah asal mula konflik, bukan narasi pendudukan yang diadopsi. Sejak awal, sejarah itu dimulai pada 7 Oktober,” kata Birawi.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Dalam hasil demonstrasi itu mengirimkan pesan kepada pemerintah yang mencoba menerapkan tindakan intimidasi dan pembatasan terhadap gerakan solidaritas para demonstran dalam jumlah besar ini menyampaikan pesan ketidakpedulian terhadap kebijakan tersebut dan tindakan intimidasi tersebut.
Meskipun Birawi mengesampingkan terjadinya perubahan besar dalam posisi pemerintah Barat sebagai akibat dari demonstrasi. Ia menunjukkan bahwa beberapa negara dan partai mulai menghitung ulang dan menyesuaikan posisi mereka hingga tingkat yang seimbang di bawah tekanan dari pemerintah, gerakan massa di satu sisi, gerakan politik, korespondensi, dan paling penting membuat petisi yang ditandatangani oleh warga negara dikirimkan ke perwakilan mereka dan pemerintah, serta berbagai pihak.
Mematikan Jaringan Internet di Gaza
Pada Jumat (27/10) Majelis Umum PBB menyetujui dan mengesahkan resolusi yang menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” di Gaza. Resolusi tersebut, diajukan oleh hampir 50 negara, termasuk Türkiye, Palestina, Indonesia, Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA), disetujui dengan suara 120-14 dan 45 negara abstain. Namun Israel menolaknya.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Pada waktu yang sama, Pasukan Pendudukan Israel malah melakukan serangan udara mengebom Jalur Gaza secara besar-besaran bahkan mematikan total jaringan internet dan telekomunikasi di wilayah tersebut sebagai upaya untuk melancarkan operasi serangan darat yang lebih luas, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Tim medis di Jalur Gaza Palestina dibuat gagap dan terkejut dengan jumlah kerusakan sipil yang sangat besar. Bahkan, Sekjen PBB Antonio Guterres melalui Instagramnya pun menyatakan keterkejutannya.
“Sayangnya, alih-alih jeda, saya terkejut dengan peningkatan pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dampak buruknya. Ini merusak citra kemanusiaan,” kata Guterres.
IOF mengklaim telah menghancurkan 150 terowongan dan markas Hamas dalam serangan Jumat itu. Sementara, Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan dalam 24 jam Pendudukan melakukan 56 pembantaian, merenggut nyawa 302 orang syahid, banyaknya kerusakan yang parah termasuk institusi kesehatan, rumah sakit dan ambulan tidak bisa difungsikan lagi, serta memutuskan jaringan internet dan komunikasi secara total.
“Mereka juga dengan sengaja memutus komunikasi dan Internet, karena laporan korban yang dikeluarkan oleh Kementerian Kami telah merugikan Pemerintah Pendudukan Israel dan pemerintah Amerika karena kami mengungkap pembunuhan massal dan penipuan yang mereka lakukan,” ungkapnya Juru Bicara Kementerian Kesehatan di Gaza Salama Marouf dalam siaran persnya pada Ahad (29/10).
Setelah internet mati total selama 40 jam lebih, telekomunikasi dipulihkan kembali secara bertahan, menurut Marouf ini akan mengungkapkan sejauh mana bencana yang dilakukan oleh Pendudukan selama beberapa jam terakhir setelah ambulans dan pertahanan sipil berhasil menyelamatkan ratusan korban syahid dan terluka di tanah dan di bawah reruntuhan.
Marouf mengungkapkan bahwa Pendudukan Israel sengaja melakukan 881 pembantaian terhadap keluarga, merenggut lebih 8.300 nyawa warga selama 24 hari dan sejumlah besar korban masih berada di bawah reruntuhan, jumlah korban ini melebihi peristiwa Nakba tahun 1948, sejarah yang memilukan rakyat Palestina selama dijajah
Aksi Demontrasi mendukung Palestina pada pekan ke-3 masih berlangsung digaungkan oleh ribuan masyarakat di banyak Negera dan mengutuk tindakan keji Pendudukan Israel terhadap warga Palestina diberbagai wilayah terutama di Gaza.
Kelompok-kelompok Israel telah lama memanipulasi informasi dan mengendalikan narasi kampanye digital sebagai upaya menutupi kejahatan perang, tetapi kali ini kampanye mereka telah menjadi bumerang.
Menghapus dan Meretas Akun Media Sosial Pro-Palestina
Kalah mewalan narasi Palestina, Israel semakin menggencarkan upayanya dengan menghapus akun yang pro-Palestina hampir di seluruh platform sosial media.
Akun Instagram pro-Palestina telah dikunci oleh Meta setelah pemilik Facebook mengatakan ada dugaan tanda-tanda keamanan dikompromikan.
Pengguna tetap di seluruh dunia mengatakan postingan yang berisi tagar seperti “FreePalestine” dan “IStandWithPalestine” serta pesan yang menyatakan dukungan terhadap warga sipil Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel akan disembunyikan secara otomatis oleh platform tersebut, seperti dilaporkan media resmi Qatar, Aljazeera.
Sementara Tiktok pada Kamis (26/10) telah menghapus 775.000 lebih konten dan menutup 14.000 lebih siaran langsung yang memperlihatkan peristiwa di Gaza dan Tepi Barat dengan alasan telah mempromosikan, terorisme, kekerasan dan ujaran kebencian.
Kalompok-kelompok Israel juga meretas akun yang pro-Palestina dengan jutaan pengikut kemudian mengambil foto-foto mereka dan mengeditnya, kemudian diunggah kembali dengan memalsukan informasi tantang Palestina untuk meningkatkan dukungan terhadap Israel.
Seperti akun @Khalid Kayem yang mendukung Palestina, ia mengatakan akunnya berubah nama menjadi @Arab stand With Israel, dengan unggahan fotonya yang telah diedit untuk mendukung Israel, mereka memalsukan foto untuk meningkatkan dukungan terhadap Israel. Tanpa sepengetahuan pemilik aslinya. Seperti dilaporkan Media TV Turki, TRT Word pada Senin (31/10). (A/R5/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)